Hukum Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras setelah Shalat Fardhu
Dzikir Berjamaah sudah dilakukan ketika zaman Nabi Muhammad Rasulullah SAW , Dzikir jahar Berjamaah adalah sunnah salah satu kebiasaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika selesai melakukan sholat shalat fardhu 5 waktu.
Namun ada yang memandang bahwa dzikir sesudah shalat harus lirih, tidak boleh mengeraskannya apalagi berjamaah karena bisa mengganggu orang di sekitarnya yang juga berdzikir atau mengganggu mereka yang sedang menyelesaikan shalatnya.
Sehingga ketika ada ikhwan yang mengeraskan suara dzikir diingkari dan dianggap bid’ah
Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
“Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Ibnu Abbas menambahkan, ‘Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan itu, apabila aku mendengarnya.”
Masih dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ
“Aku mengetahui selesainya shalat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan takbir.” (HR. al-Bukhari)
Hadits-hadits di atas merupakan dalil tentang sunnahnya menjaharkan (mengeraskan) suara dzikir sesudah shalat. Dan ini menjadi bantahan bagi mereka yang mengingkari dan melarangnya.
Ibnu Daqiq al-‘Id, juga menyatakan hal yang sama, “Dalam hadits ini, terdapat dalil bolehnya mengeraskan dzikir setelah shalat, dan takbir secara khusus termasuk dalam kategori dzikir." (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam)
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan, bahwa hadits ini adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan dzikir sesudah shalat wajib. Dan di antara ulama muta’akhirin yang menyunahkannya adalah Ibnu Hazm al-Zahiri.
Sedangkan Imam al-Syafi’i rahimahullaah, memaknai hadits di atas dengan mengatakan, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan (dzikir sesudah shalat) hanya dalam waktu sementara saja untuk mengajari mereka tentang sifat dzikir, bukan mengeraskan terus menerus. Imam Syafi’i berpendapat agar imam dan makmum melirihkan dzikir kepada Allah Ta’ala sesudah shalat, kecuali kalau imam ingin agar makmum belajar darinya, maka dia mengeraskan dzikirnya sehingga ia melihat makmum telah belajar darinya, lalu melirihkannya.
Dalam hadis riwayat dari Abu Darda':
وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَبْعَثَنَّ اللهُ أَقْوَامًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي وُجُوْهِهِمُ النُّوْرُ عَلَى مَنَابِرِ اللُّؤْلُؤِ يَغْبِطُهُمُ النَّاسُ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ قَالَ فَجَثَّا أَعْرَابِيٌّ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا نَعْرِفُهُمْ قَالَ هُمُ الْمُتَحَابُّوْنَ فِي اللهِ مِنْ قَبَائِلَ شَتَّى وَبِلاَدٍ شَتَّى يَجْتَمِعُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ يَذْكُرُوْنَهُ (رواه الطبراني)
"Rasulullah Saw bersabda: Allah akan membangkitkan kaum-kaum di hari kiamat, di wajahnya terdapat cahaya laksana mutiara, mereka dikerumuni banyak orang, mereka bukan nabi atau syuhada. Kemudian ada seorang a'rabi (suku pedalaman Arab) datang dengan melangkah menggunakan lututnya: Wahai Rasulullah, terangkan kepada kami tentang mereka agar kami mengenalnya. Rasulullah menjawab: Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, mereka dari suku yang berbeda dan dari negara yang berbeda, mereka berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan mereka mengingat-Nya"
(Hadits Riwayat Imam al-Thabrani)
Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras setelah Shalat Fardhu, diantaranya.
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ لَا يُرِيْدُوْنَ بِذَالِكَ إلَّا وَجْهَهُ تَعَالَى إلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْأ مَغْفُوْرًا لَكُمْ –أخرجه الطبراني
Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir dan tidak mengharap kecuali ridla Allah kecuali malaikat akan menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan terampuni dosa-dosa kalian. (HR Ath-Thabrani)
Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum di antaranya adaah hadits qudsi berikut ini. Rasulullah SAW bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَناَ عِنْدَ ظَنِّي عّبْدِي بِي وَأنَا مَعَهُ عِنْدَ ذَكَرَنِي، فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرًا مِنْهُ –منقق عليه
Allah Ta’ala berfirman: Aku kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadapku, dan aku senantiasa menjaganya dan memberinya taufiq serta pertolongan kepadanya jika ia menyebut namaku. Jika ia menyebut namaku dengan lirih Aku akan memberinya pahala dan rahmat dengan sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebutku secara berjamaah atau dengan suara keras maka aku akan menyebutnya di kalangan malaikat yang mulia. (HR Bukhari-Muslim)
Dzikir secara berjamaah juga sangat baik dilakukan setelah shalat. Para ulama menyepakati kesunnahan amalan ini. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW ditanya:
أَيُّ دُعَاءٍ أَسْمَعُ؟
“Apakah Doa yang paling dikabulkan?”
Rasulullah menjawab:
جَوْفُ اللَّيْلِ وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ – قال الترمذي: حديث حسن
“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu." (At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan.
Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjamaah setelah shalat secara khusus, di antaranya hadits Ibnu Abbas berkata:
كُنْتُ أَعْرِفُ إنْقِضَاءِ صَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ – رواه البخاري ومسلم
Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR Bukhari Muslim)
أَنَّ رَفْعَ الصّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ – رواه البخاري ومسلم
Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika jamaah selesai shalat fardlu terjadi pada zaman Rasulullah. (HR Bukhari-Muslim)
Sunnah Nabi yang mulai tidak dilaksanakan oleh segelintir kaum muslim adalah mengeraskan suara ketika dzikir setelah selesai menunaikan shalat fardlu berjama'ah.
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ قَالَ كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ مَوْلًى لَهُمْ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يُهَلِّلُ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِي آخِرِهِ ثُمَّ يَقُولُ ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ حَدَّثَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَوَاتِ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ أَنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ الْمَكِّيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَهُوَ يَقُولُ فِي إِثْرِ الصَّلَاةِ إِذَا سَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمَا وَقَالَ فِي آخِرِهِ وَكَانَ يَذْكُرُ ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Abu Zubair katanya; Seusai shalat setelah salam, Ibn Zubair sering memanjatkan do'a; LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR, LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH, LAA-ILAAHA ILALLAAH WALAA NA'BUDU ILLAA IYYAAH, LAHUN NI'MATU WALAHUL FADHLU WALAHUTS TSANAA'UL HASAN, LAA-ILAAHA ILLALLAAH MUKHLISIHIINA LAHUD DIINA WALAU KARIHAL KAAFIRUUNA. (Tiada sesembahan yang hak selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya selaga puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah. Tiada sesembahan yang hak selain Allah, dan Kami tidak beribadah selain kepada-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu mengeraskan suara dengan kalimat ini setiap selesai shalat. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Abu Sulaiman dari Hisyam bin 'Urwah dari Abu Zubair mantan budak mereka, bahwa Abdullah bin Zubair biasa bertahlil sehabis shalat dengan seperti hadis Ibnu Numair, dan di akhir beliau berkata; Kemudian Ibnu Zubair mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan suaranya dengan kalimat ini sehabis shalat. Dan telah menceritakan kepadaku Ya'kub bin Ibrahim Ad Dauraqi telah menceritakan kepada kami Ibn 'Ulayyah telah menceritakan kepada kami Al Hajjaj bin Abu Usman telah menceritakan kepadaku Abu Zubair katanya; Aku mendengar Abdullah bin Zubair berkhutbah diatas mimbar ini seraya berkata; Apabila Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam selesai salam yaitu sehabis shalat, atau beberapa shalat… lalu ia menyebutkan seperti hadis Hisyam bin 'Urwah. Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salamah Al Muradi telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Musa bin 'Uqbah, bahwa Abu Az Zubair Al Makki menceritakan bahwa ia mendengar Abdulah bin Zubair mengatakan; Yaitu Seusai shalat setelah mengucapkan salam, seperti hadis keduanya. Dan ia katakan di akhir haditsnya; Abu Zubair selalu membaca bacaan ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (HR Muslim 935)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُه. .
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Nashir berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Amru bahwa Abu Ma'bad mantan budak Ibnu 'Abbas, mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma mengabarkan kepadanya, bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ibnu 'Abbas mengatakan, Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya. (HR Bukhari 796)
Ada yang berpendapat bahwa dzikir dengan mengeraskan suara telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena pada waktu itu Beliau melakukannya untuk tujuan pengajaran kepada makmum. Padahal yang ditinggalkan oleh Rasulullah adalah mengeraskan suara pada do'a iftitah atau pada sholat berjamaah ketika sholat dzuhur dan ashar.
Ada yang berpendapat bahwa dizkir dengan mengeraskan surara telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atas pemahaman mereka pada hadits diriwayatkan Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya : "Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri"
Larangan ini adalah larangan terhadap para Sahabat karena mereka memang terlampau mengeraskan suara ketika mendaki tempat yang tinggi.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ أَرْبَعًا وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ وَسَمِعْتُهُمْ يَصْرُخُونَ بِهِمَا جَمِيعًا .
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qalabah dari Anas radliallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat Zhuhur di Madinah empat raka'at dan shalat 'Ashar di Dzul Hulaifah dua raka'at. Dan aku mendengar mereka melakukan talbiyah dengan mengeraskan suara mereka pada keduanya (hajji dan 'umrah). (HR Bukhari 1447)
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada mengeraskan suara sambil menyenandungkannya
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْقُلُ التُّرَابَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى أَغْمَرَ بَطْنَهُ أَوْ اغْبَرَّ بَطْنُهُ يَقُولُ وَاللَّهِ لَوْلَا اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتْ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا إِنَّ الْأُلَى قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ أَبَيْنَا أَبَيْنَا . .
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ishaq dari Al Barra` radliallahu 'anhu dia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ikut mengangkuti tanah pada perang Khandaq, hingga perutnya penuh debu -atau perutnya berdebu-, beliau bersabda: 'Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.' Beliau menyenandungkan itu sambil mengeraskan suaranya." (HR Bukhari 3795)
Jadi yang dilarang adalah suara yang benar-benar terlampau keras sehingga berdzikirnya tidak menghadirkan hati (Hudlurul Qalbi).
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا } قَالَ نَزَلَتْ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخْتَفٍ بِمَكَّةَ كَانَ إِذَا صَلَّى بِأَصْحَابِهِ رَفَعَ صَوْتَهُ بِالْقُرْآنِ فَإِذَا سَمِعَهُ الْمُشْرِكُونَ سَبُّوا الْقُرْآنَ وَمَنْ أَنْزَلَهُ وَمَنْ جَاءَ بِهِ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ } أَيْ بِقِرَاءَتِكَ فَيَسْمَعَ الْمُشْرِكُونَ فَيَسُبُّوا الْقُرْآنَ { وَلَا تُخَافِتْ بِهَا } عَنْ أَصْحَابِكَ فَلَا تُسْمِعُهُمْ { وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا } .
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Husyaim Telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma mengenai firman Allah: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya…, (Al Israa: 110).
Ibnu Abbas berkata; ayat ini turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sembunyi-sembunyi di Makkah.
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bila mengimami shalat para sahabatnya, beliau mengeraskannya saat membaca al Qur`an. Tatkala orang-orang musyrik mendengarkan hal itu, mereka mencela al Qur`an, mencela yang menurunkannya dan yang membawakannya. Maka Allah Azza Wa Jalla berfirman kepada NabiNya: ("Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu") maksudnya adalah dalam bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan mereka mencela al Qu`ran dan: Dan janganlah pula merendahkannya dari para sahabatmu sehingga mereka tidak dapat mendengarkan dan mengambil Al Qu`ran darimu dan: Maka carilah jalan tengah di antara kedua itu. (HR Bukhari 4353)
Selain itu larangan mengeraskan suara dalam berdoa adalah dalam makna majaz (kiasan). Seperti contohnya
"Ya Rabb kabulkanlah doa kami, paling lambat esok hari" atau doa-doa yang pada hakikatnya "mengajarkan" Tuhan sesuai keinginan si pendoa atau bahkan "mendesak" Tuhan untuk mengikuti keinginan si pendoa. Doa-doa seperti itu walaupun diucapkan lirih ataupun diucapkan dalam hati tetaplah termasuk keras dalam berdoa.
Dzikir dengan suara dikeraskan tentulah dalam satu komando, kalau tidak tentu akan timbul kebisingan atau kegaduhan. Apalagi setiap orang berdzikir dengan suara dikeraskan dengan untaian dzikir sesuai keinginan masing-masing tentulah berakibat kebisingan atau kegaduhan.
Sebaiknyalah makmum mengikuti bacaan dzikir yang dipimpin oleh imam dan ketika bagian doa cukup meng-amin-kan saja.
Manfaat zikir berjama'ah adalah kerjasama dalam kebaikan. Salah satu yang hadir dapat "menghantarkan" dzikir sampai (wushul) kepada Allah ta'ala maka seluruh yang hadir akan mendapatkan manfaat termasuk mereka yang hadir sekedar duduk saja.
Dalam sebuah hadits qudsi Abu Hurairah ra meriwayatkan,
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim bin Maimun telah menceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: 'Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi mempunyai beberapa malaikat yang terus berkeliling mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, maka mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Apabila majelis dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit.' Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya: 'Selanjutnya mereka ditanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat Yang sebenarnya Maha Tahu tentang mereka: 'Kalian datang dari mana? ' Mereka menjawab; 'Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu di bumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memohon kepada-Mu ya Allah.' Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apa yang mereka minta? ' Para malaikat menjawab; 'Mereka memohon surga-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya lagi: 'Apakah mereka pernah melihat surga-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihatnya ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya mereka pernah melihat surga-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala balik bertanya: 'Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihat neraka-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, sepertinya mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepada-Mu? ' Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawab: 'Ketahuilah hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi mereka dari neraka.' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, di dalam majelis mereka itu ada seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat lalu duduk bersama mereka.' Maka Allah menjawab: 'Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku akan mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah suatu kaum yang teman duduknya tak bakalan celaka karena mereka. (HR Muslim 4854)
Dari Hadits penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengeraskan bacaan dzikir secara berjamaah sesudah shalat wajib adalah sunnah. Demikian beberapa hadits yang menerangkan tentang Hukum Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras setelah Shalat Fardhu
Namun ada yang memandang bahwa dzikir sesudah shalat harus lirih, tidak boleh mengeraskannya apalagi berjamaah karena bisa mengganggu orang di sekitarnya yang juga berdzikir atau mengganggu mereka yang sedang menyelesaikan shalatnya.
Sehingga ketika ada ikhwan yang mengeraskan suara dzikir diingkari dan dianggap bid’ah
Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
“Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Ibnu Abbas menambahkan, ‘Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan itu, apabila aku mendengarnya.”
Masih dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ
“Aku mengetahui selesainya shalat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan takbir.” (HR. al-Bukhari)
Hadits-hadits di atas merupakan dalil tentang sunnahnya menjaharkan (mengeraskan) suara dzikir sesudah shalat. Dan ini menjadi bantahan bagi mereka yang mengingkari dan melarangnya.
Ibnu Daqiq al-‘Id, juga menyatakan hal yang sama, “Dalam hadits ini, terdapat dalil bolehnya mengeraskan dzikir setelah shalat, dan takbir secara khusus termasuk dalam kategori dzikir." (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam)
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan, bahwa hadits ini adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan dzikir sesudah shalat wajib. Dan di antara ulama muta’akhirin yang menyunahkannya adalah Ibnu Hazm al-Zahiri.
Sedangkan Imam al-Syafi’i rahimahullaah, memaknai hadits di atas dengan mengatakan, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan (dzikir sesudah shalat) hanya dalam waktu sementara saja untuk mengajari mereka tentang sifat dzikir, bukan mengeraskan terus menerus. Imam Syafi’i berpendapat agar imam dan makmum melirihkan dzikir kepada Allah Ta’ala sesudah shalat, kecuali kalau imam ingin agar makmum belajar darinya, maka dia mengeraskan dzikirnya sehingga ia melihat makmum telah belajar darinya, lalu melirihkannya.
Dalam hadis riwayat dari Abu Darda':
وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَبْعَثَنَّ اللهُ أَقْوَامًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي وُجُوْهِهِمُ النُّوْرُ عَلَى مَنَابِرِ اللُّؤْلُؤِ يَغْبِطُهُمُ النَّاسُ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ قَالَ فَجَثَّا أَعْرَابِيٌّ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا نَعْرِفُهُمْ قَالَ هُمُ الْمُتَحَابُّوْنَ فِي اللهِ مِنْ قَبَائِلَ شَتَّى وَبِلاَدٍ شَتَّى يَجْتَمِعُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ يَذْكُرُوْنَهُ (رواه الطبراني)
"Rasulullah Saw bersabda: Allah akan membangkitkan kaum-kaum di hari kiamat, di wajahnya terdapat cahaya laksana mutiara, mereka dikerumuni banyak orang, mereka bukan nabi atau syuhada. Kemudian ada seorang a'rabi (suku pedalaman Arab) datang dengan melangkah menggunakan lututnya: Wahai Rasulullah, terangkan kepada kami tentang mereka agar kami mengenalnya. Rasulullah menjawab: Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, mereka dari suku yang berbeda dan dari negara yang berbeda, mereka berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan mereka mengingat-Nya"
(Hadits Riwayat Imam al-Thabrani)
Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras setelah Shalat Fardhu, diantaranya.
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ لَا يُرِيْدُوْنَ بِذَالِكَ إلَّا وَجْهَهُ تَعَالَى إلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْأ مَغْفُوْرًا لَكُمْ –أخرجه الطبراني
Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir dan tidak mengharap kecuali ridla Allah kecuali malaikat akan menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan terampuni dosa-dosa kalian. (HR Ath-Thabrani)
Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum di antaranya adaah hadits qudsi berikut ini. Rasulullah SAW bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَناَ عِنْدَ ظَنِّي عّبْدِي بِي وَأنَا مَعَهُ عِنْدَ ذَكَرَنِي، فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرًا مِنْهُ –منقق عليه
Allah Ta’ala berfirman: Aku kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadapku, dan aku senantiasa menjaganya dan memberinya taufiq serta pertolongan kepadanya jika ia menyebut namaku. Jika ia menyebut namaku dengan lirih Aku akan memberinya pahala dan rahmat dengan sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebutku secara berjamaah atau dengan suara keras maka aku akan menyebutnya di kalangan malaikat yang mulia. (HR Bukhari-Muslim)
Dzikir secara berjamaah juga sangat baik dilakukan setelah shalat. Para ulama menyepakati kesunnahan amalan ini. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW ditanya:
أَيُّ دُعَاءٍ أَسْمَعُ؟
“Apakah Doa yang paling dikabulkan?”
Rasulullah menjawab:
جَوْفُ اللَّيْلِ وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ – قال الترمذي: حديث حسن
“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu." (At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan.
Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjamaah setelah shalat secara khusus, di antaranya hadits Ibnu Abbas berkata:
كُنْتُ أَعْرِفُ إنْقِضَاءِ صَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ – رواه البخاري ومسلم
Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR Bukhari Muslim)
أَنَّ رَفْعَ الصّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ – رواه البخاري ومسلم
Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika jamaah selesai shalat fardlu terjadi pada zaman Rasulullah. (HR Bukhari-Muslim)
Sunnah Nabi yang mulai tidak dilaksanakan oleh segelintir kaum muslim adalah mengeraskan suara ketika dzikir setelah selesai menunaikan shalat fardlu berjama'ah.
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ قَالَ كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ مَوْلًى لَهُمْ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يُهَلِّلُ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِي آخِرِهِ ثُمَّ يَقُولُ ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ حَدَّثَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَوَاتِ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ أَنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ الْمَكِّيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَهُوَ يَقُولُ فِي إِثْرِ الصَّلَاةِ إِذَا سَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمَا وَقَالَ فِي آخِرِهِ وَكَانَ يَذْكُرُ ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Abu Zubair katanya; Seusai shalat setelah salam, Ibn Zubair sering memanjatkan do'a; LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR, LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH, LAA-ILAAHA ILALLAAH WALAA NA'BUDU ILLAA IYYAAH, LAHUN NI'MATU WALAHUL FADHLU WALAHUTS TSANAA'UL HASAN, LAA-ILAAHA ILLALLAAH MUKHLISIHIINA LAHUD DIINA WALAU KARIHAL KAAFIRUUNA. (Tiada sesembahan yang hak selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya selaga puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah. Tiada sesembahan yang hak selain Allah, dan Kami tidak beribadah selain kepada-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu mengeraskan suara dengan kalimat ini setiap selesai shalat. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Abu Sulaiman dari Hisyam bin 'Urwah dari Abu Zubair mantan budak mereka, bahwa Abdullah bin Zubair biasa bertahlil sehabis shalat dengan seperti hadis Ibnu Numair, dan di akhir beliau berkata; Kemudian Ibnu Zubair mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan suaranya dengan kalimat ini sehabis shalat. Dan telah menceritakan kepadaku Ya'kub bin Ibrahim Ad Dauraqi telah menceritakan kepada kami Ibn 'Ulayyah telah menceritakan kepada kami Al Hajjaj bin Abu Usman telah menceritakan kepadaku Abu Zubair katanya; Aku mendengar Abdullah bin Zubair berkhutbah diatas mimbar ini seraya berkata; Apabila Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam selesai salam yaitu sehabis shalat, atau beberapa shalat… lalu ia menyebutkan seperti hadis Hisyam bin 'Urwah. Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salamah Al Muradi telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Musa bin 'Uqbah, bahwa Abu Az Zubair Al Makki menceritakan bahwa ia mendengar Abdulah bin Zubair mengatakan; Yaitu Seusai shalat setelah mengucapkan salam, seperti hadis keduanya. Dan ia katakan di akhir haditsnya; Abu Zubair selalu membaca bacaan ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (HR Muslim 935)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُه. .
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Nashir berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Amru bahwa Abu Ma'bad mantan budak Ibnu 'Abbas, mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma mengabarkan kepadanya, bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir setelah orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ibnu 'Abbas mengatakan, Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya. (HR Bukhari 796)
Ada yang berpendapat bahwa dzikir dengan mengeraskan suara telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena pada waktu itu Beliau melakukannya untuk tujuan pengajaran kepada makmum. Padahal yang ditinggalkan oleh Rasulullah adalah mengeraskan suara pada do'a iftitah atau pada sholat berjamaah ketika sholat dzuhur dan ashar.
Ada yang berpendapat bahwa dizkir dengan mengeraskan surara telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atas pemahaman mereka pada hadits diriwayatkan Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya : "Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri"
Larangan ini adalah larangan terhadap para Sahabat karena mereka memang terlampau mengeraskan suara ketika mendaki tempat yang tinggi.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ أَرْبَعًا وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ وَسَمِعْتُهُمْ يَصْرُخُونَ بِهِمَا جَمِيعًا .
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qalabah dari Anas radliallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat Zhuhur di Madinah empat raka'at dan shalat 'Ashar di Dzul Hulaifah dua raka'at. Dan aku mendengar mereka melakukan talbiyah dengan mengeraskan suara mereka pada keduanya (hajji dan 'umrah). (HR Bukhari 1447)
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada mengeraskan suara sambil menyenandungkannya
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْقُلُ التُّرَابَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى أَغْمَرَ بَطْنَهُ أَوْ اغْبَرَّ بَطْنُهُ يَقُولُ وَاللَّهِ لَوْلَا اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتْ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا إِنَّ الْأُلَى قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ أَبَيْنَا أَبَيْنَا . .
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ishaq dari Al Barra` radliallahu 'anhu dia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ikut mengangkuti tanah pada perang Khandaq, hingga perutnya penuh debu -atau perutnya berdebu-, beliau bersabda: 'Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya.' Beliau menyenandungkan itu sambil mengeraskan suaranya." (HR Bukhari 3795)
Jadi yang dilarang adalah suara yang benar-benar terlampau keras sehingga berdzikirnya tidak menghadirkan hati (Hudlurul Qalbi).
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا } قَالَ نَزَلَتْ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخْتَفٍ بِمَكَّةَ كَانَ إِذَا صَلَّى بِأَصْحَابِهِ رَفَعَ صَوْتَهُ بِالْقُرْآنِ فَإِذَا سَمِعَهُ الْمُشْرِكُونَ سَبُّوا الْقُرْآنَ وَمَنْ أَنْزَلَهُ وَمَنْ جَاءَ بِهِ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ } أَيْ بِقِرَاءَتِكَ فَيَسْمَعَ الْمُشْرِكُونَ فَيَسُبُّوا الْقُرْآنَ { وَلَا تُخَافِتْ بِهَا } عَنْ أَصْحَابِكَ فَلَا تُسْمِعُهُمْ { وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا } .
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Husyaim Telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma mengenai firman Allah: dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya…, (Al Israa: 110).
Ibnu Abbas berkata; ayat ini turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sembunyi-sembunyi di Makkah.
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bila mengimami shalat para sahabatnya, beliau mengeraskannya saat membaca al Qur`an. Tatkala orang-orang musyrik mendengarkan hal itu, mereka mencela al Qur`an, mencela yang menurunkannya dan yang membawakannya. Maka Allah Azza Wa Jalla berfirman kepada NabiNya: ("Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu") maksudnya adalah dalam bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan mereka mencela al Qu`ran dan: Dan janganlah pula merendahkannya dari para sahabatmu sehingga mereka tidak dapat mendengarkan dan mengambil Al Qu`ran darimu dan: Maka carilah jalan tengah di antara kedua itu. (HR Bukhari 4353)
Selain itu larangan mengeraskan suara dalam berdoa adalah dalam makna majaz (kiasan). Seperti contohnya
"Ya Rabb kabulkanlah doa kami, paling lambat esok hari" atau doa-doa yang pada hakikatnya "mengajarkan" Tuhan sesuai keinginan si pendoa atau bahkan "mendesak" Tuhan untuk mengikuti keinginan si pendoa. Doa-doa seperti itu walaupun diucapkan lirih ataupun diucapkan dalam hati tetaplah termasuk keras dalam berdoa.
Dzikir dengan suara dikeraskan tentulah dalam satu komando, kalau tidak tentu akan timbul kebisingan atau kegaduhan. Apalagi setiap orang berdzikir dengan suara dikeraskan dengan untaian dzikir sesuai keinginan masing-masing tentulah berakibat kebisingan atau kegaduhan.
Sebaiknyalah makmum mengikuti bacaan dzikir yang dipimpin oleh imam dan ketika bagian doa cukup meng-amin-kan saja.
Manfaat zikir berjama'ah adalah kerjasama dalam kebaikan. Salah satu yang hadir dapat "menghantarkan" dzikir sampai (wushul) kepada Allah ta'ala maka seluruh yang hadir akan mendapatkan manfaat termasuk mereka yang hadir sekedar duduk saja.
Dalam sebuah hadits qudsi Abu Hurairah ra meriwayatkan,
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim bin Maimun telah menceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: 'Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi mempunyai beberapa malaikat yang terus berkeliling mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, maka mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Apabila majelis dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit.' Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya: 'Selanjutnya mereka ditanya Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat Yang sebenarnya Maha Tahu tentang mereka: 'Kalian datang dari mana? ' Mereka menjawab; 'Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu di bumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memohon kepada-Mu ya Allah.' Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apa yang mereka minta? ' Para malaikat menjawab; 'Mereka memohon surga-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya lagi: 'Apakah mereka pernah melihat surga-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihatnya ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya mereka pernah melihat surga-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala balik bertanya: 'Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku? ' Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihat neraka-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, sepertinya mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepada-Mu? ' Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawab: 'Ketahuilah hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi mereka dari neraka.' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, di dalam majelis mereka itu ada seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat lalu duduk bersama mereka.' Maka Allah menjawab: 'Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku akan mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah suatu kaum yang teman duduknya tak bakalan celaka karena mereka. (HR Muslim 4854)
Dari Hadits penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengeraskan bacaan dzikir secara berjamaah sesudah shalat wajib adalah sunnah. Demikian beberapa hadits yang menerangkan tentang Hukum Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras setelah Shalat Fardhu