Keutamaan Adzan dan Pahala Manfaat mengumandangkan adzan Bagi Para Muadzin
Keutamaan Adzan dan Pahala Manfaat mengumandangkan adzan Bagi Para Muadzin -
Adzan yaitu memberitahu manusia akan masuknya waktu sholat fardhu lima waktu atau panggilan tanda datangnya waktu sholat. Adzan merupakan syiar yang agung. Keutamaan besar bagi Muadzin yang suka mengumandangkannya dan pahala bagi yang menyegerakan penyambutannya. Bagi yang menjawab setiap kalimat adzan yang dikumandangkan muadzin juga akan menjadi sebab penghapusan dosa orang tersebut.
Sebuah fakta yang Allah tampakkan agar manusia merenungi, bahwa kumandang adzan senantiasa bertalu berkesinambungan tanpa jeda dari seluruh jagat raya. Di belahan bumi dari satu bagian memang mungkin tak lagi terdengar kumandangnya, sebab belum tiba waktu shalat di sana.
Tapi percaya atau tidak, kalau di belahan bumi dari bagian yang lain tetap ada yang mengumandangkannya. Hal ini berlaku hingga berakhirnya umur dunia. Namun perlu sobat ketahui fungsi Adzan bukan hanya panggilan sholat saja, Masalah ini memunculkan kebimbangan dan perdebatan di tengah-tengah umat Islam belakangan ini.
Apalagi dengan banyaknya beredar buku-buku dan siaran-siaran da’wah melalui media elektronik yang terkadang agak keras menyerang kaum muslimin yang berbeda faham dari mereka, dengan berbagai cercaan; mulai dari tuduhan pemakaian hadits yang statusnya dhoif, tuduhan sebagai amalan sesat dan bid’ah, bahkan sampai dengan ancaman neraka segala. Dengan demikian maka keresahan umat menjadi semakin meluas dan tajam.
Keutamaan Adzan dan Pahala Manfaat mengumandangkan adzan Bagi Para Muadzin
1. Memanggil Sholat
Adzan diperintahkan untuk memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu sholat 5 waktu. Hal ini sudah masyhur (terkenal) di kalangan umat Islam dan tidak ada khilaf, perbedaan pendapat antara kaum muslimin tentang hal ini. Semuanya sepakat dalam hal bahwa adzan digunakan untuk panggilan sholat.
Dalil-dalil Qur’an tentang ini adalah;
Surat al Jumu’ah ayat 9: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Surat al-Maidah ayat 58 : “dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”
Adapun dalil-dalil hadis tentang hal ini adalah;
Dari Abdullah bin Zaid bin Abduh Rabihi radhiyallahu ‘anhu berkata dia, “Manakala Rasulullah telah memerintahkan untuk memakai lonceng yang dibunyikan bagi memanggil manusia untuk berkumpul melaksanakan sholat berjamaah, telah berkeliling kepadaku seorang lelaki yang sedang memegang sebuah lonceng ditangannya, pada saat itu aku sedang tidur (bermimpi).
Aku berkata, “Wahai hamba Allah apakah engkau menjual lonceng?” orang itu berkata,” Untuk apa lonceng bagimu?” Aku berkata, “Kami mau memanggil manusia untuk melakukan sholat dengan lonceng itu.” Kemudian orang yang dalam mimpi itu berkata, “ Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada memukul lonceng?” lalu aku menjawab, “iya.” Maka orang itu berkata lagi ucapkan olehmu, “Allahu Akbar 4x ..(dan seterusnya sampai selesai kalimat adzan lengkap – pen).
Kemudian orang itu mundur tidak jauh daripadaku dan dia berkata, “Jika engkau telah selesai sholat (sunat) maka ucapkanlah Allahu Akbar 2x ….. (bacaan iqomat sampai selesai – pen). Setelah aku terbangun di subuh hari, aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan tentang mimpiku. Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya mimpimu adalah mimpi yang benar, Insya Allah.”
Maka berdirilah bersama Bilal dan ajarkanlah kepada Bilal bin Rabah tentang mimpimu itu agar Bilal beradzan seperti itu, karena suara Bilal lebih baik dari suaramu. Maka aku berdiri bersama Bilal dan mengajarkan seruan adzan itu secara perlahan sementara Bilal menyerukan suara adzan itu dengan keras.
Maka telah mendengar Umar bin Khatab di rumahnya akan seruan adzan Bilal tersebut, kemudian beliau segera keluar dari rumahnya sambil menyandang selendangnya. Umar berkata, ”Demi Allah yang telah mengutus Engkau ya Rasul dengan haq, sungguh aku telah melihat dalam mimpiku serupa dengan yang dialami Abdullah bin Zaid itu. Maka Rasulullah menjawab, ”Bagi Allah sajalah segala puji .”(HR. Tarmidzi dan Abu Dawud, sanad yang shohih).
2. Adzan dan Iqomat Pada Anak yang Baru Lahir
Disunnatkan juga mengadzankan anak yang baru lahir pada telinga kanannya dan mengiqomatkan anak tersebut pada telinga kirinya, seperti adzan dan iqomat pada sholat 5 waktu. Tidak berbeda perlakuan adzan dan iqomat ini kepada anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini disandarkan pada beberapa hadis antara lain;
Dari Abi Rofi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di telinganya pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi, dishohihkannya).
Dari Abi Rofi’ berkata dia, “Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani).
“Barangsiapa yang kelahiran seorang anak, lalu anaknya diadzankan pada telinganya yang sebelah kanan serta di iqomatkan pada telinga yang kiri, niscaya tidaklah anak tersebut diganggu oleh Ummu Shibyan (HR. Ibnu Sunni, Imam Haitsami menuliskan riwayat ini pada Majmu’ Az Zawaid, jilid 4,halaman 59).
Menurut pensyarah hadis, Ummu Shibyan adalah jin wanita yang selalu mengganggu dan mengikuti anak-anak bayi. Di Indonesia terkenal dengan sebutan kuntilanak atau kolong wewe.
Di dalam kitab Majmu Syarah Muhaddzab, Imam Nawawi meriwayatkan sebuah riwayat yang dikutip dari para ulama Syafi’i, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan adzan dan iqomat pada anaknya yang baru lahir.
Dari keterangan ini jelaslah bagi kita bahwa perkataan orang yang selama ini mengatakan amalan mengadzankan anak yang baru lahir hanya disandarkan pada hadits-hadits dhoif belaka, adalah tidak benar sama sekali!
3. Adzan Pada Keadaan-keadaan yang lain
Selain dua hal tersebut di atas, para ulama Madzhab Syafi’i mengumpulkan dalil-dalil akan adanya manfaat adzan yang lain. Salah satunya saya kutipkan dari kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainuddin al Malibari, juga telah disyarahkan keterangannya dalam I’anatut Thalibin oleh Syaikh Sayyid Abi Bakri Syatho’, jilid 2 halaman 268, cetakan Darul Fikri.
Dalam kitab Fathul Mu’in itu disebutkan, ”Dan telah disunnatkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil sholat, beradzan pada telinga orang yang sedang berduka cita, orang yang ayan (sakit sawan), orang yang sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas, saat ketika terjadi kebakaran, saat ketika jin-jin memperlihatkan rupanya yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta iqomat pada telinga anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai perjalanan.”
Sudah umum diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar umumnya terpengaruh oleh gangguan syaitan atau jin, maka adzan pada hal-hal demikian itu, menyebabkan syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut bila mendengar adzan (H.R. Bukhari Muslim).
Seperti yang dikatakan Shahabat Umar bin Khattab ra. :
Atsar dari ‘Umar radhiallahu ‘anhu yang dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah rahimahullahu dan dishahihkan sanadnya oleh Al-Hafizh rahimahullahu dalam Fathul Bari (6/414): “Sesungguhnya Ghilan disebut di sisi ‘Umar, maka ia berkata: “Sungguh seseorang tidak mampu untuk berubah dari bentuknya yang telah Allah ciptakan. Akan tetapi mereka (para setan) memiliki tukang sihir seperti tukang sihir kalian. Maka bila kalian melihat setan itu, kumandangkanlah adzan.”
Ghilan atau Ghul adalah setan yang biasa menyesatkan musafir yang sedang berjalan di gurun (hutan/jalan). Mereka menampakkan diri dalam berbagai bentuk yang mengejutkan dan menakutkan sehingga membuat takut musafir tersebut. (Tambahan dari Admin Salafytobat)
Adapun mengadzankan mayat ketika dimasukkan ke dalam kubur adalah masalah khilafiyah; Sebagian ulama mengatakan sunnat dan sebagian lagi mengatakan tidak sunnat. Di antara ulama kita yang berpendapat tidak sunnat mengadzankan mayat adalah Syaikh Ibnu Hajar al Haitami rahimahullahu ta’ala, namun demikian, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan bid’ah sesuatu perkara yang statusnya khilafiyah.
Keutamaan Adzan dan Pahala Bagi Para Muadzin
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ عَنْ أَبِيهِ وَكَانَ أَبُوهُ فِي حِجْرِ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ لِي أَبُو سَعِيدٍ إِذَا كُنْتَ فِي الْبَوَادِي فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالْأَذَانِ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَسْمَعُهُ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَجَرٌ وَلَا حَجَرٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ
597-730. Dari Abdurrahman bin Abu Sha'sha'ah —dia dalam asuhan Abu Said— ia berkata: Abu Said berkata kepadaku, "Apabila kamu mengumandangkan adzan di pedesaan, maka keraskanlah suaramu. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada jin, manusia, pohon dan batu yang mendengarnya, melainkan akan menjadi saksi baginya'. " (H.R. Shahih Ibnu Majah dan Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَى صَوْتِهِ وَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ وَشَاهِدُ الصَّلَاةِ يُكْتَبُ لَهُ خَمْسٌ وَعِشْرُونَ حَسَنَةً وَيُكَفَّرُ عَنْهُ مَا بَيْنَهُمَا
598-731. Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Seorang muadzin akan diampuni dosanya sejauh suaranya, dan setiap yang basah dan kering akan memintakan ampunan baginya. Yang melaksanakan shalat berjamaah, maka baginya akan ditulis dua puluh lima kebaikan dan dihapuskan dosa-dosanya di antara waktu shalat'. (H.R. Shahih Ibnu Majah)
" Hasan-Shahih: Al Misykah (667), Shahih Abu Daud (528).
مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
599-732. Dari Muawiyah bin Abu Sufyan, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Para muadzin adalah manusia yang paling panjang lehernya di hari Kiamat'. " H.R. Shahih Ibnu Majah dan Shahih: Muslim.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَكُتِبَ لَهُ بِتَأْذِينِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ سِتُّونَ حَسَنَةً وَلِكُلِّ إِقَامَةٍ ثَلَاثُونَ حَسَنَةً
600-735. Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mengumandangkan adzan selama dua belas tahun, maka wajib baginya surga, serta ditulis baginya setiap hari enam puluh kebaikan dengan adzannya itu dan pada setiap iqamat, tiga puluh kebaikan." H.R. Shahih Ibnu Majah) Shahih: Al Misykah (678), Ash-Shahihah (42), Shahih At-Targib (242).
Orang yang beradzan (muadzin) memiliki keutamaan yang sangat mulia di sisi Allah Azza wa Jalla, hal ini berdasarkan keterangan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-haditsnya yang shahih. Di antara keutamaan muadzin adalah:
1. Seluruh makhluk yang mendengar adzan akan menjadi saksi pada hari kiamat.
2. Muadzin akan dipanjangkan lehernya nanti pada hari kiamat.
3. Syetan lari terbirit-birit mendengar suara adzan dan iqamat.
4. Muadzin akan diampuni dosa-dosanya.
5. Muadzin akan mendapat pahala dari seluruh jama’ah yang hadir di masjid tersebut.
6. Muadzin akan mendapat balasan surga dan dijauhkan dari api neraka
Kriteria Seorang Muadzin
Seorang muadzin hendaknya memiliki sifat-sifat berikut:
1. Muslim dan berakal.
Para ulama menyebutkan bahwa di antara syarat sahnya adzan adalah Islam dan berakal. Sehingga tidak sah adzannya orang kafir atau orang gila. Dalil yang menunjukkan tentang masalah ini adalah firman Allah:
“Dan kalaulah mereka berbuat syirik niscaya gugurlah amalan mereka semuanya.” (Al An’am: 88)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Terangkat pena (pencatat amal) dari tiga jenis manusia. Anak kecil sampai baligh, orang yang tertidur hingga dia bangun dan orang gila sampai dia sadar.” (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan)
2. Baik agamanya.
Hendaklah muadzin bersifat adil. Adapun jika muadzin adalah orang yang menampakkan kemunafikan maka para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang rajih adalah yang menyatakan sahnya. Namun jika ada orang yang adil maka tentunya orang tersebut yang diutamakan.
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada kalian orang fasiq membawa berita maka hendaklah dia memeriksa dengan teliti.” (Al Hujurat: 6)
Dan dalam riwayat lain dengan lafadz “ujilah kebenaran beritanya”.
3 Baligh.
Namun bila keadaan terpaksa, adzan anak kecil yang belum baligh tetap dinilai sah. Pernah terjadi di zaman Nabi, seorang shahabat bernama Amr bin Abu Salamah Al Jurmy menjadi imam pada suatu kaum sementara umurnya baru 6 tahun. Bila anak kecil sah menjadi imam maka sudah selayaknya sah pula untuk jadi muadzin. Begitupun Anas bin Malik tidak mengingkari adzannya anak kecil.
4. Memiliki sifat amanah.
Hendaknya muadzin adalah seorang yang amanah/bisa dipercaya, sebab adzan berkaitan dengan waktu sholat. Adzannya orang yang tidak amanah sulit dipercaya, apakah tepat waktunya atau tidak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Imam adalah penanggung jawab sedangkan muadzin adalah orang yang bisa dipercaya…” (HR. Ahmad (6872), dll dari Abu Hurairah)
5. Bersuara lantang dan bagus.
Hendaknya suara muadzin itu bersuara lantang dan bagus. Demikianlah yang dituntunkan oleh Nabi. Sebagaimana perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin Zaid:
“Lakukanlah bersama Bilal, ajarkan kepadanya apa yang kamu lihat dalam mimpimu. Dan hendaklah dia beradzan karena dia lebih tinggi dan bagus suaranya dari kamu.” (HR. Tirmidzi (174) dan Ibnu Majah (698) dari Abdullah bin Zaid)
Dan juga sabda beliau:
“Jika kalian adzan, angkatlah suara kalian karena tidaklah ada makhluk Allah yang mendengar adzan kalian, baik jin, manusia, atau apa saja kecuali masing-masing mereka akan menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari (574) dari Abu Said Al Khudri)
Mana yang diutamakan, suara keras atau bagus?
Sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memilih Bilal untuk melakukan adzan, padahal yang melihat dalam mimpi adalah Abdullah bin Zaid dan Umar bin Al Khaththab yang tentunya mereka lebih tahu caranya daripada Bilal. Adapun tentang suara, maka suara Umar juga keras/lantang.
Namun demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memilih Bilal daripada Umar. Ini menunjukkan bahwa suara Bilal disamping jeras juga lebih merdu dibandingkan keduanya sebagaimana dalam hadits:
“Sesungguhnya dia (Bilal) lebih lantang dan merdu suaranya dibandingkan engkau (Abdullah bin Zaid).” (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Zaid)
Berdasarkan hadits ini maka disimpulkan bahwa suara yang bagus lebih diutamakan daripada suara yang keras. Jika dua orang sama-sama memiliki suara bagus dan keras maka yang diutamakan adalah yang paling mengerti waktu-waktu shalat, dan begitu seterusnya.
Bolehkah muadzin meminta upah dari pekerjaannya?
Hendaknya bagi muadzin tidak mengambil upah dalam beradzan, karena Allah menjanjikan pahala besar bagi seorang muadzin. Bahkan secara tegas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jadikan muadzin yang tidak mengambil upah dalam adzannya.” (HR. Abu Dawud (447) dari Utsman bin Abil Ash)
Sebab bila tujuan dari adzan bukan untuk Allah dan hanya mengharapkan dunia semata, maka selain tidak mendapat pahala, orang tersebut akan mendapat siksa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan amalan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang di akhirat tidak akan memperoleh apa-apa kecuali neraka dan lenyaplah semua yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka usahakan.” (Hud: 15-16)
Itulah balasan orang yang tujuannya hanya mencari dunia tanpa mengharap pahala di akhirat.
Adapun seorang muadzin yang melakukan adzannya dengan ikhlas untuk Allah namun di lain sisi ia juga meminta upah dari adzannya maka hal ini diperbolehkan. Sebagaimana hal ini dinukilkan oleh Ibnu Qudamah. Demikian pula pendapat Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, dan lain-lain.
Terlebih jika dalam negara tersebut terdapat Baitul Mal seperti Saudi, Emirat, Kuwait dll. Negara-negara tersebut menggaji para muadzin, dan tidak ada ulama yang mengingkarinya. Wallahu a’lam.
Ketentuan dan Tata Cara Adzan
Seorang muadzin hendaknya memperhatikan perkara-perkara berikut:
1. Suci dari hadats besar dan kecil.
Sudah selayaknya seorang muadzin dalam keadaan suci dari hadats besar maupun kecil. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang gemar bertaubat dan mensucikan diri.” (Al Baqarah: 222)
Dan dalam hadits disebutkan:
“Suatu hari aku (bilal) berwudlu kemudian aku berdiri untuk melakukan adzan shalat.” (HR. Abu Dawud, hasan shahih)
Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan disyariatkannya wudlu ketika hendak adzan. Bila terpaksa dilakukan dalam keadaan junub maka hukumnya makruh namun adzannya tetap sah.
2. Adzan dengan berdiri.
Disunnahkan bagi seorang muadzin untuk adzan denan berdiri. Sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Berdirilah wahai Bilal kemudian serukanlah adzan untuk shalat.” (HR. Tirmidzi (175) dari Abdullah bin Zaid)
Sebagian ulama mengatakan bahwa kata “Qum” (berdirilah) adalah perintah untuk menunaikan adzan dan bukan perintah untuk berdiri. Maka para ulama mengatakan bahwa disunnahkan bagi muadzin untuk berdiri tapi jika ia melakukan dengan duduk maka adzannya sah.
3. Menghadap kiblat.
Disunnahkan pula bagi orang yang adzan untuk menghadap kiblat. Ibnul Mundzir telah menukilkan ijma’ dalam hal ini. Dan amalan para ulama salaf, ketika mereka membaca Qur’an, bermajelis ta’lim, muraja’ah hadits, dzikir dan sebagainya mereka enggan untuk menghadap selain arah kiblat.
Arah kiblat mempunyai keutamaan, oleh karenanya kita dilarang untuk meludah ke arah kiblat waktu shalat sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Jika kalian dalam keadaan shalat maka janganlah kalian meludah ke arah kiblat.” (HR. Abu Dawud (404) dari Thariq bin Abdillah Al Muhariby)
Sehingga kaum muslimin hendaknya pun melakukan dzikir kepada Allah menghadap kiblat begitu pun tatkala menyerukan adzan yang merupakan syariat yang mulia.
Namun menghadap kiblat bukanlah syarat sahnya adzan, sehingga adzan tetap dinilai sah meskipun muadzin tidak menghadap arah kiblat.
4. Adzan di tempat yang tinggi.
Disunnahkan pula untuk adzan di tempat yang tinggi sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari seorang wanita Bani Najjar ia berkata:
“Adalah rumahku paling tinggi di antara rumah-rumah yang berada di sekeliling masjid. Dan waktu itu Bilal beradzan subuh. Dia datang waktu sahur kemudian duduk di atas rumah untuk melihat fajar. Kalau dia sudah melihat maka dia berjalan untuk beradzan.” (HR. Abu Dawud 435)
Tujuan adzan di tempat tinggi adalah agar suaranya bisa terdengar di segala penjuru. Namun dengan kemajuan teknologi, kini suara adzan bisa dikuatkan dengan mikrofon sehingga suara lebih keras dan menjangkau berbagai penjuru. Adzan yang semacam ini sah. Dan tidak ada ulama zaman ini yang mengingkari hal tersebut seperti Asy Syaikh Ibnu Baz, Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’y, Asy Syaikh Ibnu Utsaimin, Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi dan sebagainya.
5. Memperhatikan tajwid.
Seorang muadzin hendaknya memperlambat bacaan adzan dan mempercepat bacaan iqamah. Dan hendaknya pula seorang muadzin benar-benar menguasai ilmu tajwid. Menerapkan tajwid dalam adzan adalah kewajiban sebagaimana dalam bacaan Al Qur’an.
Hanya saja ukuran panjang dari mad far’i (Mad Ja’iz Munfashil) pada bacaan adzan ada ketentuan tersendiri. Para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyatakan bahwa yang afdhal adalah 10 harakat atau 14 harakat. Ada pula yang berpendapat bahwa yang lebih utama adalah mengikuti kaidah tajwid yaitu sekitar 6 harakat. Wallahu a’lam.
6. Meletakkan jari-jari di telinga ketika adzan.
Salah satu cara agar suara adzan bisa keras dan bagus adalah dengan memasukkan jari ke lubang telinga. Jumhur ulama mengatakan sunnah bagi muadzin untuk meletakkan jari tangannya ke dalam dua lubang telinganya ketika adzan. Sesuai dengan sabda hadits berikut:
Dari Abu Juhaifah ia berkata, “Aku melihat Bilal adzan dan aku ikuti bibirnya ke arah sini dan ke arah situ dan jari tangannya berada di dalam kedua lubang telinganya.” (HR. Bukhari (598), Muslim (777) dari Abu Juhaifah)
7. Menengok ke kanan dan ke kiri ketika haya’alatain.
Disunnahkan bagi muadzin ketika mengucapkan haya’alatain untuk menengok ke kanan dan kiri tanpa diikuti badannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Saya berusaha mengikuti bibirnya, mengucapkan ke kanan dan kiri hayya ‘alash shalah – hayya ‘alal falaah.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Juhaifah)
Disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dalam Asy Syarhul Mumti’, “Tidak sepantasnya bagi muadzin setelah mengucapkan hayya’alatain baru menengok. Ini tidak ada asalnya. Demikian pula ketika salam dalam shalat. Jika ia lupa menengok ke kanan atau ke kiri karema lupa atau tidak tahu hukumnya maka adzannya sah dan bagi yang sudah tahu hendaklah dia mengamalkannya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
[Diambil dengan diringkas dari buku "Adzan Keutamaan, Ketentuan dan 100 Kesalahannya" karya Al Ustadz Abu Hazim Muhsin bin Muhammad Bashori, penerbit: Daarul Atsar, hal. 17-18, 21-23, 49-59, dan 74-76]
Wallahu a’lam.
Hadits ibnumajah 715
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ عَنْ أَبِيهِ وَكَانَ أَبُوهُ فِي حِجْرِ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ لِي أَبُو سَعِيدٍ إِذَا كُنْتَ فِي الْبَوَادِي فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالْأَذَانِ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَسْمَعُهُ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَجَرٌ وَلَا حَجَرٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ
Tidaklah mendengar suara adzan itu baik jin, manusia, pepohonan & batu kecuali ia akan menjadi saksi baginya. [HR. ibnumajah No.715].
Pahala Manfaat Bagi Para Muadzin
1. Lehernya paling panjang di hari kiamat
Dari Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤَذِّنِينَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat nanti. (HR. Muslim No. 387, Ibnu Majah No. 725, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 777, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2789, Ahmad No. 1681, Abu Ya’la No. 7384, 7388, Al Qudha’i dalam Musnadnya No. 235, Abu ‘Uwanah No. 971, 973, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 2/277, No. 415, dll)
Beragam makna diberikan para imam tentang kalimat “orang yang paling panjang lehernya”, dan tidak satu pun yang memaknai secara hakiki, melainkan majazi saja.
Imam Al Baghawi mengatakan dari Ibnul A’rabi: “Aktsaruhum a’maala” (yang paling banyak amalnya di antara manusia). (Syarhus Sunnah, 2/277)
Ada yang mengatakan bahwa para muadzin akan menjadi pemimpinnya para pemimpin, orang Arab menamakan “pemimpin” sebagai orang yang paling panjang lehernya. Ada yang menyebut para muadzin menjadi orang paling cepat dan dahulu memasuki surga. Dalam As Sunan Al Baihaqi diriwayatkan bahwa Abu Bakar bin Abu Daud berkata: aku mendengar Ayahku berkata: maksud hadits ini bukan lehernya benar-benar menjadi panjang, tetapi pada hari itu manusia kehausan jika mereka haus maka leher mereka mengerut, sementara para muadzin mereka tidak kehausan dan leher mereka tetap tegak. (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/53)
Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi Rahimahullah menjelaskan: “Para salaf dan khalaf berbeda pendapat tentang maknanya. Ada yang mengartikan bahwa muadzin adalah orang yang paling banyak menengok kepada rahmat Allah Ta’ala, karena yang sedang menengok akan memanjangkan lehernya kepada apa yang dia lihat. Jadi, artinya adalah orang yang paling banyak melihat adanya pahala. Berkata An Nadhr bin Syamiil: Pada hari kiamat urat leher manusia terkekang sehingga leher mereka menjadi panjang agar mereka tidak mendapatkan kesusahan dan tidak berkeringat”. (Shahih Muslim, dengan tahqiq Syaikh Fuad Abdul Baqi, 1/290. Ihya’ut Turats Al ‘Arabi, Beirut)
2. Semua makhluk yang mendengar adzan akan menjadi saksi bagi muadzin pada hari kiamat
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata kepada seorang laki-laki:
إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الغَنَمَ وَالبَادِيَةَ، فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ، أَوْ بَادِيَتِكَ، فَأَذَّنْتَ بِالصَّلاَةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ، فَإِنَّهُ: «لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ المُؤَذِّنِ، جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ، إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ القِيَامَةِ»، قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Aku perhatikan kamu ini orang yang suka menggembala dan berkelana, maka jika kamu sedang menggembala kambingmu atau sedang berkelana maka adzanlah kamu dengan adzan seperti adzan shalat, tinggikan suaramu dengan adzan karena sesungguhnya semua yang mendengarkan adzan, baik dari golongan jin dan manusia dan apa pun saja, mereka akan menjadi saksi bagi si muadzin ada hari kiamat nanti. Abu Sa’id berkata: Aku mendengar hal ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (HR. Al Bukhari No. 609)
3. Akan diampuni dosanya sepanjang suaranya dan semua yang mendengarkan adzan di bumi akan mendoakan ampun baginya
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ، مَدَى صَوْتِهِ، وَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ، رَطْبٍ، وَيَابِسٍ، وَشَاهِدُ الصَّلَاةِ، يُكْتَبُ لَهُ خَمْسٌ وَعِشْرُونَ حَسَنَةً، وَيُكَفَّرُ عَنْهُ مَا بَيْنَهُمَا
Bagi muadzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan akan memohonkan ampun baginya semua benda yang basah dan kering, dan orang menghadiri shalat berjamaah akan dicatat baginya 25 kebaikan dan akan dihapus kesalahan di antara keduanya (antara adzan dan shalatnya, pen). (HR. Ibnu Majah No. 724, Abu Daud No. 515, dengan lafazh: “dan akan menjadi saksi baginya semua benda yang basah dan kering …”, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2794, dll)
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu As Sakkan. (Lihat At Talkhish Al Habir, 1/367), Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Ta’liq Musnad Ahmad, 10/337), juga Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya. (Shahih Abi Daud, Shahihul Jami’, Tsamar Al Mustathab, At Ta’liqaat Al Hisaan)
Apa maksud “dosanya akan diampuni sepanjang suaranya”? Berikut ini keterangannya:
قَالَ الْخَطَّابِيُّ: وَفِيهِ وَجْهٌ آخَرُ وَهُوَ أَنَّهُ كَلَامُ تَمْثِيلٍ وَتَشْبِيهٍ، يُرِيدُ أَنَّ الْمَكَانَ الَّذِي يَنْتَهِي إِلَيْهِ الصَّوْتُ لَوْ يُقَدَّرُ أَنْ يَكوُنَ مَا بَيْنَ أَقْصَاهُ وَبَيْنَ مَقَامِهِ الَّذِي هُوَ فِيهِ ذُنُوبُهُ تَمْلَأُ تِلْكَ الْمَسَافَةَ غَفَرَهَا اللَّهُ.
Berkata Al Khaththabi: pada kalimat ini ada makna yang lain, ini adalah ucapan tasybih dan tamtsil, maknanya adalah bahwa sepanjang tempat yang dicapai oleh suaranya sampai akhir, yang seandainya dosa-dosa dia sepenuh antara ujung terjauh dari suaranya sampai tempat dia berdiri, maka Allah akan mengampuni semuanya. (Ittihaf Al Khairah, 1/475)
4. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakan Imam Shalat dan para muadzin
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, berkata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
الْإِمَامُ ضَامِنٌ، وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، اللهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ، وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ
Imam adalah penanggung jawab, muadzin adalah pembawa amanat, Ya Allah berikanlah bimbingan kepada para imam, dan ampunilah dosa para muadzin. (HR. At Tirmidzi No. 207, Abu Daud No. 517, Ahmad No. 7169, Abu Daud Ath Thayalisi No. 2526, Abu Ya’la No 4562, dll)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, Syaikh Salim Husein Asad, Syaikh Syuaib Al Arnauth, Syaikh Al Albani, Syaikh Muhammad Mushthafa Al A’zhami, dan lainnya, dan dihasankan oleh Imam Zainuddin Al ‘Iraqi dalam Takhrijul Ihya.
Maka, kebahagiaan besar bagi para muadzin, Anda didoakan ampunan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
5. Surga bagi para muadzin
Bergembiralah para muadzin dengan berita ini. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةِ الْجَبَلِ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي، قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ، وَكُتِبَ لَهُ بِتَأْذِينِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ سِتُّونَ حَسَنَةً، وَلِكُلِّ إِقَامَةٍ ثَلَاثُونَ حَسَنَةً
Barang siapa adzan selama dua belas tahun maka wajib baginya mendapatkan surga, dan dengan adzannya itu dicatat baginya setiap hari enam puluh kebaikan, dan setiap iqamah yang dia lakukan dia mendapatkan tiga puluh kebaikan. (HR. Ibnu Majah No. 728, Al Bazzar No. 5933, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2795, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath No. 8733, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 418)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Bushiri. (Mishbah Az Zujaajah, 1/92), Imam Ali Al Qari. (Mirqah Al Mafaatih, 2/572), Syaikh Al Albani. (Ash Shahihah No 42, Al Misykah No. 678).
Hadits ibnumajah No.717 Secara Lengkap
[[[Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] dan [Ishaq bin Manshur] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Abu Amir] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Thalhah bin Yahya] dari [Isa bin Thalhah] ia berkata; Aku mendengar [Mu'awiyah bin Abu Sufyan] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat adalah para mu`adzin."]]]
Hadits ibnumajah 718
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عِيسَى أَخُو سُلَيْمٍ الْقَارِيُّ عَنْ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُؤَذِّنْ لَكُمْ خِيَارُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ قُرَّاؤُكُمْ
Hendaklah yg mengumandangkan adzan adl paling baik di antara kalian, & yg menjadi imam adl yg paling baik bacaannya di antara kalian. [HR. ibnumajah No.718].
Hadits ibnumajah No.718 Secara Lengkap
[[[Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Abu Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Husain bin Isa] -saudara Sulaim Al Qari`- dari [Al Hakam bin Aban] dari [Ikrimah] dari [Ibnu 'Abbas] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah yang mengumandangkan adzan adalah paling baik di antara kalian, dan yang menjadi imam adalah yang paling baik bacaannya di antara kalian."]]]
Hadits ibnumajah 719
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا مُخْتَارُ بْنُ غَسَّانَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ الْأَزْرَقُ الْبُرْجُمِيُّ عَنْ جَابِرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ ح و حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ الْفَرَجِ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَمْزَةَ عَنْ جَابِرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَذَّنَ مُحْتَسِبًا سَبْعَ سِنِينَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بَرَاءَةً مِنْ النَّارِ
Barangsiapa mengumandangkan adzan karena ikhlas selama tujuh tahun, maka Allah akan membebaskan dirinya dari neraka. [HR. ibnumajah No.719].
Hadits ibnumajah 720
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَكُتِبَ لَهُ بِتَأْذِينِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ سِتُّونَ حَسَنَةً وَلِكُلِّ إِقَامَةٍ ثَلَاثُونَ حَسَنَةً
Barangsiapa mengumandangkan adzan selama dua belas tahun, maka wajib baginya surga, Dan dgn adzannya, dalam setiap harinya akan dituliskan enam puluh kebaikan, & tiga puluh kebaikan untuk setiap iqamah yg ia lakukan. [HR. ibnumajah No.720].
KEUTAMAAN ADZAN
{الباب الثامن}:
في فضيلة الأذان
قال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ للصَّلاَةِ سَبْعَ سِنينَ مُحْتَسِبا كَتَبَ الله لَهُ بَرَاءَةً مِنَ النَّار}.
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{ “Barang siapa yang adzan selama tujuh tahun ikhlas karena Allah, maka Allah menetapkannya bebas dari neraka”}
وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ ثنْتي عَشَرَة سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ}.
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{ “Barang siapa adzan selama dua belas tahun maka wajb baginya surga”.}
وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ أَذَّنَ خَمْسَ صَلَواتٍ إيمَانا واحْتِسَابا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ من ذنبه}.
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{“Barang siapa yang adzan lima shalat dengan iman dan ikhlas karena Allah, maka diampuni dosa-dosa yang sudah terlewat”.}
وقال صلى الله عليه وسلم: {ثَلاَثَةٌ يَعْصِمُهُمُ الله تَعَالَى مِنْ عَذَابِ القِبْرِ الشَّهِيدُ والمُؤَذِّنُ والمُتَوفَّى يَوْم الجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الجُمُعَةِ}.
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{ “Tiga orang yang Allah jaga dari siksa kubur: syahid, mu`adzin, dan orang yang wafat pada malam atau hari jum`at”.}
وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: {لَوْ يَعْلَم النَّاسُ مَا فِي النِّداءِ والصَّفِّ الأوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاسْتَهَمُوا، وَلَوْ يَعْلَمُونُ ما في التَّهْجيرِ لاستبقوا إليه وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي العِتمَةِ والصُّبْحِ لأتوهُمَا وَلَوْ حَبْوا}.
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{ “Seandainya manusia tahu apa yang ada dalam seruan (adzan) dan shaf awal kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan melakukan undian. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam bersegera , niscaya mereka akan bersegera kepadanya. Seandainya mereka tahu apa yang ada dalam shalat isya` dan subuh niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.”}
وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَبَّلَ إبْهَامَيْهِ فَوَضَعَ عَلَى عَيْنيْه وَقالَ مَرْحبا بِذِكْرِ الله تَعَالى قُرة أعْيُنِنَا بِكَ يَا رَسُولَ الله، فأنَا شَفِيعُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ وَقَائِدُهُ إلى الجنَّةِ }
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{ “Jika waktu adzan tiba maka pintu-pintu langit dibuka dan do`a dikabulkan. Jika datang waktu iqamat maka do`anya tidak ditolak.”}
وقالَ صلى الله عليه وسلم: {مَنْ قَالَ عِنْدَ الأَذانِ مَرْحَبا بالقَائِلينَ عَدْلاً، مَرْحَبَا بالصَّلواتِ وَأَهْلاً، كَتَبَ الله تَعَالى لَهُ أَلْفَ حَسَنَةٍ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ سَيِّئَةٍ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ دَرَجَةٍ}.
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{“Barang siapa mengucapkan ketika adzan: “Selamat datang orang-orang yang mengucapkan keadilan, selamat datang shalat-shalat dan keluarga” maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, menghapus seribu kejelekan dan mengangkat seribu derajat”.}
وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ سَمِعَ الأَذَانَ وَلَمْ يَقُلْ مِثْلَ مَا قَالَ المُؤَذِّنُ فَإنَّهُ يُمْنَعُ مِنَ السُّجُودِ يَوْمَ القِيَامةِ إذَا سَجَدَ المُؤَذِّنُونَ}
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{“Barang siapa mendengar adzan kemudian tidak mengucapkan seperti yang diucapkan mu`adzin, maka dia dihalangi bersujud di hari kiamat ketika para muadzin bersujud”.}
وَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم: {ثَلاَثَةٌ في ظِلِّ العَرْشِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إلاَّ ظِلُّهُ إمامٌ عَادِلٌ وَمُؤَذِّنٌ حَافِظٌ وَقَارِىءُ القُرْآنِ يَقْرأ في كُلِّ لَيْلَةٍ مائَتيْ آية}
Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda :
{ “Tiga orang dalam naungan arasy ketika tidak ada naungan kecuali naungan-NYA: pemimpin yang adil, muadzin yang menjaga, dan pembaca Al-Qur`an yang membaca 200 ayat setiap malam”.}
Wallohu a’lam.
Setiap hari, selama lima kali kaum muslimin mendengar seruan adzan yang berkumandang di masjid-masjid. Adzan ini memberitahukan telah masuknya waktu shalat agar manusia-manusia yang tengah sibuk dengan pekerjaannya istirahat sejenak memenuhi seruan Allah ‘azza wajalla. Demikian pula, yang tengah terlelap tidur menjadi terbangun lantas berwudhu dan mengenakan pakaian terbaiknya untuk menunaikan shalat berjama’ah.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ، حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِيْنَ، فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثَوَّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَر
”Apabila diserukan adzan untuk shalat, syaitan pergi berlalu dalam keadaan ia kentut hingga tidak mendengar adzan. Bila muadzin selesai mengumandangkan adzan, ia datang hingga ketika diserukan iqamat ia berlalu lagi …” (HR. Bukhari no. 608 dan Muslim no. 1267)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga, ia mengabarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوْا
”Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala yang didapatkan dalam adzan dan shaf pertama kemudian mereka tidak dapat memperolehnya kecuali dengan undian niscaya mereka rela berundi untuk mendapatkannya…” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 980)
Muawiyah radhiallahu ‘anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْمؤَذِّنُوْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 850)
Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengabarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَيْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Tidaklah jin dan manusia serta tidak ada sesuatu pun yang mendengar suara lantunan adzan dari seorang muadzin melainkan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 609)
Ibnu ’Umar radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلْمْؤَذِّنِ مُنْتَهَى أََذَانِهِ وَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ سَمِعَهُ
”Diampuni bagi muadzin pada akhir adzannya. Dan setiap yang basah atau pun yang kering yang mendengar adzannya akan memintakan ampun untuknya.” (HR. Ahmad 2: 136. Syaikh Ahmad Syakir berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan para imam dan muadzin,
اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمّةَ وَاغْفِرْ لِلَمْؤَذِّنِيْنَ
”Ya Allah berikan kelurusan bagi para imam dan ampunilah para muadzin.” (HR. Abu Dawud no. 517 dan At-Tirmidzi no. 207, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 217)
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، فَأَرْشَدَ اللهُ الْأَئِمّةَ وَعَفَا عَنِ المْؤَذِّنِيْنَ
“Imam adalah penjamin sedangkan muadzin adalah orang yang diamanahi. Semoga Allah memberikan kelurusan kepada para imam dan memaafkan paramuadzin.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no.1669, dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 239) (lihat Shahih Fiqih Sunnah, Bab Adzan)
Demikianlah keutamaan-keutamaan yang terdapat pada adzan dan muadzin. Semoga kita termasuk dari golongan orang-orang yang ketika mendengar sebuah hadits, segera mengamalkannya. Wallahu a’lam.