Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqh Syarat Shalat Berjamaah dan hukum tata cara sholat Makmum Masbuk

Fiqh-Syarat-Shalat-Berjamaah-dan-hukum-tata-cara-sholat-Makmum-Masbuk
Fiqh Syarat Shalat Berjamaah dan hukum tata cara sholat Makmum Masbuk  Fiqh-Syarat-Shalat-Berjamaah-dan-hukum-tata-cara-sholat-Makmum-Masbuk

Shalat Berjama’ah di mesjid bagi laki-laki itu lebih afdhal daripada munfarid (shalat sendiri).

Sedangkan bagi perempuan afdhalnya adalah shalat di rumahnya sekalipun munfarid (shalat sendiri), dan jikalau dapat dirumahnya itu berjama’ah dengan sama-sama perempuan atau mahramnya (yang tidak menjadikan ia haram) maka itu lebih afhal lagi.

Syarat-syarat Shalat Berjama’ah

1.Bahwa janganlah ma’mum meng-I’tiqadkan (berkeyakinan) bahwa Shalat imamnya itu batal, atau imamnya itu sedang shalat qadha’

2.Janganlah ma’mum mengikuti ma’mum.

3.Janganlah seorang imam itu tidak pandai mengucapkan huruf bacaan Al-Fatihah,

4Janganlah ma’mum labih maju berdirinya atau duduknya daripada imam.

5.Janganlah ma’mum laki-laki mengikuti imam perempuan atau banci, akan tetapi perempuan atau banci sah mengikuti imam laki-laki.

6.Berniat (didalam hati) oleh ma’mum akan ma’muman (mengikuti imam) sewaktu di Takbirathul Ihram.

7.Bahwa ma’mum mengetahui akan imamnya ketika ruku’, sujud, duduk dan lainnya, dengan melihat padanya atau mendengar suara imamnya takbir intiqal (mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ)

8.Jangan ada palang (penghalang) yang mencegah orang untuk berjalan antara tempat imam dan tempat ma’mum. Misalnya antara imam dan ma’mum dihalangi oleh bambu yang melintang, pintu tertutup, atau bale-bale yang tinggi, yang karena tingginya itu mencegah akan orang yang berjalan sebagaimana biasa orang yang berjalan, melainkan ia harus dengan sangat menunduk atau melompat.

9.Ma’mum wajib mengikuti gerakan imamnya, maka afdhalnya adalah jika imam telah sampai di batas ruku’ maka barulah ma’mum ruku’, dan jika imam telah sampai di batas berdiri maka barulah ma’mum bangkit daripada ruku’, dan jika imam telah sampai di batas sujud maka barulah ma’mum turun sujud, demikian pula pada rukun-rukun yang lain.

10.Makruh hukumnya bagi ma’mum membarengi gerakan imam dalam shalat, dan haram hukumnya mendahulukan imam pada satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika mendahulukan imam dengan dua rukun fi’li.

Makruh hukumnya bagi ma’mum bila tertinggal gerakan imam dengan tiada uzur hingga imam mendapat satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika tertinggal gerakan imam dengan dua rukun fi’li jika ketiadaan uzur.

Adapun jika ada uzur seumpama ma’mum lambat membaca Al-Fatihah dan Imamnya terlalu cepat membacanya, atau ma’mum terlupa membaca Al-Fatihah maka setelah imamnya ruku’ barulah ma’mum ingat, atau ma’mum yang muwaffak membaca do’a istiftah dan imamnya ruku’ sebelum ma’mum membaca Al-Fatihah, maka dengan salah satu uzur dalam kondisi yang tersebut ini boleh ma’mum ketinggalan daripada imamnya karena menghabiskan bacaan Al-Fatihah hingga imamnya bangkit daripada sujud yang kedua.

10. Jangan berlawanan gerakan ma’mum dengan gerakan imamnya dengan perbedaan yang sangat berbeda (mencolok) dilihatnya, yaitu seumpama imam sujud tilawah atau sujud sahwi maka tidak diikuti oleh ma’mum akan sujud tilawah atau sujud sahwi itu. Perbedaan gerakan oleh sebab yang demikian itu akan menjadi batal shalat ma’mum jika ia tidak berniat mufarraqah (berpisah dari imam).

Pengertian Mabuk Makmum


(1) Makmum Muwafiq adalah makmum yang memulai shalatnya bersama imam, dan mempunyai cukup waktu menyelesaikan bacaan Al-Fatihah beserta imam pada rakaat pertama.
 (2) Makmum Masbuq adalah makmum yang terlambat mengikuti imam, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk membaca Al-Fatihah dengan sempurna beserta imam pada rakaat pertama.

Ketentuan-ketentuan Masbuk:

1. Bergabung mengikuti imam dalam posisi apapun
Apabila seseorang yang hendak salat memasuki masjid dan mendapati salat telah ditegakkan, maka hendaknya ia langsung bergabung mengikuti imam dalam posisi apapun, baik sedang rukuk, sujud, duduk atau berdiri.

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi ﷺ:

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ

“Jika seseorang diantara kalian pergi ke masjid untuk salat berjemaah lalu kalian mendapati imam sedang melakukan suatu gerakan dalam salat, hendaknya ia langsung mengikuti gerakan imam,” (HR Tirmizi: 539. Tirmizi: Hadis Gharib. Al-Albani: Sahih, dalam Sahih At-Tirmizi: 591).

2. Terhitung satu rekaat jika mendapatkan rukuk
Terhitung satu rekaat bagi makmum apabila dia mendapati imam sedang rukuk lalu dia ikut rukuk bersama imam sebelum imam bangkit dari rukuknya.

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi ﷺ:


إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Jika kalian datang untuk menunaikan salat, sedangkan kami dalam keadaan sujud, maka ikutlah bersujud, dan janganlah kalian menghitungnya satu raka'at, dan barangsiapa mendapatkan ruku', berarti dia telah mendapatkan salat (satu raka'at -pent),” (HR Abu Dawud: 759. Al-Albani: Sahih dalam Irwaul Ghalil: 2/260).

3. Menyempurnakan rekaat yang tertinggal setelah imam salam
Apabila imam telah mengucapkan salam, maka makmum masbuk berdiri untuk menyempurnakan rekaat yang tertinggal dan menjadikan rekaat yang tertinggal sebagai rekaat terakhir.

Nabi ﷺ bersabda:

فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Ikutlah salat pada bagian yang masih kalian dapati, dan adapun yang telah terlewat, maka sempurnakanlah,” (HR Ahmad: 6392. Al-Albani: Sahih dalam Sahihul Jamius Shagir: 275 dan 369).

Jika seseorang mendapati satu rekaat terakhir pada salat magrib, misalnya, maka setelah itu dia berdiri lalu menyempurnakan dua rekaat, yang pertama membaca Al-Fatihah dan surat, lalu di rekaat selanjutnya dua membaca Al-Fatihah saja, kemudian tasyahud dan salam.

Pendapat lain menyebutkan bahwa boleh baginya menjadikan rekaat yang tertinggal itu sebagai permulaan salat, berdasarkan riwayat lain dari Nabi ﷺ:

وما فاتكم فاقضوا

“Dan rekaat yang kamu lewati maka gantilah,” (HR Ahmad: 6592).

Oleh karena itu, apabila tertinggal satu rekaat pada salat magrib, maka setelah itu dia berdiri lalu mengerjakan satu rekaat itu dengan mambaca Al-Fatihah dan surat dengan bacaan keras, seperti halnya bacaan pada rekaat yang dia lewat itu, kemudian tasyahud dan salam.

Sebagian ulama berpendapat bahwa menentukan rekaat yang didapati oleh makmum sebagai rekaat pertama adalah pendapat yang lebih kuat.

4. Bacaan makmum di belakang imam
Tidak wajib bagi makmum untuk membaca (Al-Fatihah dan surat) pada salat jahriah (dengan bacaan keras) dan disunahkan baginya diam. Bacaan imam itu cukup baginya berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة
“Barangsiapa yang salat bersama imam, maka bacaan imam itu adalah bacaan baginya,” (HR Ibnu Majah: 840. Al-Albani: Hasan, dalam Sahih Ibnu Majah: 692).

Beliau ﷺ juga bersabda:

مالى أنازع القرآن

“Mengapa mengikuti (menyamai) bacaanku dan mendahului Alquran?”

Setelah itu kaum muslimin berhenti membaca ayat pada salat jahriah, (HR Abdurrazaq: 2796, Ibnu Hajar: 21/231, dalam Talkhisul Kabir).

Beliau ﷺ bersabda:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا

“Hanyasanya dijadikannya imam adalah agar diikuti, jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jika ia membaca maka dengarkanlah,” (HR An-Nasai: 912. Al-Albani: Sahih dalam Sahihul Jamius Shaghir: 2358).

Akan tetapi, disunahkan bagi makmum untuk membacanya di setiap salat siriah dan disunahkan juga bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah ketika imam sedang diam (pada salat jahriah).

5. Tidak boleh melakukan salat sunah ketika salat fardu telah ditegakkan
Tidak boleh melakukan salat sunah apabila salat fardu telah ditegakkan. Jika salat fardu ditegakkan ketika kita sedang mengerjakan salat sunah, maka salat sunah itu harus dihentikan ketika rukuk (tepat setelah selesai rukuk) atau sebelum rukuk. Jika sudah bangkit dari rukuk, maka salat sunah harus diselesaikan dengan singkat, sesuai dengan sabda Nabi ﷺ:

إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ

“Jika ikamah telah dikumandangkan, maka tak ada salat selain salat wajib,” (HR Muslim: 1160).

6. Orang yang mendapati salat Asar telah ditegakkan, tetapi belum menunaikan salat Zuhur
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang belum salat Zuhur, padahal salat Asar telah ditegakkan.

Apakah dia melanjutkan berdiri untuk mengerjakan salat Asar tepat setelah salat Zuhur berjemaah?

Atau, apakah dia ikut salat bersama imam salat Asar dengan niat yang sama (salat Asar), lalu setelah selesai salat Asar berdiri dan mengerjakan salat Zuhur dan salat Asar untuk menjaga ketertiban urutan salat?

Seandainya tidak ada sabda Nabi ﷺ, “Maka janganlah kalian menyelisihi imam,” tentu ikut melaksanakan bersama imam dengan niat salat Zuhur lebih utama.

Jadi, sikap yang lebih hati-hati adalah ikut melakukan salat bersama imam dengan niat salat Asar, lalu ketika salat itu telah selesai, ia mengerjakan salat Zuhur dan Asar. Adapun salatnya bersama imam tadi menjadi salat sunah baginya.

7. Tidak mengerjakan salat sendirian di belakang saf
Tidak boleh makmum berdiri sendirian di belakang saf. Jika dia tetap berdiri, maka salatnya tidak sah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi ﷺ kepada seseorang yang salat sendirian di belakang saf.

اسْتَقْبِلْ صَلاتَكَ فَلَا صلاَةَ لِمَنْ صَلَّى خَلْفَ الصَّفِّ وَحْدَهُ

"Menghadaplah ke kiblat ketika salat, karena tidak dianggap salat orang yang saalat sendirian di belakang saf,” (HR Ibnu Abi Syaibah & Ibnu Hibban. Al-Albani: Sahih, dalam Sahihul Jamius Shaghir: 949).

Adapun jika berdiri di sebelah kanan imam, itu tidak mengapa (ketika hanya terdiri satu imam dan satu makmum).

8. Saf pertama itu lebih utama
Disunahkan bersungguh-sungguh untuk mengerjakan salat pada saf pertama dan di sebelah kanan imam. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ " , قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ , وَعَلَى الثَّانِي , قَالَ : " وَعَلَى الثَّانِي
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat berselawat untuk saf pertama.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah, untuk saf kedua?” Rasulullah menjawab, “Untuk saf kedua,” (HR Ahmad: 21676. Al-Albani: Hasan Lighairihi, dalam Sahihut Targhib wat Tarhib: 491-a).

Juga di dalam sabda beliau ﷺ lainnya:

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik saf kaum laki-laki adalah di depan, dan sejelek-jeleknya adalah pada akhirnya. Dan sebaik-baik saf wanita adalah akhirnya, dan sejelek-jeleknya adalah awal saf,” (HR Muslim: 664).

Kemudian di sabda beliau ﷺ lainnya:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya mengucapkan selawat untuk orang-orang yang berada di saf kanan,” (HR Abu Dawud: 578. Al-Albani: Sahih, dalam Sahihul Jamius Shaghir: 1839).

Juga di dalam sabdanya yang lain:

 تَقَدَّمُوا فَأْتَمُّوا بِي وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ لَا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ


“Kalian majulah, dan berimamlah denganku, dan hendaklah orang sesudah kalian berimam kepada kalian. Jika suatu kaum membiasakan diri melambat-lambatkan salatnya, maka Allah juga melambatkan diri memasukkannya ke surga, atau melambatkan diri untuk mengentaskannya dari neraka,” (HR Muslim: 662

Dalil Hadist Makmum Masbuk 

Sesudah takbiratul Ihram, makmum masbuk hendaknya mengikuti Imam dalam posisi yang didapatinya, mungkin imam dalam posisi hendak rukuk, atau sedang rukuk, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud, atau mungkin sedang duduk tasyahud.
 Hadits :

حدثنا سفيان عن عبد العزيز بن رفيع عن شيخ من الانصار قال جاء رجل والنبى صلى الله عليه وسلم يصلى فلما انصرف قال : إِذَا وَجَدْتُمُوْهُ قَائِمًا أَوْ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا أَوْ جَالِسًا فَافْعَلُوْا كَمَا تَجِدُوْنَهُ, وَلاَ تَعْتَدُّوْا بِالسَّجْدَةِ إِذَا لَمْ تُدْرِكُوْا الرَّكْعَةَ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 296)

Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abdul Aziz bin Rafi’] dari seorang laki-laki dari sahabat Anshar, ia berkata : Seorang lelaki datang kepada Nabi saw, pada saat beliau sedang mengerjakan shalat, setelah beliau selesai shalat, beliau bersabda : Jika kalian mendapati imam dalam keadaan berdiri, rukuk, sujud, atau duduk, maka lakukanlah sebagaimana engkau mendapatinya. Janganlah engkau memperhitungkan sujudnya, jika engkau tidak mendapati rukuknya. (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 296)

انبأنا شعبة عن عبد العزيز بن رفيع عن رجل عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إِذَا جِئْتُمْ وَاْلإِمَامُ رَاكِعٌ فَارْكَعُوْا وَإِنْ كَانَ سَاجِدًا فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعْتَدُّوْا بِالسُّجُوْدِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ الرُّكُوْعُ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 89)

Telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Abdul Aziz bin Rafi’] dari seorang lelaki, dari Nabi saw, beliau bersabda : Jika kalian datang, sedang imam rukuk, maka rukuklah. Jika ia sujud, maka bersujudlah, dan jangan perhitungkan sujudnya, jika tidak ada rukuk bersamanya. (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 89)

Kalimat : “Janganlah engkau memperhitungkan sujudnya, jika engkau tidak mendapati rukuknya”. Maksudnya adalah seorang makmum masbuq yang tidak mendapatkan rukuknya imam, maka sujudnya pada rakaat itu tidak dihitung. Atau dengan kata lain : Makmum masbuq yang tidak mendapatkan rukuknya imam, maka pada rakaat tersebut ia tidak dihitung mendapatkan rakaat. Tapi jika ia mendapatkan imam dalam posisi rukuk, lalu ia rukuk bersama imam, maka ia termasuk mendapatkan rakaat.

Hadits Nabi :

عَنْ عَبْدِ اللهِ يَعْنِيْ ابْنَ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَنْ لَمْ يُدْرِكِ اْلإِمَامَ رَاكِعًا لَمْ يُدْرِكْ تِلْكَ الرَّكْعَةَ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 90)

Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Barangsiapa yang tidak mendapatkan imam sedang rukuk, maka ia tidak mendapatkan rakaat tersebut.
(HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 90)

اخبرني مالك وابن جريج عن نافع عن ابن عمر أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: مَنْ أَدْرَكَ اْلإِمَامَ رَاكِعًا فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ اْلإِمَامَ رَأْسَهُ فَقَدْ أَدْرَكَ تِلْكَ الرَّكْعَةَ.(رواه البيهقي – السنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة –باب : 2 - الجزء : 2 – صفحة : 90)

Telah menceritakan kepadaku [Malik] dan [Ibnu Juraij] dari [Nafi’] dari [Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya ia berkata : Barangsiapa yang mendapati imam dalam keadaan rukuk, lalu ia rukuk sebelum imam mengangkat kepalanya, maka sungguh ia telah mendapatkan rakaat tersebut.
 (HR. Baihaqiy, Sunan Al-Kubra Lil-Baihari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab :2, juz : 2, hal. 90)

Apabila ada kekurangan rakaat, maka makmum masbuq wajib menamabah rakaat sesudah imam mengucapkan salam, sesuai dengan jumlah kekurangannya. Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ رِجَالٍ فَلَمَّا صَلَّى قَالَ مَا شَأْنُكُمْ قَالُوا اسْتَعْجَلْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا. (رواه البخاري : 599- صحيح البخاري – المكتبة الشاملة -بَاب قَوْلِ الرَّجُلِ فَاتَتْنَا الصَّلَاةُ – الجزء : 3- صفحة : 13)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu’aim], ia berkata : telah menceritakan kepada kami [Syaiban] dari [Yahya] dan [Abdullah bin Abi Qatadah] dari ayahnya, ia berkata : Ketika kami shalat bersama Nabi saw, tiba-tiba beliau mendengar suara gaduh orang-orang. Maka setelah selesai shalat beliau bertanya : Apakah yang terjadi pada kalian? Mereka menjawab : Kami tergesa-gesa mendatangi shalat. Beliau bersabda : Janganlah kalian berbuat seperti itu. Jika kalian mendatangi shalat, maka datanglah dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan dari shalat, maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal, maka sempurnakanlah. (HR.Bukhari : 599, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab qaulilr rajul fattanash shalata, juz : 3, hal. 13)

IMAM YANG DIBENCI

Banyak sekali hadits yang menjelaskan larangan menjadi imam bagi seorang yang dibenci oleh jama’ah disebabkan oleh keagamaan (sebab syar’iyah).[1] Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ هَيَّاجِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَرْحَبِيُّ حَدَّثَنَا عُبَيْدَةُ بْنُ الْأَسْوَدِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ.(رواه ابن ماجه : 961- سنن ابن ماجه – المكتبة الشاملة - بَاب مَنْ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ – الجزء :3– صفحة : 236)

Telah menceritakan kepada kami [Muhammd bin Umar bin Hayyaj], telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Abdurrahman Al-Arhaby], telah menceritakan kepada kami [‘Ubaidah bin Al-Aswad] dar [Al-Qasim bin Al-Walid] dari [Al-Minhal bin ‘Amr] dari [Sa’id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] dari Rasulullah saw, beliau bersabda :
Tiga golongan yang shalatnya tidak akan diangkat meski satu jengkal dari kepalanya, yaitu (1) seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka membencinya, (2) seorang perempuan yang bermalam sementara suaminya marah kepadanya, (3) dan dua bersaudara saling bermusuhan. (HR. Ibnu Majah : 961, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab man amma qauman wahum karihuun, juz : 3, hal. 236)

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ غَانِمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ عَبْدٍ الْمَعَافِرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُمْ صَلَاةً مَنْ تَقَدَّمَ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ - وَرَجُلٌ أَتَى الصَّلَاةَ دِبَارًا وَالدِّبَارُ أَنْ يَأْتِيَهَا بَعْدَ أَنْ تَفُوتَهُ - وَرَجُلٌ اعْتَبَدَ مُحَرَّرَهُ.(رواه ابو داود : 501- سنن ابو داود – المكتبة الشاملة - بَاب الرَّجُلِ يَؤُمُّ الْقَوْمَ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ – الجزء : 2 – صفحة : 208)

Telah menceritakan kepada kami [Al-Qa’nabi], telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Umar bin Ghanim] dari [Abdurrahman bin Ziyad] dari [‘Imran bin ‘Abdil ma’aafiri] dari [ Abdullah bin ‘Amr], bahwa Rasulullah saw bersabda : Tiga golongan yang Allah tidak akan menerima shalat dari mereka, yaitu (1) menjadi imam di tengah-tengah masyarakat yang membencinya, (2) orang yang selalu melaksanakan shalat setelah waktunya habis, dan (3) memperbudak orang yang telah dimerdekakannya. (HR. Abu Daud : 501, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babur rajul ya-ummul qauma wahum lahuu kaarihuun, juz : 2, hal. 208)

Imam Tirmidzi berkata : Seseorang yang dibenci oleh jama’ahnya adalah makruh menjadi imam. Namun bila orang yang dibenci itu bukan seorang yang zhalim, maka dosanya itu terpikul di atas pundak orang yang membencinya.[2] Menurut imam Asy-Syaukani, bahwa hadits tersebut di atas menunjukkan hukum haram menjadi imam bagi seseorang yang dibenci oleh jama’ahnya.[3]

IMAM KETINGGALAN SYARAT ATAU RUKUN

Sah bermakmum kepada imam yang ketinggalan syarat atau rukun, selama makmum memenuhinya, dan makmum tidak mengetahui bahwa ada syarat atau rukun yang ketinggalan oleh imam.[4] Hadits Nabi :

حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ الْمَدِينِيُّ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّونَ بِكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ. (رواه احمد : 8309- مسند احمد- المكتبة الشاملة –بَاب مسند ابي هريرة – الجزء : 17- صفحة : 351)

Telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Musa], telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abdillah bin Dinar Al-Madiny] dari [Zaid bin Aslam] dari [‘Atha’ bin Yasar] dari [Abu Hurairah], ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Mereka shalat sebagai imam bagi kalian. Jika mereka benar, maka kalian mendapatkan pahala dan mereka juga mendapatkan pahala. Dan jika mereka salah, maka kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa.(HR. Ahmad : 8309, Musnad Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Musnad Abu Hurairah, juz : 17, hal. 351)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ أَخُو فُلَيْحٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ قَالَ كَانَ سَهْلُ بْنُ سَعْدٍ السَّاعِدِيُّ يُقَدِّمُ فِتْيَانَ قَوْمِهِ يُصَلُّونَ بِهِمْ فَقِيلَ لَهُ تَفْعَلُ وَلَكَ مِنْ الْقِدَمِ مَا لَكَ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْإِمَامُ ضَامِنٌ فَإِنْ أَحْسَنَ فَلَهُ وَلَهُمْ وَإِنْ أَسَاءَ يَعْنِي فَعَلَيْهِ وَلَا عَلَيْهِمْ. (رواه ابن ماجة : 971- سنن ابن ماجة– المكتبة الشاملة -بَاب مَا يَجِبُ عَلَى الْإِمَامِ – الجزء :3– صفحة : 250)

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah], telah menceritakan kepada kami [Sa’id bin Sulaiman], telah menceritakan kepada kami [Abdul Hamid bin Sulaiman - saudara Fulaih], telah menceritakan kepada kami [Abu Hazim], ia berkata : Sahl bin Sa’id As-Sa’idi menunjuk seorang anak muda menjadi imam shalat bersama mereka, maka dikatakan kepada Sahl : Kamu (yang pantas) melakukan hal itu, dan kamu yang lebih awal masuk islam. Sahl menjawab : Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Imam itu orang yang bertanggung jawab. Jika ia benar, maka pahala baginya dan pahala pula bagi mereka. Tetapi jika ia salah, maka dosa baginya dan tidak dosa bagi mereka. (HR. Ibnu Majah : 971, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab maa yajibu ‘alal imam, juz : 3, hal. 250)

حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدٍ الْقَاسِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِىٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنِ الشَّرِيدِ الثَّقَفِىِّ أَنَّ عُمَرَ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُبٌ فَأَعَادَ وَلَمْ يَأْمُرْهُمْ أَنْ يُعِيدُوا. (رواه الدارقطني : 1387- سنن الدارقطني - المكتبة الشاملة - باب الصَّلاَةِ خَلْفَ الصَّفِّ – الجزء : 4– صفحة : 18)

Telah menceritakan kepada kami [Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Isma’il], telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Hassan], telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi], telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Abdillah bin Abi Salamah] dari [Ibnul Munkadir] dari [Asy-Syarid Ats-Tsaqafi], bahwa Umar pernah shalat dengan orang-orang (sebagai imam), padahal ia sedang dalam keaadaan junub, maka setelah selesai shalat ia mengulangi shalatnya, namun ia tidak menyuruh mereka untuk mengulangi shalatnya itu. (HR. Ad-Daruqthni:1387, Sunan Adf-Daruquthny, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Babush shalat khalfash shaffi, juz:4, hal. 18)

Demikian Fiqh Syarat Shalat Berjamaah dan hukum tata cara sholat Makmum Masbuk