4 Madzhab Ilmu Fiqih Dan Hukum BerMadzhab Dalam Islam
4 Madzhab dalam Ilmu Fiqih Dan Hukum BerMadzhab Dalam Islam
Ushul Fiqh’ 4 mazhab : Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabila
Mazhab menurut ulama Fiqh, adalah sebuah metodologi Fiqh khusus yang dijalani oleh seorang ahli Fiqh yang berbeda dengan ahli fikih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu’.
Ini adalah pengertian mazhab secara umum, bukan suatu mazhab khusus
Ahlus-Sunnah wal Jama'ah membagi 4 empat mazhab. Di dalam keyakinan islam, 4 empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.
Ushul fiqh adalah disiplin ilmu yang mengkaji cara-cara membuat konklusi hukum atau “manaahij al-ijtihad” (metodologi ijtihad) merupakan salah satu disiplin ilmu yang diklaim sebagai ilmu yang orisinil, asli produk Islam tanpa adopsi dari peradaban lain, meskipun pada perkembangan selanjutnya ilmu ini mengalami asimilasi yang ditandai dengan merasuknya ilmu mantiq pada kitab Al-Mushtasfa, karangan Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali (wafat 505 H) dan itupun pada sebagian pembahasan saja.
14 abad silam Nabi Muhammad saw jauh-jauh sudah memberikan titik barometer umat ini, dalam sabda beliau; "Barang siapa yang Allah kehendaki jadi orang yang baik niscaya Allah “mem-faqih-kannya” (memahamkannya) dalam urusan agama."
Pengertian Mazhab
Mazhab.
Mazhab adalah ism makan atau ism zaman yang berasal dari kata;
ذهب – يذهب – ذهبا / ذهابا
yang berarti pergi atau berjalan, maka secara bahasa arti mazhab adalah tempat berjalan/jalan atau waktu berpergian. Pengertian mazhab dalam bingkai syari`at adalah sekumpulan pemikiran / metode berfikir Imam Mujtahid dibidang hukum-hukum syari`at yang digali dengan menggunakan dalil-dalil secara terperinci, dan kaedah-kaedah ushul. Jadi Mazhab yang kita maksudnya di sini adalah mazhab dalam bidang ilmu fiqh.
Saat ini kita mengenal 4 / empat Mazhab dalam dunia islam, yaitu:
1. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi dibentuk oleh seorang ulama besar kufah yang bernama lengkap, Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha al-Kufii. Beliau lahir pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 150 H. beliau adalah termasuk dalam atba’ al-tabi’in, dan ada ulama yang mengatakan bahwa beliau tergolong dalam Tabi’in, yang hidup dalam dua daulah yaitu daulah umayyah dan daulah ‘abbasiyyah, sehingga beliau pernah bertemu dengan Anas bin Malik dan juga meriwatkan hadits darinya.[1] Sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.
2. Mazhab Maliki
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama besar madinah yang lahir pada tahun 93 H/73 M, dari keluarga Arab terhormat, bernama lengkap Abu ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir bin amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Ashbahi. Orang tua dan leluhurnya dikenal sebagai ulama hadits Madinah, kerena ini membuat imam Malik sejak kecil mencintai ilmu hadits dan ilmu lainnya. Mula-mula beliau menimba ilmu hadits pada ayah dan paman-pamannya. Kemudian berguru kepada ulama-ulama terkenal antara lain, ‘Abd ar-Rahman bin Hurmuz dan Nafi’ Maula Ibn ‘Umar. Dan guru beliau dibidang fiqh ialah, Rabi’ah bin ‘Abd Ar-Rahman, dan imam Ja’far ash-Shadiq[2].
Imam Malik telah menguasai banyak ilmu sehingga tidak sedikit ulama yang menimba ilmu padanya, termasuk diantaranya imam Syafi’i penegak pertama mazhab Syafi’i, Bahkan menurut satu riwayat, murid terkenal imam Malik mencapai 1.300 orang. Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki. saat ini ada di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.
3. Mazhab Syafi’i
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama yang lahir pada tahun 150 H, di Gazza bagian selatan dari Palestina. Bernama lengkap imam Abu ‘Abd al-llah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Abu Yazid bin Hasyim bin ‘Abd al-Muthallib al-Quraiyi al-Hasyimi, yang bertemu dengan Rasulullah pada kakek beliau yang kesembilan. Sedangkan ibunya bernama Fathimah binti ‘Abdillah bin Hasan bin Husain bin ‘Ali Ra yang merupakan shahabat dan menantu Rasulullah SAW.
Sejak masih usia Sembilan tahun, beliau sudah hafal seluruh al-Qur’an, kemudian dalam usia sepuluh tahun, beliau sudah hafal kitab al-muwattha’ imam Malik yang memuat lima ribu hadits-hadits shahih. Banyanya ilmu yang beliau miliki karena ketekunannya dalam mencari ilmu, hampir setiap pusat ilmu berliau ziarahi seperti Mekkah, Madinah, Iraq, Kufah dan Mesir, disana beliau berjumpa dengan ulama-ulama besar, seperti imam Malik, dimana imam Syafi’i selalu bersama beliau selama satu tahun. Dan Abu Yusuf, ashhab dari Abu Hanifah.
Pada tahun 179 H, beliau diberi izin oleh imam Malik untuk berfatwa sendiri, namun beliau tetap bertaqlid pada guru-gurunya, sehingga pada tahun 198 H, sesudah usia beliau genap 48 tahun, mulailah berfatwa sendiri dengan lisan maupun dengan tulisan, pertama memberi fatwa di ‘Iraq yang diishtilahkan dengan al-Qaulul Qadim, kemudian berpindah ke Mesir dan fatwa beliau selama disini diishtilahkan dengan al-Qaulul Jadid. Di kota inilah beliau menghadap Allah Swt sesudah shalat maghrib malam Jum’at, akhir bulan Rajab pada tahun 204 H, bertepatan dengan 28 Juni 819 M. Mazhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.
4. Mazhab Hanbali
Mazhab ini didirikan oleh imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asada az-Zuhili asy-Syaibani, beliau lahir di pusat pengembangan islam Baghdad pada tahun 164 H dan dikota ini pula banyak menghabiskan masa hidupnya untuk mengabdi pada pendidikan islam sehingga wafat pada bulan Rabi’ul Awal tahun 241 H, sebagaimana ulama lainnya, beliau juga hijrah kepusat-pusat ilmu pengetahuan lainnya seperti, kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah.
Beliau adalah seorang ulama hadits, dan fiqh yang banyak menghafal hadits dari guru-gurunya antara lain Imam Syafi’i dan Hasyim bin Basyir bin Abi Khazim al-Bukhari sehingga beliau menyusun satu kitab yang memuat empat puluh ribu hadits. Banyak para ulama yang memberi kesaksian atas ketinggian ilmunya, antara lain Ibrahim al-Harbi berkata “aku lihat Ahmad bin Hanbal seolah-olah beliau telah mengumpulkan ilmu ulama terdahulu dan selanjutnya”[3]. sekarang ini Mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Selain mazhab yang empat masih terdapat mazhab lain, seperti Mazhab Al-Ibadhiyah yang didirikan oleh Jabir bin Zaid (wafat 93 H). Mazhab Azh-Zhahiriyah yang didirikan oleh Daud bin Ali Azh-Zhahiri (wafat 270 H), Mazhab Laist yang didirikan oleh imam al-Laits bin sa’ad bin’Abdur rahman al-Fahmi ( 94 H-175 H), Mazhab Tsaury didirikan oleh Imam Sufyan ibn Sa’id bin Masruq bin Habib bin Rafi’I, ( 97 H/715 M ), Mazhab Auza`i didirikan oleh Abdurrahman Al Auza’i (wafat 113 H), Mazhab Ishaq ibn Rahawiyah, Mazhab Sufyan bin Uyainah, Mazhab Imam Hasan Basri.
Namun selain mazhab yang empat semuanya tidak bertahan lama pengikutnya hanya ada pada saat Imam mazhabnya masih hidup, setelah beliau wafat tidak ada lagi yang meneruskan mazhabnya. Karena itu sangat sulit bagi kita menelusuri mazhab selain empat apalagi bermazhab dengan selain yang empat.
Kewajiban bermazhab.
Bermazhab atau mengikuti salah satu mazhab fiqh islam tertentu dalam kehidupan beragama merupakan persoalan klasik yang telah dibahas oleh para ulama dalam berbagai buku-buku ‘Ushul Fiqh’ lintas mazhab yang empat: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Untuk mengetahui hukum bermazhab dalam persoalan fiqh ini, maka kita perlu mengetahui bahwa ‘cara bermazhab’ yang populer ada dua macam:
1. Menjadikan salah satu mazhab fiqh sebagai fondasi atau dasar keilmuan.
2. Menjadikan salah satu mazhab sebagai patokan dalam beragama.
Umumnya, manusia didunia terbagi kepada dua kelompok, yaitu pandai (alim) dan awam. Yang dimaksud dengan orang pandai (alim) dalam diskursus pemahaman bermazhab adalah orang-orang yang telah memiliki kemampuan menggali hukum dari Al Quran dan Hadis yang dinamakan sebagai Mujtahid. Sedangkan orang yang awam adalah orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk itu disebut sebagai Muqallid. Keadaan mereka mengikuti para imam Mujtahid dinamakan dengan taqlid.
Kewajiban terhadap setiap muslim adalah meyakini dan mengamalkan apa yang telah disampaikan Rasulullah dalam al-Qur’an dan Sunnah secara benar. Bagi para mujtahid, dengan kemampuan yang mereka miliki, mereka dapat menggali hukum sendiri dari Al-Quran dan Hadis bahkan bagi mereka tidak boleh mengikuti pendapat orang lain. Sedangkan bagi orang awam betapa berat bagi mereka untuk memahami dan mengambil hukum dari Al Quran dan Hadis. Maka bermazhab adalah semata-mata untuk memudahkan mereka mengikuti ajaran agama dengan benar, sebab mereka tidak perlu lagi mencari setiap permasalahan dari sumber aslinya yaitu al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dll, namun mereka cukup membaca ringkasan tata cara beribadah dari mazhab-mazhab tersebut.
Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya beragama bagi orang awam, bila harus mempelajari semua ajaran agamanya melalui al-Qur’an dan Hadist. Betapa beratnya beragama bila semua orang harus berijtihad. Dan banyak sektor yang menjadi kebutuhan manusia akan terbengkalai kalau seandainya setiap manusia berkewajiban untuk berijtihad, karena untuk memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut tentu menghabiskan waktu yang lama dalam mempelajarinya.
Taqlid dalam perbandingan lain dapat kita ibaratkan dengan mengkonsumsi makanan siap saji yang telah di masak oleh ahlinya. Bila kita ingin memasaknya sendiri tentu saja kita harus terlebih dahulu menyiapkan bahan-bahan makanan tersebut dan harus mempelajari cara-cara memasaknya serta mempunyai pengalaman dalam memasak. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu bahkan kadang-kadang hasil yang diperoleh tidak memuaskan, tidak menjadi makanan yang lezat. Demikian juga dalam taqlid, tentu saja ia harus dahulu mempelajari dan menguasai syarat-syarat ijihad. Bisa saja karena kemampuan yang masih kurang hukum yang dihasilkan adalah hukum yang fasid.
Ayat dan Hadis landasan Taqlid.
Sebenarnya banyak ayat-ayat Al Quran dan Hadis yang menjadi landasan kewajiban bertaqlid bagi manusia, antara lain:
Surat Al Anbiya ayat 7
فسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
“maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui”(Qs.Al-anbia:7)
Memang ayat diatas asbabun nuzulnya untuk menyikapi prediksi orang-orang musyrik yang menyatakan Allah tidak akan mengutus rasul dari jenis manusia . Namun dalam undang-undang usul fiqh yang menjadi pertimbangan hukum dan titik tekan dalam sebuah ayat adalah keumuman (universal) lafadz ayat.
Dengan demikian ayat diatas sebenarnya mengandung perintah kepada orang yang tidak memiliki ilmu agama agar bertanya dan mengikuti pendapat orang yang pandai diantara mereka. Secara tekstual, ayat diatas berisi perintah bertanya kepada orang yang pintar. Tidak ada informasi perintah taklid, sehingga tidak bisa di jadikan dalil kewajiban taklid. Namun pemahaman demikian kurang tepat, sebab bila diperhatikan lebih teliti, perintah diatas termasuk perintah mutlak dan umum.Tidak ditemukan kekhususan perintah bertanya tentang dalil atau yang lainnya. Sehingga ayat tersebut bias menjadi dalil kewajiban taklid.
Surat An Nisa ayat 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya: ‘’hai orang-orang yang beriman! Turutilah Allah dan turutilah Rasul dan ulil amri dari
kamu’’ (An Nisa 59)
‘’Ulil amri’’ dalam ayat diatas diartikan oleh para mufassir dengan ‘’ulama-ulama’’. Diantara para mufassir yang berpendapat demikian adalah ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, Hasan, `Atha` dll. Maka dalam ayat ini diperintahkan kepada kaum muslim untuk mengikut para ulama yang tak lain disebut taqlid.
Surat As sajadah ayat 24
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pamimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar, dan mereka meyakini ayat-ayat kami” (Qs. As-sajadah :24)
Abu As-su’ud berkomentar, subtansi ayat di atas menjelaskan tentang para imam yang memberi petunjuk kepada umat tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dengan demikian wajib bagi umat untuk mengikuti petunjuk yang mereka berikan.
Hadis riwayat Turmuzi dll
اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ” أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ
“Ikutilah dua orang sesudah saya, yaitu Abu Bakar dan Umar“ (H.R. Turmuzi, Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Dalam hadis ini jelas kita disuruh kita mengikuti dua Ulama yang juga shahabat Nabi yaitu Abu bakar dan Umar Rda. Ini adalah perintah untuk Taqlid.
Hadis riwayat Baihaqi
أصحابي كا لنجوم باءيهم اقبديتم اهتديتم (رواه البيهقي
“Sahabatku seperti bintang, siapa saja yang kamu ikuti maka kamu telah mendapat hidayat” (Riwayat Imam Baihaqi).
Semua hadits diatas menggambarkan bahwa para sahabat dan ulama-ulama setelah sahabat, merupakan pelita bagi umat manusia, sehingga Rasulullah menjadikan para ulama sebagai pewaris para Anbiya’ dalam memberi petunjuk kepada ummat. Mengikuti mujtahid pada hakikat adalah mengikuti Allah dan RasulNya, dan lagi para ulama telah sepakat bahwa ijtihad mereka bersumber pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul karena silsilahnya (ikatan) dengan Rasulullah tidak diragukan, maka mengikuti mujtahid juga dinamakan mengikuti Rasulullah
Mazhab menurut ulama Fiqh, adalah sebuah metodologi Fiqh khusus yang dijalani oleh seorang ahli Fiqh yang berbeda dengan ahli fikih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu’.
Ini adalah pengertian mazhab secara umum, bukan suatu mazhab khusus
Ahlus-Sunnah wal Jama'ah membagi 4 empat mazhab. Di dalam keyakinan islam, 4 empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.
Ushul fiqh adalah disiplin ilmu yang mengkaji cara-cara membuat konklusi hukum atau “manaahij al-ijtihad” (metodologi ijtihad) merupakan salah satu disiplin ilmu yang diklaim sebagai ilmu yang orisinil, asli produk Islam tanpa adopsi dari peradaban lain, meskipun pada perkembangan selanjutnya ilmu ini mengalami asimilasi yang ditandai dengan merasuknya ilmu mantiq pada kitab Al-Mushtasfa, karangan Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali (wafat 505 H) dan itupun pada sebagian pembahasan saja.
14 abad silam Nabi Muhammad saw jauh-jauh sudah memberikan titik barometer umat ini, dalam sabda beliau; "Barang siapa yang Allah kehendaki jadi orang yang baik niscaya Allah “mem-faqih-kannya” (memahamkannya) dalam urusan agama."
Pengertian Mazhab
Mazhab.
Mazhab adalah ism makan atau ism zaman yang berasal dari kata;
ذهب – يذهب – ذهبا / ذهابا
yang berarti pergi atau berjalan, maka secara bahasa arti mazhab adalah tempat berjalan/jalan atau waktu berpergian. Pengertian mazhab dalam bingkai syari`at adalah sekumpulan pemikiran / metode berfikir Imam Mujtahid dibidang hukum-hukum syari`at yang digali dengan menggunakan dalil-dalil secara terperinci, dan kaedah-kaedah ushul. Jadi Mazhab yang kita maksudnya di sini adalah mazhab dalam bidang ilmu fiqh.
Saat ini kita mengenal 4 / empat Mazhab dalam dunia islam, yaitu:
1. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi dibentuk oleh seorang ulama besar kufah yang bernama lengkap, Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha al-Kufii. Beliau lahir pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 150 H. beliau adalah termasuk dalam atba’ al-tabi’in, dan ada ulama yang mengatakan bahwa beliau tergolong dalam Tabi’in, yang hidup dalam dua daulah yaitu daulah umayyah dan daulah ‘abbasiyyah, sehingga beliau pernah bertemu dengan Anas bin Malik dan juga meriwatkan hadits darinya.[1] Sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.
2. Mazhab Maliki
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama besar madinah yang lahir pada tahun 93 H/73 M, dari keluarga Arab terhormat, bernama lengkap Abu ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir bin amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Ashbahi. Orang tua dan leluhurnya dikenal sebagai ulama hadits Madinah, kerena ini membuat imam Malik sejak kecil mencintai ilmu hadits dan ilmu lainnya. Mula-mula beliau menimba ilmu hadits pada ayah dan paman-pamannya. Kemudian berguru kepada ulama-ulama terkenal antara lain, ‘Abd ar-Rahman bin Hurmuz dan Nafi’ Maula Ibn ‘Umar. Dan guru beliau dibidang fiqh ialah, Rabi’ah bin ‘Abd Ar-Rahman, dan imam Ja’far ash-Shadiq[2].
Imam Malik telah menguasai banyak ilmu sehingga tidak sedikit ulama yang menimba ilmu padanya, termasuk diantaranya imam Syafi’i penegak pertama mazhab Syafi’i, Bahkan menurut satu riwayat, murid terkenal imam Malik mencapai 1.300 orang. Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Maliki. saat ini ada di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.
3. Mazhab Syafi’i
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama yang lahir pada tahun 150 H, di Gazza bagian selatan dari Palestina. Bernama lengkap imam Abu ‘Abd al-llah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Abu Yazid bin Hasyim bin ‘Abd al-Muthallib al-Quraiyi al-Hasyimi, yang bertemu dengan Rasulullah pada kakek beliau yang kesembilan. Sedangkan ibunya bernama Fathimah binti ‘Abdillah bin Hasan bin Husain bin ‘Ali Ra yang merupakan shahabat dan menantu Rasulullah SAW.
Sejak masih usia Sembilan tahun, beliau sudah hafal seluruh al-Qur’an, kemudian dalam usia sepuluh tahun, beliau sudah hafal kitab al-muwattha’ imam Malik yang memuat lima ribu hadits-hadits shahih. Banyanya ilmu yang beliau miliki karena ketekunannya dalam mencari ilmu, hampir setiap pusat ilmu berliau ziarahi seperti Mekkah, Madinah, Iraq, Kufah dan Mesir, disana beliau berjumpa dengan ulama-ulama besar, seperti imam Malik, dimana imam Syafi’i selalu bersama beliau selama satu tahun. Dan Abu Yusuf, ashhab dari Abu Hanifah.
Pada tahun 179 H, beliau diberi izin oleh imam Malik untuk berfatwa sendiri, namun beliau tetap bertaqlid pada guru-gurunya, sehingga pada tahun 198 H, sesudah usia beliau genap 48 tahun, mulailah berfatwa sendiri dengan lisan maupun dengan tulisan, pertama memberi fatwa di ‘Iraq yang diishtilahkan dengan al-Qaulul Qadim, kemudian berpindah ke Mesir dan fatwa beliau selama disini diishtilahkan dengan al-Qaulul Jadid. Di kota inilah beliau menghadap Allah Swt sesudah shalat maghrib malam Jum’at, akhir bulan Rajab pada tahun 204 H, bertepatan dengan 28 Juni 819 M. Mazhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia dan Yaman.
4. Mazhab Hanbali
Mazhab ini didirikan oleh imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asada az-Zuhili asy-Syaibani, beliau lahir di pusat pengembangan islam Baghdad pada tahun 164 H dan dikota ini pula banyak menghabiskan masa hidupnya untuk mengabdi pada pendidikan islam sehingga wafat pada bulan Rabi’ul Awal tahun 241 H, sebagaimana ulama lainnya, beliau juga hijrah kepusat-pusat ilmu pengetahuan lainnya seperti, kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah.
Beliau adalah seorang ulama hadits, dan fiqh yang banyak menghafal hadits dari guru-gurunya antara lain Imam Syafi’i dan Hasyim bin Basyir bin Abi Khazim al-Bukhari sehingga beliau menyusun satu kitab yang memuat empat puluh ribu hadits. Banyak para ulama yang memberi kesaksian atas ketinggian ilmunya, antara lain Ibrahim al-Harbi berkata “aku lihat Ahmad bin Hanbal seolah-olah beliau telah mengumpulkan ilmu ulama terdahulu dan selanjutnya”[3]. sekarang ini Mazhab Hanbali menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Selain mazhab yang empat masih terdapat mazhab lain, seperti Mazhab Al-Ibadhiyah yang didirikan oleh Jabir bin Zaid (wafat 93 H). Mazhab Azh-Zhahiriyah yang didirikan oleh Daud bin Ali Azh-Zhahiri (wafat 270 H), Mazhab Laist yang didirikan oleh imam al-Laits bin sa’ad bin’Abdur rahman al-Fahmi ( 94 H-175 H), Mazhab Tsaury didirikan oleh Imam Sufyan ibn Sa’id bin Masruq bin Habib bin Rafi’I, ( 97 H/715 M ), Mazhab Auza`i didirikan oleh Abdurrahman Al Auza’i (wafat 113 H), Mazhab Ishaq ibn Rahawiyah, Mazhab Sufyan bin Uyainah, Mazhab Imam Hasan Basri.
Namun selain mazhab yang empat semuanya tidak bertahan lama pengikutnya hanya ada pada saat Imam mazhabnya masih hidup, setelah beliau wafat tidak ada lagi yang meneruskan mazhabnya. Karena itu sangat sulit bagi kita menelusuri mazhab selain empat apalagi bermazhab dengan selain yang empat.
Kewajiban bermazhab.
Bermazhab atau mengikuti salah satu mazhab fiqh islam tertentu dalam kehidupan beragama merupakan persoalan klasik yang telah dibahas oleh para ulama dalam berbagai buku-buku ‘Ushul Fiqh’ lintas mazhab yang empat: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Untuk mengetahui hukum bermazhab dalam persoalan fiqh ini, maka kita perlu mengetahui bahwa ‘cara bermazhab’ yang populer ada dua macam:
1. Menjadikan salah satu mazhab fiqh sebagai fondasi atau dasar keilmuan.
2. Menjadikan salah satu mazhab sebagai patokan dalam beragama.
Umumnya, manusia didunia terbagi kepada dua kelompok, yaitu pandai (alim) dan awam. Yang dimaksud dengan orang pandai (alim) dalam diskursus pemahaman bermazhab adalah orang-orang yang telah memiliki kemampuan menggali hukum dari Al Quran dan Hadis yang dinamakan sebagai Mujtahid. Sedangkan orang yang awam adalah orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk itu disebut sebagai Muqallid. Keadaan mereka mengikuti para imam Mujtahid dinamakan dengan taqlid.
Kewajiban terhadap setiap muslim adalah meyakini dan mengamalkan apa yang telah disampaikan Rasulullah dalam al-Qur’an dan Sunnah secara benar. Bagi para mujtahid, dengan kemampuan yang mereka miliki, mereka dapat menggali hukum sendiri dari Al-Quran dan Hadis bahkan bagi mereka tidak boleh mengikuti pendapat orang lain. Sedangkan bagi orang awam betapa berat bagi mereka untuk memahami dan mengambil hukum dari Al Quran dan Hadis. Maka bermazhab adalah semata-mata untuk memudahkan mereka mengikuti ajaran agama dengan benar, sebab mereka tidak perlu lagi mencari setiap permasalahan dari sumber aslinya yaitu al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dll, namun mereka cukup membaca ringkasan tata cara beribadah dari mazhab-mazhab tersebut.
Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya beragama bagi orang awam, bila harus mempelajari semua ajaran agamanya melalui al-Qur’an dan Hadist. Betapa beratnya beragama bila semua orang harus berijtihad. Dan banyak sektor yang menjadi kebutuhan manusia akan terbengkalai kalau seandainya setiap manusia berkewajiban untuk berijtihad, karena untuk memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut tentu menghabiskan waktu yang lama dalam mempelajarinya.
Taqlid dalam perbandingan lain dapat kita ibaratkan dengan mengkonsumsi makanan siap saji yang telah di masak oleh ahlinya. Bila kita ingin memasaknya sendiri tentu saja kita harus terlebih dahulu menyiapkan bahan-bahan makanan tersebut dan harus mempelajari cara-cara memasaknya serta mempunyai pengalaman dalam memasak. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu bahkan kadang-kadang hasil yang diperoleh tidak memuaskan, tidak menjadi makanan yang lezat. Demikian juga dalam taqlid, tentu saja ia harus dahulu mempelajari dan menguasai syarat-syarat ijihad. Bisa saja karena kemampuan yang masih kurang hukum yang dihasilkan adalah hukum yang fasid.
Ayat dan Hadis landasan Taqlid.
Sebenarnya banyak ayat-ayat Al Quran dan Hadis yang menjadi landasan kewajiban bertaqlid bagi manusia, antara lain:
Surat Al Anbiya ayat 7
فسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
“maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui”(Qs.Al-anbia:7)
Memang ayat diatas asbabun nuzulnya untuk menyikapi prediksi orang-orang musyrik yang menyatakan Allah tidak akan mengutus rasul dari jenis manusia . Namun dalam undang-undang usul fiqh yang menjadi pertimbangan hukum dan titik tekan dalam sebuah ayat adalah keumuman (universal) lafadz ayat.
Dengan demikian ayat diatas sebenarnya mengandung perintah kepada orang yang tidak memiliki ilmu agama agar bertanya dan mengikuti pendapat orang yang pandai diantara mereka. Secara tekstual, ayat diatas berisi perintah bertanya kepada orang yang pintar. Tidak ada informasi perintah taklid, sehingga tidak bisa di jadikan dalil kewajiban taklid. Namun pemahaman demikian kurang tepat, sebab bila diperhatikan lebih teliti, perintah diatas termasuk perintah mutlak dan umum.Tidak ditemukan kekhususan perintah bertanya tentang dalil atau yang lainnya. Sehingga ayat tersebut bias menjadi dalil kewajiban taklid.
Surat An Nisa ayat 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Artinya: ‘’hai orang-orang yang beriman! Turutilah Allah dan turutilah Rasul dan ulil amri dari
kamu’’ (An Nisa 59)
‘’Ulil amri’’ dalam ayat diatas diartikan oleh para mufassir dengan ‘’ulama-ulama’’. Diantara para mufassir yang berpendapat demikian adalah ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, Hasan, `Atha` dll. Maka dalam ayat ini diperintahkan kepada kaum muslim untuk mengikut para ulama yang tak lain disebut taqlid.
Surat As sajadah ayat 24
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pamimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar, dan mereka meyakini ayat-ayat kami” (Qs. As-sajadah :24)
Abu As-su’ud berkomentar, subtansi ayat di atas menjelaskan tentang para imam yang memberi petunjuk kepada umat tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dengan demikian wajib bagi umat untuk mengikuti petunjuk yang mereka berikan.
Hadis riwayat Turmuzi dll
اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ” أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ
“Ikutilah dua orang sesudah saya, yaitu Abu Bakar dan Umar“ (H.R. Turmuzi, Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Dalam hadis ini jelas kita disuruh kita mengikuti dua Ulama yang juga shahabat Nabi yaitu Abu bakar dan Umar Rda. Ini adalah perintah untuk Taqlid.
Hadis riwayat Baihaqi
أصحابي كا لنجوم باءيهم اقبديتم اهتديتم (رواه البيهقي
“Sahabatku seperti bintang, siapa saja yang kamu ikuti maka kamu telah mendapat hidayat” (Riwayat Imam Baihaqi).
Semua hadits diatas menggambarkan bahwa para sahabat dan ulama-ulama setelah sahabat, merupakan pelita bagi umat manusia, sehingga Rasulullah menjadikan para ulama sebagai pewaris para Anbiya’ dalam memberi petunjuk kepada ummat. Mengikuti mujtahid pada hakikat adalah mengikuti Allah dan RasulNya, dan lagi para ulama telah sepakat bahwa ijtihad mereka bersumber pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul karena silsilahnya (ikatan) dengan Rasulullah tidak diragukan, maka mengikuti mujtahid juga dinamakan mengikuti Rasulullah