Siapa Ciri-Ciri Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah Kelompok yang Selamat?
Di dalam kitab Min Khuthab ar-Rasul SAW karangan Syeikh Thaha Al Afifi disebutkan bahwa ketika Rasulullah SAW wafat, Bibi Beliau yang bernama Shafiyyah binti Abdul Muthalib mengungkapkan kesedihannya dengan berkata, “wahai Rasulullah, Anda adalah harapan kami. Anda dahulu sangat baik dan tidak kasar kepada kami. Anda dahulu penyayang memberi hidayah, mengajar. Biarkan setiap manusia menangisi Anda hari ini.
Demi ALLAH, aku tidak menangisi Nabi SAW karena kehilangan beliau, akan tetapi karena kericuhan yang aku takutkan akan datang.
Sepotong ungkapan diatas kalau kita cermati dan perhatikan bahwa hal ini benar adanya. Karena saat ini dikalangan ummat Islam telah timbul berbagai macam faham, aliran yang satu dengan lainnya saling menyalahkan, saling membid’ahkan, saling memfitnah sampai kepada saling mengkafirkan. Sungguh hal ini membuat kalangan masyarakat Muslim menjadi bingung dan bertanya-tanya mana yang harus diikuti dan apa dasar - dasar hukum yang menjadi acuan dalam hidup beragama ini.
Terhadap kondisi dimaksud, Nabi Muhammad SAW telah memberikan acuan, petunjuk bagi kita sebagai Ummat Islam untuk kembali dan berpegang kepada Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Di kalangan kita ummat Islam konsep Ahlussunnah Wal Jama’ah disingkat Aswaja selama ini masih belum dipahami secara tuntas, sehingga menjadi “rebutan” setiap kelompok/golongan. Semua kelompok mengaku dirinya sebagai penganut ajaran Aswaja. Tidak jarang, label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi, apakah yag dimaksud dengan Aswaja itu sebenarnya ? Bagaimana pula dengan klaim itu, dapatklah dibenarkan ?, Untuk menjawab hal ini, dengan tidak berlebihan serta dengan kerendahan hati perkenankan penulis menguraikannya sebagaimana penjabaran di bawah ini.
Pengertian Ahlussunah Wal Jama’ah
Berkenaan dengan kata “Ahlussunnah Wal Jama’ah” maka dapat dilihat bahwa kata tersebut terdiri dari 3 kata yaitu: ahl, as-sunnah dan al-jama’ah. Ketiga kata ini merupakan satu kesatuan, bukan sesuatu yang dipisah-pisah.
1. Ahl
Menurut K.H. Muhyiddin Abdusshomad dalam kitabnya Fiqh Tradisional halaman 1 bahwa kata “Ahl” berarti keluarga, golongan atau pengikut. Dalam kamus Al-Munjid fil Lughah wal A’alam, kata ahl mengandung dua makna. Selain bermakna keluarga dan kerabat, ahl juga berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab sebagaimana tercantum pada kamus al-Qamus al-Muhith.
2. As-Sunnah,
Pada kitab ”Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadits Al-Syariifi” yang digubah dalam bahasa Indonesia dengan judul “Ilmu Ushul Hadits” karangan Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki hal 3, bahwa Sunnah menurut etimologi berarti cara yang bisa ditempuh (inisiatif), baik ataupun buruk.
Menurut Dr. Mushthafa Al-Siba’i dalamnya kitab “Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al-Tasyri’ Al-Islami cetakan I, halaman 57, sunnah juga bisa berarti :
الطريقة محمودة كانت او مذمومة
“Jalan yang terpuji dan atau yang tercela”
Pada kitab Fath al-Bari, Juz XII, hal. 245 disebutkan As-Sunnah yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maksudnya, semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi Muhammad SAW.
Dipertegas oleh Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya “Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq” : bahwa yang dimaksud dengan Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan Beliau).
3. Al-Jama’ah
Dalam Kitab Al-Mustadrak, juz I halaman 77-78 disebutkan bahwa Al-Jama’ah yaitu apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Al-Khulafa’ Al-Rasyidin (Khalifah Abubakar r.a, Umar Bin Khattab r.a, Utsman Bin ‘Affan r.a dan Ali Bin Abi Thalib r.a). Kata Al-Jama’ah ini diambil dari Sabda Nabi Muhammad SAW :
من أراد بـحـبو حة الجـنة فـليـلزم الجـماعـة
“Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti Al-Jama’ah.” (Hadits Riwayat Tirmidzi, dan disahihkan
oleh Al-Hakim, dan Al-Dzahabi)
.Diungkapkan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya “Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq” Al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi Muhammad SAW pada masa Al-Khulafa Al-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat pada mereka semua).”
Dijelaskan dalam buku “Perbedaan Prinsip Antara Aqidah dan Ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah Imamiyah” karangan KH. Abdullah A.Abdun bahwa Ahlussunah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengamalkan Al-qur’an dan Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
إني أوتيت القرآن ومثله معه
“Sesungguhnya Saya diberikan Al-Qur’an dan yang semacamnya (semacam Al-Qur’an yaitu As-sunah) bersamanya (bersama Al-Qur’an)”
Pengertian lain Ahlussunnah Wal Jama’ah disebutkan didalam kitab Syarhul Waasithiyyah halaman 16 sebagai berikut :
إذا ذكر لفظ الجماعة مع السنة فـقـيل أهل السنة والجماعة كان المرادبها سلف هذه الأمة من الصحابة والتابعـين الذين إجتماع على الحق الصريح من كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم (معالم إنطلاقة الكبرى ٤٥ )
“Apabila disebut kata Al Jama’ah bersama As Sunnah lantas dikatakan: “Ahlussunnah Wal Jama’ah” maka yang dimaksud dengannya adalah para salaf dari ummat ini termasuk para sahabat Nabi SAW dan para Tabi’in yang sepakat didalam kebenaran yang jelas dari Kitab Allah (Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW).”
(Ma’alimul Inthilaaqatil Kubro, hal.45)
Firqah-firqah Dalam Islam dan Ahlussunnah Wal Jama’ah Sebagai Golongan Yang Terbanyak Lagi Selamat
Tentang perpecahan ummat memang terjadi baik ummat yang terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW atau ummat setelah diutus Nabi Muhammad SAW.
Terkait dengan hal di atas pada Kitab Tanbihul Ghafilin Juz 2 karya Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, hal. 442-443 disebutkan firqah-firqah dalam Islam dengan berpedoman pada hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
افـتـرقـت بـنى اسـرا ئـيل عـلى احـد ى وسـبـعـين فـرقـة وان هـذه الأ مـة سـتـفـترق عـلى اثـنـتيـن وسـبـعـين فـرقـة احـدى وسـبـعون فى الـنار ووا حـدة فـى الـجـنة قـالوا يـا رسول الله مـا هـذه الوا حـدة قـال اهـل السنـة والجـما عـة
‘Bani Israil telah terpecah menjadi 71 kelompok, dan ummat ini akan terpecah menjadi 72 kelompok, dimana 71 kelompok berada di neraka dan hanya 1 kelompok yang berada di surga. Para sahaba bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah 1 kelompok itu?” Beliau menjawab, “Ahlussunnah Wal Jama’ah” (kelompok yang benar-benar mengikuti Sunnah dan selalu berada dalam persatuan).”
Diriwayatkan oleh Thabrani dari Abu Umamah ra, Nabi SAW bersabda :
افتر قت بنو اسرائيل على احدى وسبعين فرقة أوقال اثـنـتـين وسبعـين فـرقة وتزيد هذه الأمة فـرقة واحدة كلها فى النار إلا السوادالأعـظم فـقال له رجل يا ابا أمامة من رأيك أوسمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إني إذا لجرىء, بل سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم غير مرة ولا مرتين ولا ثلاثة
“Terpecah Bani Israil menjadi 71 atau 72 kelompok, sedang ummat ini (Ummat Islam) melebihi 1 kelompok (menjadi 73 kelompok) semuanya di neraka kecuali kelompok As Sawaadul A”dham (kelompok terbanyak). Maka bertanya seorang kepada Abu Umamah : Wahai Abu Umamah apakah ini dari pendapatmu atau engkau mendengarnya dari Rasulullah SAW. Abu Umamah menjawab : Kalau dari pendapatku bearti aku berani melangkahi Nabi SAW). Aku mendengarnya dari Rasulullah SAW bukan hanya sekali, dua kali atau tiga kali (tetapi banyak kali) “. (H.R. Thabarani)
Dari Anas bin Malik ra bersabda Nabi SAW
إن بنى إسرائيل افـتـرقـت على إحدى وسـبعـين فـرقة وإن أمتى ستـفـترق على ثـنتـين وسبعـين فـرقة كلها فى النار إلا واحدة وهي الجماعة.
“Sesunguhnya Bani Israil (yahudi) terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok dan sunguh ummatku akan terpecah mnjadi tujuh puluh dua kelompok. Semuanya di neraka kecauali satu yaitu Al-Jamaa’ah”.
(HR.Ibnu Majah dan Imam Ahmad)
Dari ‘Auf bin Malik ra bersabda Nabi Muhammad SAW
افـرقـت اليهـود على إحـدى وسـبعـين فـرقة فـواحدة فى الجـنة وسبعـون فى النار. وافـترقـت النصارى على ثـنـتـين وسـبعـين فـرقة فإحدى وسبعـون فى النار وواحدة فى الجنة. والذى نـفـس محمد بـيده لتـفـترقـن أمتى على ثلاث وسـبعـين فـرقـة واحدة فى الجـنة وثـنـتـان وسبعـون فى النار. قيل يارسول الله من هم ؟ قال الجـماعة (رواه إبن ماجة)
“Terpecah kaum Yahud menjadi tujuh puluh satu kelompok. Satu kelompok di surga sedang tujuh puluh di neraka. Dan terpecah kaum Nashara menjadi tuijuh puluh dua kelompok. Tujuh puluh satu kelompok di nerakadan satu kelompok di surga. Demi ALLAH yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya (kekuasaan-Nya) sungguh ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Yang satu kelompok Surga, sedng yang tujuh puluh dua masuk neraka. Para sahabat bertanya Nabi SAW, bertaya: Wahai Rasulullah sipa mereka (yang masuk surga) itu? Beliau SAW menjawab: Al-Jama’ah”
(HR.Ibnu Majah)
Diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr bersabda Nabi Muhammad SAW:
ليأتـين على أمتى ما أتى على بنى إسـرائـيل حـذ والنعـل حتى إن كان منهـم من يأتى أمه عـلى نـية لـكان فى أمتى من يصنع ذلك. وإن بنى إسـرائـيل تـفـرقـت على ثـنـتـين وسـبعـين ملة. وتـفـرقـت إمتى على ثلاث وسـبعـين ملة. كلهـم فى النار إلاملة واحدة, قالوا ومن هي يارسول الله ؟ قال : ما أنا عـليـه واصحابى.
“Sungguh akan terjadi pad ummatku apa yang pernah terjadi atas Bani Israil (kaum Yahudi) bagaikan sepasangh sandal. Kalau diantara mereka ada yan menggauli ibunya secara terang-terangan maka pada ummatku pun akan ada orang yang berbuat demikian. Sungguh Bani Israil (Yahudi) telah terpecah menjadi tujuh puluh dua aliran. Semua akan masuk neraka kecuali satu. Dan Ummatku pun akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran yang semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Mereka (para sahabat Nabi Muhammad SAW) bertanya: Siapakah golongan itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Mereka adalah yang menjalani apa yang kujalani bersama sahabat-sahabtku”
(HR.At-Turmuzi).
Dalam hadits lain Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
فإنـه من يعـش منـكم من بـعـدى فـسـيرى اخـتلافا كـثـيرا فعليـكم بسـنـتى وسـنة الخلفاء المهـديــين الراشـديـن تمسكوابها وعضوا عـليها بالـنواجذ.
“Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) diantaramu niscaya akan melihat perselisihan (paham) yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khalifah Rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu” (Hadits riwayat Imam Abud Daud dll. Lihat Sunan Abu Daud juzu’ IV, pagina 201)
1. Mengenai ketuhanan :
Meyakini yakni Allah merupakan tuhan yang esa yang berhak disembah dengan seluruh sifat kesempurnaan-Nya yang tiada serupa oleh makhluk.
Zat Allah bisa diamati melalui mata kepala, dan orang-orang mukmin maka akan melihat-Nya di dalam surga kelak.
Segala sesuatu yang berlaku adalah atas kehendak-Nya akan tetapi untuk makhluk terdapat ikhtiyari.
Menolak faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk.
Menolak faham Jabariyah (segala sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk)
Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah)
2. Mengenai malaikat:
Malaikat itu nyata ada serta totalnya gak terhingga. Tiap malaikat mempunyai tugasnya masing-masing, mereka selalu taat pada perintah Allah.
Ummat islam semata-mata diwajibkan mengenal 10 nama malaikat yang utama yang memiliki tugasnya masing-masing.
Sehubungan oleh keimanan terhadap adanya malaikat, ummat islam pula diwajibkan meyakini adanya jin, iblis serta syaithan.
3. Mengenai kerasulan:
Meyakini bahwa seluruh Rasul merupakan utusan-Nya yang diberikan mu`jizat untuk mereka sebagi tanda kebenaran mereka.
Rasulullah SAW penutup seluruh Nabi serta Rasul yang diutus untuk bangsa arab serta bangsa yang lainnya, kepada manusia dan jin.
Mencintai semua shahabat Rasulullah
Meyakini bahwa shahabat yang sangat mulia ialah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum.
Menjauhi mendiskusikan perkara permusuhan sesama sahabat kecuali buat menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum muslimin menyikapinya.
Meyakini Ibunda serta Ayahanda Rasulullah masuk surga berlandaskan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` : 15)
Kedua orang tua Nabi wafat di zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). pertanda keduanya dinyatakan selamat. Imam Fakhrurrozi menyatakan yakni seluruh orang tua para Nabi muslim.
Melalui dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Sebagian Ulama’ menafsiri ayat di atas yakni cahaya Nabi berpindah melalui orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud yang lainnya. Adapun Azar yang secara terang mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan tidaklah bapak Nabi Ibrahim yang sesungguhnya akan tetapi dia merupakan bapak asuhnya serta juga pamannya.
Terang sekali Rasulullah menyatakan yakni kakek serta nenek moyang beliau merupakan orang-orang yang suci tidak merupakan orang-orang musyrik dikarenakan mereka dinyatakan najis di dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman pada surat At Taubah ayat 28:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
4. Mengenai kitab:
Al quran, Taurat, Injil, Zabur merupakan kitab-kitab yang diturunkan untuk Rasul-Nya yang menjadi pedoman buat ummat.
Al Quran merupakan kalam Allah dan tidak merupakan makhluk dan tidak merupakan sifat bagi makhluk.
Mengenai ayat mutasyabihat, di dalam Ahlussunnah muncul 2 pandangan para ulama:
Ulama salaf (ulama yang hidup pada masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih menentukan tafwidh (menyerahkan pada Allah) sesudah Takwil Ijmali (umum/global) ataupun diketahui pula melalui istilah tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya sesudah itu menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah.
Ulama khalaf (Ulama yang hidup pada masa sesudah 500 Hijriyah) lebih menentukan ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan serta memastikan arti yang dimaksudkan melalui kalimat tersebut.
Di dalam memastikan langkahnya, Ulama Salaf serta Ulama Khalaf sama-sama berpegang dalam surat: Ali Imran ayat: 7
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
Maksudnya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk mencari-cari penafsirannya,”
[a]. dan tidak ada yang memahami takwilnya melainkan allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, keseluruhannya itu dari sisi tuhan kami" dan tidak sanggup mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)
[b].dan tidak ada yang mengerti takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami" dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)
• Ulama Khalaf berpendapat yakni kalimat الرَّاسِخُونَ di’athafkan pada lafadh اللَّهُ dan jumlah يَقُولُونَ آَمَنَّا ialah jumlah musta`nafah (permulaan baru) untuk bayan (menerangkan) sebab iltimas takwil. Terjemahan [a] adalah terjemahan berlandaskan pendapat Ulama Khalaf.
• Ulama Salaf berpendapat yakni kalimat الرَّاسِخُونَ ialah isti`naf. Terjemahan [b] adalah terjemahan berlandaskan pendapat Ulama Salaf.
5. Mengenai kiamat:
Kiamat pasti berlaku, tiada keraguan sedikit pun.
Meyakini adanya azab kubur.
Kebangkitan merupakan perkara yang pasti.
Surga merupakan satu tempat yang dipersiapkan buat hamba yang dicintai-Nya.
Neraka dipersiapkan buat orang-orang yang ingkar kepada-Nya.
Meyakini adanya hisab (hari perhitungan amalan).
Meyakini adanya tempat pemberhentian hamba sesudah bangkit dari kubur.
Meyakini adanya Syafaat Rasulullah, ulama, syuhada serta orang-orang mukmin lainnya berdasarkan kadar masing-masing.
6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya ialah didapatkan lewat lisan Rasul-Nya bukan dengan akal.
7. Tidak mengatakan seseorang ahli tauhid dan beriman sudah pasti masuk surga atau neraka kecuali orang-orang yang sudah mendapatkan pengakuan dari Rasulullah bahwa ia masuk surga.
8. Tidak mengada-ngadakan sesuatu di dalam agama kecuali atas izin Allah.
9. Tidak menisbahkan untuk Allah sesuatu yang tidak diketahui.
10. Meyakini bahwa shadaqah serta doa untuk orang mati berguna dan Allah memberikan manfaat untuk mayat melalui shadaqah dan doa tersebut.
11. Meyakini adanya karamah orang-orang shaleh
12. Tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab dosa yang mereka perbuat semacam zina, mencuri, minum khamar dll.
13. Perkara sifat dua puluh. Para ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah sesungguhnya tidak membataskan sifat-sifat kesempurnaan Allah semata-mata pada 20 sifat saja. Terlebih-lebih seluruh sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah pasti Allah wajib mempunyai sekian sifat itu, sehingga sifat-sifat kamalat (kesempurnaan dan keagungan) Allah itu sesungguhnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan saja
Nabi Muhammad SAW ketika ditanya: Siapa kelompok yang bakal selamat dan masuk surga itu Ya Rasullah ? Antara lain Beliau SAW menjawab:
1. Sesuai dengan sabda Nabi SAW, ketika Rasulullah SAW ditanya golongan mana yang selamat (al-Firqotun Naajiyah) beliau bersabda :
ألـتي تـكون عـلى مثـل ما أنـا عـليه وأصحابـي
“Golongan yang seperti aku dan sahabatku.” (HR. Turmudzi dengan matan yang berbeda)
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda :
الـمـتـمـسـك بــسـنـتي عـنـد فـساد امـتي لـه اجـرمـائـة شـهـيد
“Orang yang benar-benar berpegang teguh kepada sunnahku di kala rusaknya ummatku, maka ia mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid.”
2 .“.... ialah Al-Jama’ah”
وهي الجـماعة
3. Menurut riwayat Ibnu Majah :
قال : الجـماعة
“...... Beliau SAW jawab ialah : Al-Jama’ah”.
4. Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
والجـماعة اي اهـل السـنة والجـماعـة.
“Yang dimaksud dengan Al-Jama’ah adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah”.
(Faidhul Qadir Juz 2 hal.20)
Jadi, Ahlus Sunah wal Jama’ah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah-sunnah (ajaran-ajaran) Nabi Muhammad SAW. Aswaja menerima sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW melalui perawi-perawi baik dari Ahlu Bait ataupun dari para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Pembagian Filqah dalam Islam
Tersebut dalam Kitab Bugyatul Mustarsyidin, karangan Mufti Syaikh Sayyid Abdurrahaman bin Muhamamad Husein bin Umar, yang dimasyhurkan dengan gelar Ba’Alawi, pada halaman 398, cetakan Mathba’ah Amin Abdul Majid Cairo (138 H), bahwa 72 firqah yang sesat itu berpokok dari 7 firqah, yaitu:
1. Kaum Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina ‘Ali Karamallahu wajhahu. Mereka tidak mengakui Khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, Radhiyallahu’anhum.
Kaum Syi’ah kemudian terpecah menjadi 22 aliran.
2. Kaum Khawarij yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Saidina ‘Ali Kw, bahkan ada diantaranya yang mengkafirkan Saidina ‘Ali. Firqah ini berfatwa bahwa orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir.
Kaum Khawarij kemudian terpecah menjadi 20 aliran.
3. Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang berpaham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam surga, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan diantara dua tempat, dan mi’rajnya Nabi Muhammmad hanya dengan ruh saja, dll.
Kaum Mu’tazilah terpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum Murji’ah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat ma’syiat (kedurhakaan) tidak memberi mudharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya membuat kebajikan tidak memberi manfa’at kalau kafir.
5. Kaum Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk, yakni dijadikan oleh Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada.
Kaum Najariyah terpecah menjadi 3 aliran.
6. Kaum Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa mausia “majbur”, artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada sama sekali. Kaum ini hanya 1 aliran.
7. Kaum Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia, umpanya bertangan, berkaki, duduk di kursi, naik tangga, turun tangga, dan lain-lainnya. Kaum ini hanya 1 aliran saja.
Jadi jumlahnya adalah :
1. Kaum Syi’ah : 22 aliran
2. Kaum Khawarij : 20 aliran
3. Kaum Mu’tazilah : 20 aliran
4. Kaum Murji’ah : 5 aliran
5. Kaum Najariyah : 3 aliran
6. Kaum Jabariyah : 1 aliran
7. Kaum Musyabbihah : 1 aliran
Jumlah : 72 aliran
Kalau ditambah dengan 1 aliran lagi dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jama’ah maka cukuplah menjadi 73 firqah, sebagai yang diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.
Adapun Kaum Qadariyah termasuk golongan kaum Mu’tazilah, kaum Bahaiyah dan Ahmad Qad-yan masuk dalam golongan kaum Syi’ah, kaum Ibnu Taimiyah masuk dalam golongan Musyabbihah dan kaum Wahabi termasuk kaum pelaksana dari paham Ibnu Taimiyah.
Perselihan Paham Timbul Sesudah Wafatnya Nabi Muhammmad SAW
Tersebut dalam kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah karangan K.H. Siradjuddin Abbas bahwa yang teramat mulia Nabi Muhammad SAW. wafat tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriah, bersetuju dengan 8 Juni 632 M. Pada hari wafat Beliau sekumpulan kaum Anshar (sahabat-sahabat Nabi yang berasal dari Madinah) berkumpul di suatu Balairung yang bernama SAQIFAH BANI SA’IDAH untuk mencari Khalifah (pengganti Nabi yang sudah wafat).
Kaum Anshar ini dipimpin oleh Sa’ad bin Ubadah (Ketua kaum Anshar dari suku Khazraj). Mendengar hal ini kaum Muhajirin (Sahabat-sahabat asli dari Mekkah yang pindah ke Madinah) datang bersama-sama ke Balairung itu, dengan dipimpin oleh Saidina Abu Bakar Shiddiq Rda.
Sesudah terjadi perdebatan yang agak sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin yang setiapnya mengemukakan calon dari pihaknya, bersepakatlah mereka mengangkat Sahabat yang paling utama Saidina Abu Bakar Shiddiq sebagai Khalifah yang pertama.
Pada tahun 30 hijriyah timbul paham Syi’ah yang disemangati oleh Abdullah bin Saba’ yang beroposisi terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ketika ia datang ke Madinah tidak begitu dapat penghargaan dari Khalifah dan juga ummat Islam yang lain. Oleh karena itu ia jengkel.
Sesudah terjadi “Peperangan Siffin”, peperangan saudara sesama Islam, yaitu antara tentara Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dengan tentara Mu’awiyah bin Abu Sofyan (Gubernur Syria) pada tahun 37 Hijriyah timbul pula firqah Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dari Mu’awiyah. dan dari Saidina ‘Ali Kw.
Pada permulaan abad ke II H timbul pula Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang dipimpin Washil bin Atha’ (lahir 80 H – wafat 113 H) dan Umar bin Ubeid (wafat 145)
Kaum Mu’tazilah ini mengeluarkan fatwa yang ganjil-ganjil, yang berlainan dan berlawanan dengan i’tikad Nabi SAW dan sahabat-sahabat beliau. Diantara fatwa-fatwa yang ganjil dari Kaum Mu’tazilah itu, ialah adanya “manzilah bainal manzilatein”, yakni ada tempat di antara dua tempat, ada tempat yang lain selain syurga dan neraka.
Banyak lagi fatwa-fatwa kaum Mu’tazilah, umpamanya fatwa yang mengatakan bahwa sifat Tuhan tidak ada, bahwa al-qur’an itu makhluk, bahwa Mi’raj Nabi SAW hanya dengan ruh saja, bahwa pertimbangan akal lebih didahulukan dari hadits-hadits Nabi, bahwa surga dan neraka akan lenyap, dan lain-lain fatwa yang keliru.
Kemudian timbul pula paham Qadariyah yang mengatakan bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri, tidak ada sangkut paut dengan Tuhan. Hak mencipta telah diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga Tuhan tidak tahu dan tidak perduli lagi apa yang akan dibuat oleh manusia.
Selanjutnya timbul pula paham Jabariyah, yang mengatakan bahwa sekalian yang terjadi adalah dari Tuhan, manusia tidak punya daya apa-apa, tidak ada usaha dan tidak ada ikhtiar.
Dilain pihak timbul pula paham Mujassimah, yakni paham yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk, punya tangan, punya kaki, duduk di atas kursi, turun dari tetangga serupa manusia, Tuhan adalah cahaya seperti lampu, dan lain-lain kepercayaan.
Sejalan dengan perkembangan waktu lahir pula paham-paham yang keliru tentang tawasul dan wasilah, tentang ziarah dan istighasah dari IbnuTaimiyah yang semuanya mengacaukan dunia Islam dan kaum Muslim.
Munculnya Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah Pada Abad ke III Hijriyah
Sebagai reaksi dari firqah –firqah yang sesat tadi maka pada akhir abad ke III Hijriyah timbulllah golongan yang bernama Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
KH. Abdullah A. Abdun dalam bukunya “Perbedaan Prinsip Antara Aqidah dan Ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah Imamiyah” diungkapkan bahwa istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah baru muncul ke permukaan pada masa Pemerintahan Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (754- 775 M) dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (785-809) dan semakin tampak pada zaman pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M / 198-218 H) dan semakin populer setelah munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (873-935 M) dan Abu Mansur Al-Maturidi. (Ensiklopedia Islam, Cet. III, Th. 1994).
Pada masa itu (abad ke III H) banyak sekali Ulama-ulama Mu’tazilah mengajar di Bashrah, Kufah dan Baghdad.
Menurut K.H. Siradjuddin Abbas dalam kitabnya “I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah” ada 3 orang Khalifah ‘Abbasiyah yaitu Ma’mun bin Harun ar-Rasyid (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H) dan Al-Watsiq (227-232 H) adalah penyokong kafilah-kafilah faham Mu’tazilah atau sekurangnya penyokong yang utama dari golongan Mu’tazilah.
Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah apa yang dinamakan “fitnah Qur’an Makhluq” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sepaham dengan kaum Mu’tazilah.
Pada masa Abu Hasan al-Asy’ari masih muda ulama-ulama Mu’tazilah sangat banyak di Bashrah, Kufah dan Bagdad. Masa itu masa gilang-gemilang bagi mereka, karena pahamnya disokong oleh pemerintah.
Imam Abu Hasan termasuk salah seorang pemuda yang belajar kepada syekh dari Mu’tazilah, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab al-Jabai (wafat 303 H). Dalam hal ini, pembaca jangan keliru, ini bukan Muhammad bin Abdul Wahab, pembangun Madzhab Wahabi di Nejdi (1115-1206 H).
Imam Abu Hasan al-Asy’ari melihat, bahwa dalam paham kaum Mu’tazilah banyak terdapat kesalahan besar, banyak yang bertentangan dengan i’tiqad dan kepercayaan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau, banyak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Maka karena itu beliau keluar dari golongan Mu’tazilah dan taubat kepada Tuhan YME atas kesalahan-kesalahannya yang lalu. Bukan saja begitu, tetapi beliau tampil kemuka di garis depan untuk melawan dan mengalahkan kaum Mu’tazilah yang salah itu.
Pada suatu hari beliau naik ke sebuah mimbar di Mesjid Bashrah yang besar itu dan mengucapkan pidato yang berapi-api dengan suara lantang yang didengar oleh banyak kaum Muslimin yang berkumpul di situ. Diantara pidato beliau:
“Saudara-saudara Kaum Muslimin Yang Terhormat!
Siapa yang sudah mengetahui saya, baiklah, tetapi bagi yang belum mengetahui maka saya ini adalah Abu Hasan Ali al-Asy’ari anak dari Isma’il bin Abi Basyar. Dulu saya berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluq, bahwa Tuhan Allah tidak bisa dilihat denga mata kepala di akhirat, dan bahwasanya manusia menjadikan (menciptakan) perbuatannya, serupa dengan kaum Mu’tazilah.
Nah, sekarang saya nyatakan terus terang bahwa saya telah taubat dari paham Mu’tazilah dan sekarang saya lemparkan i’tiqad Mu’tazilah itu seperti saya melemparkan baju saya ini (ketika itu dibukanya bajunya dan dilemparkan) dan saya setiap saat siap untuk menolak paham Mu’tazilah yang sesat dan salah itu” (Zhumhur Islam IV halaman 67)
Dari mulai tanggal itu Imam Abu Hasan Ali Asy’ari berjuang melawan kaum Mu’tazilah dengan lisan dan tulisan, berdebat, bertanding dengan kaum Mu’tazilah dimana-mana, merumuskan dan menuliskan dalam kitab-kitabnya i’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah sehingga nama beliau masyhur sebagai Ulama Tauhid yang dapat menundukkan dan menghancurkan paham Mu’tazilah yang salah itu.
Tokoh ahlussunnah wal jama’ah yang ke dua adalah Imam Al Maturidi. Beliau adalah seorang yang menganut Madzhab Abu Hanifah terutama dalam bidang aqidah atau ushuluddin yang paham dan i’itiqadnya sama atau hampir sama dengan Abu Hasan al Asy’ari. Beliau wafat di sebuah desa bernama Maturidi Samarqand, di Asia Tengah pada tahun 333 H, 9 tahun setelah Imam Abu Hasan al Asy’ari.
Murid-murid beliau yang terkenal ada empat orang yakni : Abu al Qasim Ishaq bin Muhammad bin Isma’il yang terkenal sebagai Hakim Samarkandi, wafat pada tahun 340 H. Lalu Imam Abu al Hasan bin syaid al Rastaghfani, kemudian Imam Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa al Bazdawi, wafat pada tahun 390 H. Dan yang terakhir adalah Imam abu al Laits al Bukhari.
Dalam masalah fiqih, Ahlussunnah wal jama’ah termanifestasi (terwujud) dengan mengikuti madzhab yang empat yakni : Mazhab Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali.
Dalam Tashawwuf mengikuti Imam Junayd Al-Baghdadi (Nama beliau adalah Abu Al-Qasim Al-Junayd Bin Muhammad Bin Al-Junayd Al-Khazzaz Al-Qawariri. Lahir di Baghdad meninggal pada Jum’at petang tahun 298 H) dan Imam Al-Ghazali (Nama Beliau adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali. Beliau wafat pada tahun 505 H atau 1111 M).
Tersebut dalam kitab “Ihtihaf Sadatul Muttaqin” karangan Imam Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi, yaitu syarah dari kitab, “Ihya ulumuddin” karangan Imam Al-Ghazali, pada jillid II, halaman 6 yaitu:
إذا أطـلـق أهـل السـنة فـالـمـراد به الأشـاعـرة والماتـريـدية
“ Apabila disebut kaum Ahlussunah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (paham) As’ari dan paham Abu Mansur Al-Maturidi”
Berkenaan dengan kedudukan Imam Hasan Asy’ari ini telah diungkapkan oleh Imam Abdullah Bin Alwi Alhaddad (lahir pada malam Senin 5 Shafar 1044 H dan wafat pada hari Kamis 27 Ramadhan 1132 H). Beliau Habib Abdullah Bin Alwi Alhaddad adalah seorang yang terkenal dengan julukan sebagai Syaikhul Islam, Quthb Lid Da’wah Wal Irsyad (puncak ahli da’wah dan pembimbing), Haddadul Qulub (penempa hati) mengutip ucapan Al-Asy’ari dalam kitabnya “Al-Albanaah” (kitab yang menghimpun persoalan akidah secara lengkap) beliau berkata : “Saya beriman kepada Allah, kepada ayat-ayat Allah, kepada Rasulullah, dan segala yang dibawa oleh Rasulullah, sesuai dengan kehendak Allah dan apa yang dimaksud oleh Rasulullah, (Sebagaimana dikutip dari kitab Uqudul Almaas karya Al-Habib Alwi Bin Thahir Alhaddad, Mufti Johor, hal. 219). Selanjutnya Habib Abdullah menyatakan dalam syairnya yang menganjurkan untuk berpegang pada Aqidah Asy’ariyyah adalah sebagai berikut :
وكـن أشـعـريـا في اعـتـقـاد فــإ نـه , هو الـمنـهـل الصافى عـن الـزيـغ والـكـفـر,
“Jadikanlah kamu golongan Asy’ari dalam akidahmu, Karena sesungguhnya Madzhab itu merupakan jalan yang bersih dari segala penyelewengan dan kesesatan.” (Lihat kitab “Annafaisul ‘Ulumiyyah Fil Masail As-Sufiyah Wa Ithaafu As-Sailu Bi Jawabil Masaail”, Tanya Jawab Sufistik, hal. 153-154)
Adapun pengikut-pengikut Imam Asy’ari adalah berbagai kelompok dari para Muhadditsin (ahli hadits), Fuqaha (ahli fiqh) dan Mufassirin (ahli tafsir) dari para imam yang terkemuka. Diantara para ulama yang mengikuti ajaran beliau dalam bidang aqidah adalah Imam Nawawi (pengarang Kitab Riyadhus Shalihin, wafat tahun 676 H), Syaikh Ibn Hajar Al-‘Asqalani (pengarang Kitab Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari serta kitab Bulugh Al-Maram, wafat tahun 852 H), Imam Al-Qurthubi pengarang Tafsir Al-Qurthubi, Ibnu Hajar Al-Haitami (pengarang Kitab Mu’allib Kitab Al-Zawaajir wafat tahun 974 H), Imam Zakariyya Al-Anshari (pengarang Kitab Fath Al-Wahhab), serta masih banyak lagi ulama terkemuka lainnya.
Tidak sedikit pula ahli tashawwuf terkenal yang menjadi pengikut aqidah Asy’ariyah ini, seperti Abu Al-Qasim ‘Abdul Karim Bin Hawazin Al-Qusyairi, (pengarang Kitab Al-Risalah Al-Qusyairiyyah, 376-465 H), dan Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali (wafat : 505 H).
Dalam kaitannya dengam kedudukan Imam Ghazali ini, Imam Haddad menyatakan :
وقـد حـرر الـقطب الإمام ملا ذ نا عـقـيـد تـه فـهي الـشفاء من الضر
وأغـني به من لـيس يـنعـت غـيـره بـحـجة إسلام فـيـا لـك من فخـر
“Al-Quthb Al-Imam tempat kita berlindung telah menyusun akidah untuk menghindarkan segala mara bahaya yang kumaksud adalah ia satu-satunya oang yang memperoleh julukan Hujjatul Islam (yang dimaksud adalah Imam Al-Ghazali), maka sudah sepatutnya kamu berbangga hati.” (Kitab “Annafaisul ‘Ulumiyyah Fil Masail As-Sufiyah Wa Ithaafu As-Sailu Bi Jawabil Masaail”, Tanya Jawab Sufistik, hal. 153-154)
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku dirinya Ahlussunnah Wal Jama’ah, maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan Sunnah Rasulullah SAW dan Sahabatnya. Abu Sa’id Al-Khadimi berkata dalam kitabnya “Al-Bariqah Syarh Al-Thariqah, hal. 111-112” :
(Jika ada yang bertanya) semua kelompok mengaku dirinya sebagai golongan Ahlussunah Wal Jamaa’h, jawaban kami adalah : bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah itu bukan hanya klaim semata, namun harus diwujudkan (diaflikasikan) dalam perbuatan dan ucapan.
Pada zaman kita sekarang ini, perwujudan itu dapat dilihat dengan mengikuti apa yang tertera dalam hadits-hadits yang shahih. Seperti Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim dan Kitab-kitab lainnya yang telah disepakati validitasnya (kebenarannya).”
Di dalam kitab Tatsbit al fu’ad, Al - Imam al Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al Haddad mengemukakan, apabila zaman telah rusak, orang – orang berpegang teguh pada kebenaran akan mencontoh para pendahulu mereka berdasarkan petunjuk hadits :
لـيـلـيـنى منـكم اولوالأحـلام والنـهى
“Hendaklah orang – orang yang bernalar dan berakal di antara kalian mengikuti jejakku.
Selanjutnya beliau mengatakan di dalam mengarungi kehidupan beragama ini hendaklah kita merujuk seperti ungkapannya di bawah ini :
والـزم كـتاب الله واتـبع سـنة واقـتد هـداك الله بالأسلاف
Tekunilah kitabullah, ikuti sunnah dan teladani salaf, semoga Allah memberimu petunjuk.
Demikian sekilas pandang tentang Siapa Ciri-Ciri Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah Kelompok yang Selamat , semoga kita termasuk kedalamnya.
Demi ALLAH, aku tidak menangisi Nabi SAW karena kehilangan beliau, akan tetapi karena kericuhan yang aku takutkan akan datang.
Sepotong ungkapan diatas kalau kita cermati dan perhatikan bahwa hal ini benar adanya. Karena saat ini dikalangan ummat Islam telah timbul berbagai macam faham, aliran yang satu dengan lainnya saling menyalahkan, saling membid’ahkan, saling memfitnah sampai kepada saling mengkafirkan. Sungguh hal ini membuat kalangan masyarakat Muslim menjadi bingung dan bertanya-tanya mana yang harus diikuti dan apa dasar - dasar hukum yang menjadi acuan dalam hidup beragama ini.
Terhadap kondisi dimaksud, Nabi Muhammad SAW telah memberikan acuan, petunjuk bagi kita sebagai Ummat Islam untuk kembali dan berpegang kepada Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Di kalangan kita ummat Islam konsep Ahlussunnah Wal Jama’ah disingkat Aswaja selama ini masih belum dipahami secara tuntas, sehingga menjadi “rebutan” setiap kelompok/golongan. Semua kelompok mengaku dirinya sebagai penganut ajaran Aswaja. Tidak jarang, label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi, apakah yag dimaksud dengan Aswaja itu sebenarnya ? Bagaimana pula dengan klaim itu, dapatklah dibenarkan ?, Untuk menjawab hal ini, dengan tidak berlebihan serta dengan kerendahan hati perkenankan penulis menguraikannya sebagaimana penjabaran di bawah ini.
Pengertian Ahlussunah Wal Jama’ah
Berkenaan dengan kata “Ahlussunnah Wal Jama’ah” maka dapat dilihat bahwa kata tersebut terdiri dari 3 kata yaitu: ahl, as-sunnah dan al-jama’ah. Ketiga kata ini merupakan satu kesatuan, bukan sesuatu yang dipisah-pisah.
1. Ahl
Menurut K.H. Muhyiddin Abdusshomad dalam kitabnya Fiqh Tradisional halaman 1 bahwa kata “Ahl” berarti keluarga, golongan atau pengikut. Dalam kamus Al-Munjid fil Lughah wal A’alam, kata ahl mengandung dua makna. Selain bermakna keluarga dan kerabat, ahl juga berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab sebagaimana tercantum pada kamus al-Qamus al-Muhith.
2. As-Sunnah,
Pada kitab ”Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadits Al-Syariifi” yang digubah dalam bahasa Indonesia dengan judul “Ilmu Ushul Hadits” karangan Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki hal 3, bahwa Sunnah menurut etimologi berarti cara yang bisa ditempuh (inisiatif), baik ataupun buruk.
Menurut Dr. Mushthafa Al-Siba’i dalamnya kitab “Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al-Tasyri’ Al-Islami cetakan I, halaman 57, sunnah juga bisa berarti :
الطريقة محمودة كانت او مذمومة
“Jalan yang terpuji dan atau yang tercela”
Pada kitab Fath al-Bari, Juz XII, hal. 245 disebutkan As-Sunnah yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maksudnya, semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi Muhammad SAW.
Dipertegas oleh Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya “Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq” : bahwa yang dimaksud dengan Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan Beliau).
3. Al-Jama’ah
Dalam Kitab Al-Mustadrak, juz I halaman 77-78 disebutkan bahwa Al-Jama’ah yaitu apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Al-Khulafa’ Al-Rasyidin (Khalifah Abubakar r.a, Umar Bin Khattab r.a, Utsman Bin ‘Affan r.a dan Ali Bin Abi Thalib r.a). Kata Al-Jama’ah ini diambil dari Sabda Nabi Muhammad SAW :
من أراد بـحـبو حة الجـنة فـليـلزم الجـماعـة
“Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti Al-Jama’ah.” (Hadits Riwayat Tirmidzi, dan disahihkan
oleh Al-Hakim, dan Al-Dzahabi)
.Diungkapkan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya “Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq” Al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi Muhammad SAW pada masa Al-Khulafa Al-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat pada mereka semua).”
Dijelaskan dalam buku “Perbedaan Prinsip Antara Aqidah dan Ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah Imamiyah” karangan KH. Abdullah A.Abdun bahwa Ahlussunah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengamalkan Al-qur’an dan Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
إني أوتيت القرآن ومثله معه
“Sesungguhnya Saya diberikan Al-Qur’an dan yang semacamnya (semacam Al-Qur’an yaitu As-sunah) bersamanya (bersama Al-Qur’an)”
Pengertian lain Ahlussunnah Wal Jama’ah disebutkan didalam kitab Syarhul Waasithiyyah halaman 16 sebagai berikut :
إذا ذكر لفظ الجماعة مع السنة فـقـيل أهل السنة والجماعة كان المرادبها سلف هذه الأمة من الصحابة والتابعـين الذين إجتماع على الحق الصريح من كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم (معالم إنطلاقة الكبرى ٤٥ )
“Apabila disebut kata Al Jama’ah bersama As Sunnah lantas dikatakan: “Ahlussunnah Wal Jama’ah” maka yang dimaksud dengannya adalah para salaf dari ummat ini termasuk para sahabat Nabi SAW dan para Tabi’in yang sepakat didalam kebenaran yang jelas dari Kitab Allah (Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW).”
(Ma’alimul Inthilaaqatil Kubro, hal.45)
Firqah-firqah Dalam Islam dan Ahlussunnah Wal Jama’ah Sebagai Golongan Yang Terbanyak Lagi Selamat
Tentang perpecahan ummat memang terjadi baik ummat yang terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW atau ummat setelah diutus Nabi Muhammad SAW.
Terkait dengan hal di atas pada Kitab Tanbihul Ghafilin Juz 2 karya Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, hal. 442-443 disebutkan firqah-firqah dalam Islam dengan berpedoman pada hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
افـتـرقـت بـنى اسـرا ئـيل عـلى احـد ى وسـبـعـين فـرقـة وان هـذه الأ مـة سـتـفـترق عـلى اثـنـتيـن وسـبـعـين فـرقـة احـدى وسـبـعون فى الـنار ووا حـدة فـى الـجـنة قـالوا يـا رسول الله مـا هـذه الوا حـدة قـال اهـل السنـة والجـما عـة
‘Bani Israil telah terpecah menjadi 71 kelompok, dan ummat ini akan terpecah menjadi 72 kelompok, dimana 71 kelompok berada di neraka dan hanya 1 kelompok yang berada di surga. Para sahaba bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah 1 kelompok itu?” Beliau menjawab, “Ahlussunnah Wal Jama’ah” (kelompok yang benar-benar mengikuti Sunnah dan selalu berada dalam persatuan).”
Diriwayatkan oleh Thabrani dari Abu Umamah ra, Nabi SAW bersabda :
افتر قت بنو اسرائيل على احدى وسبعين فرقة أوقال اثـنـتـين وسبعـين فـرقة وتزيد هذه الأمة فـرقة واحدة كلها فى النار إلا السوادالأعـظم فـقال له رجل يا ابا أمامة من رأيك أوسمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إني إذا لجرىء, بل سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم غير مرة ولا مرتين ولا ثلاثة
“Terpecah Bani Israil menjadi 71 atau 72 kelompok, sedang ummat ini (Ummat Islam) melebihi 1 kelompok (menjadi 73 kelompok) semuanya di neraka kecuali kelompok As Sawaadul A”dham (kelompok terbanyak). Maka bertanya seorang kepada Abu Umamah : Wahai Abu Umamah apakah ini dari pendapatmu atau engkau mendengarnya dari Rasulullah SAW. Abu Umamah menjawab : Kalau dari pendapatku bearti aku berani melangkahi Nabi SAW). Aku mendengarnya dari Rasulullah SAW bukan hanya sekali, dua kali atau tiga kali (tetapi banyak kali) “. (H.R. Thabarani)
Dari Anas bin Malik ra bersabda Nabi SAW
إن بنى إسرائيل افـتـرقـت على إحدى وسـبعـين فـرقة وإن أمتى ستـفـترق على ثـنتـين وسبعـين فـرقة كلها فى النار إلا واحدة وهي الجماعة.
“Sesunguhnya Bani Israil (yahudi) terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok dan sunguh ummatku akan terpecah mnjadi tujuh puluh dua kelompok. Semuanya di neraka kecauali satu yaitu Al-Jamaa’ah”.
(HR.Ibnu Majah dan Imam Ahmad)
Dari ‘Auf bin Malik ra bersabda Nabi Muhammad SAW
افـرقـت اليهـود على إحـدى وسـبعـين فـرقة فـواحدة فى الجـنة وسبعـون فى النار. وافـترقـت النصارى على ثـنـتـين وسـبعـين فـرقة فإحدى وسبعـون فى النار وواحدة فى الجنة. والذى نـفـس محمد بـيده لتـفـترقـن أمتى على ثلاث وسـبعـين فـرقـة واحدة فى الجـنة وثـنـتـان وسبعـون فى النار. قيل يارسول الله من هم ؟ قال الجـماعة (رواه إبن ماجة)
“Terpecah kaum Yahud menjadi tujuh puluh satu kelompok. Satu kelompok di surga sedang tujuh puluh di neraka. Dan terpecah kaum Nashara menjadi tuijuh puluh dua kelompok. Tujuh puluh satu kelompok di nerakadan satu kelompok di surga. Demi ALLAH yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya (kekuasaan-Nya) sungguh ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Yang satu kelompok Surga, sedng yang tujuh puluh dua masuk neraka. Para sahabat bertanya Nabi SAW, bertaya: Wahai Rasulullah sipa mereka (yang masuk surga) itu? Beliau SAW menjawab: Al-Jama’ah”
(HR.Ibnu Majah)
Diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr bersabda Nabi Muhammad SAW:
ليأتـين على أمتى ما أتى على بنى إسـرائـيل حـذ والنعـل حتى إن كان منهـم من يأتى أمه عـلى نـية لـكان فى أمتى من يصنع ذلك. وإن بنى إسـرائـيل تـفـرقـت على ثـنـتـين وسـبعـين ملة. وتـفـرقـت إمتى على ثلاث وسـبعـين ملة. كلهـم فى النار إلاملة واحدة, قالوا ومن هي يارسول الله ؟ قال : ما أنا عـليـه واصحابى.
“Sungguh akan terjadi pad ummatku apa yang pernah terjadi atas Bani Israil (kaum Yahudi) bagaikan sepasangh sandal. Kalau diantara mereka ada yan menggauli ibunya secara terang-terangan maka pada ummatku pun akan ada orang yang berbuat demikian. Sungguh Bani Israil (Yahudi) telah terpecah menjadi tujuh puluh dua aliran. Semua akan masuk neraka kecuali satu. Dan Ummatku pun akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran yang semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Mereka (para sahabat Nabi Muhammad SAW) bertanya: Siapakah golongan itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Mereka adalah yang menjalani apa yang kujalani bersama sahabat-sahabtku”
(HR.At-Turmuzi).
Dalam hadits lain Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
فإنـه من يعـش منـكم من بـعـدى فـسـيرى اخـتلافا كـثـيرا فعليـكم بسـنـتى وسـنة الخلفاء المهـديــين الراشـديـن تمسكوابها وعضوا عـليها بالـنواجذ.
“Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) diantaramu niscaya akan melihat perselisihan (paham) yang banyak. Ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khalifah Rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu” (Hadits riwayat Imam Abud Daud dll. Lihat Sunan Abu Daud juzu’ IV, pagina 201)
1. Mengenai ketuhanan :
Meyakini yakni Allah merupakan tuhan yang esa yang berhak disembah dengan seluruh sifat kesempurnaan-Nya yang tiada serupa oleh makhluk.
Zat Allah bisa diamati melalui mata kepala, dan orang-orang mukmin maka akan melihat-Nya di dalam surga kelak.
Segala sesuatu yang berlaku adalah atas kehendak-Nya akan tetapi untuk makhluk terdapat ikhtiyari.
Menolak faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk.
Menolak faham Jabariyah (segala sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk)
Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah)
2. Mengenai malaikat:
Malaikat itu nyata ada serta totalnya gak terhingga. Tiap malaikat mempunyai tugasnya masing-masing, mereka selalu taat pada perintah Allah.
Ummat islam semata-mata diwajibkan mengenal 10 nama malaikat yang utama yang memiliki tugasnya masing-masing.
Sehubungan oleh keimanan terhadap adanya malaikat, ummat islam pula diwajibkan meyakini adanya jin, iblis serta syaithan.
3. Mengenai kerasulan:
Meyakini bahwa seluruh Rasul merupakan utusan-Nya yang diberikan mu`jizat untuk mereka sebagi tanda kebenaran mereka.
Rasulullah SAW penutup seluruh Nabi serta Rasul yang diutus untuk bangsa arab serta bangsa yang lainnya, kepada manusia dan jin.
Mencintai semua shahabat Rasulullah
Meyakini bahwa shahabat yang sangat mulia ialah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum.
Menjauhi mendiskusikan perkara permusuhan sesama sahabat kecuali buat menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum muslimin menyikapinya.
Meyakini Ibunda serta Ayahanda Rasulullah masuk surga berlandaskan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` : 15)
Kedua orang tua Nabi wafat di zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). pertanda keduanya dinyatakan selamat. Imam Fakhrurrozi menyatakan yakni seluruh orang tua para Nabi muslim.
Melalui dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Sebagian Ulama’ menafsiri ayat di atas yakni cahaya Nabi berpindah melalui orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud yang lainnya. Adapun Azar yang secara terang mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan tidaklah bapak Nabi Ibrahim yang sesungguhnya akan tetapi dia merupakan bapak asuhnya serta juga pamannya.
Terang sekali Rasulullah menyatakan yakni kakek serta nenek moyang beliau merupakan orang-orang yang suci tidak merupakan orang-orang musyrik dikarenakan mereka dinyatakan najis di dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman pada surat At Taubah ayat 28:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
4. Mengenai kitab:
Al quran, Taurat, Injil, Zabur merupakan kitab-kitab yang diturunkan untuk Rasul-Nya yang menjadi pedoman buat ummat.
Al Quran merupakan kalam Allah dan tidak merupakan makhluk dan tidak merupakan sifat bagi makhluk.
Mengenai ayat mutasyabihat, di dalam Ahlussunnah muncul 2 pandangan para ulama:
Ulama salaf (ulama yang hidup pada masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih menentukan tafwidh (menyerahkan pada Allah) sesudah Takwil Ijmali (umum/global) ataupun diketahui pula melalui istilah tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya sesudah itu menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah.
Ulama khalaf (Ulama yang hidup pada masa sesudah 500 Hijriyah) lebih menentukan ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan serta memastikan arti yang dimaksudkan melalui kalimat tersebut.
Di dalam memastikan langkahnya, Ulama Salaf serta Ulama Khalaf sama-sama berpegang dalam surat: Ali Imran ayat: 7
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
Maksudnya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk mencari-cari penafsirannya,”
[a]. dan tidak ada yang memahami takwilnya melainkan allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, keseluruhannya itu dari sisi tuhan kami" dan tidak sanggup mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)
[b].dan tidak ada yang mengerti takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami" dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)
• Ulama Khalaf berpendapat yakni kalimat الرَّاسِخُونَ di’athafkan pada lafadh اللَّهُ dan jumlah يَقُولُونَ آَمَنَّا ialah jumlah musta`nafah (permulaan baru) untuk bayan (menerangkan) sebab iltimas takwil. Terjemahan [a] adalah terjemahan berlandaskan pendapat Ulama Khalaf.
• Ulama Salaf berpendapat yakni kalimat الرَّاسِخُونَ ialah isti`naf. Terjemahan [b] adalah terjemahan berlandaskan pendapat Ulama Salaf.
5. Mengenai kiamat:
Kiamat pasti berlaku, tiada keraguan sedikit pun.
Meyakini adanya azab kubur.
Kebangkitan merupakan perkara yang pasti.
Surga merupakan satu tempat yang dipersiapkan buat hamba yang dicintai-Nya.
Neraka dipersiapkan buat orang-orang yang ingkar kepada-Nya.
Meyakini adanya hisab (hari perhitungan amalan).
Meyakini adanya tempat pemberhentian hamba sesudah bangkit dari kubur.
Meyakini adanya Syafaat Rasulullah, ulama, syuhada serta orang-orang mukmin lainnya berdasarkan kadar masing-masing.
6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya ialah didapatkan lewat lisan Rasul-Nya bukan dengan akal.
7. Tidak mengatakan seseorang ahli tauhid dan beriman sudah pasti masuk surga atau neraka kecuali orang-orang yang sudah mendapatkan pengakuan dari Rasulullah bahwa ia masuk surga.
8. Tidak mengada-ngadakan sesuatu di dalam agama kecuali atas izin Allah.
9. Tidak menisbahkan untuk Allah sesuatu yang tidak diketahui.
10. Meyakini bahwa shadaqah serta doa untuk orang mati berguna dan Allah memberikan manfaat untuk mayat melalui shadaqah dan doa tersebut.
Baca Juga
- Bahaya Dosa Riba dan Hadits Ancaman tentang Hukum Riba
- Seputar Permasalah Shalat : Kesalahan dalam Sholat yang Sering Terjadi
- Hukum Pacaran dalam Islam dan Larangan mendekati Zina berdasarkan hadits Nabi
- Kumpulan Hadits Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam Ibnu Hajar Al-Ashqolani
- Perbedaan Zakat, Infak dan Sedekah yang wajib diketahui
11. Meyakini adanya karamah orang-orang shaleh
12. Tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab dosa yang mereka perbuat semacam zina, mencuri, minum khamar dll.
13. Perkara sifat dua puluh. Para ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah sesungguhnya tidak membataskan sifat-sifat kesempurnaan Allah semata-mata pada 20 sifat saja. Terlebih-lebih seluruh sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah pasti Allah wajib mempunyai sekian sifat itu, sehingga sifat-sifat kamalat (kesempurnaan dan keagungan) Allah itu sesungguhnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan saja
Nabi Muhammad SAW ketika ditanya: Siapa kelompok yang bakal selamat dan masuk surga itu Ya Rasullah ? Antara lain Beliau SAW menjawab:
1. Sesuai dengan sabda Nabi SAW, ketika Rasulullah SAW ditanya golongan mana yang selamat (al-Firqotun Naajiyah) beliau bersabda :
ألـتي تـكون عـلى مثـل ما أنـا عـليه وأصحابـي
“Golongan yang seperti aku dan sahabatku.” (HR. Turmudzi dengan matan yang berbeda)
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda :
الـمـتـمـسـك بــسـنـتي عـنـد فـساد امـتي لـه اجـرمـائـة شـهـيد
“Orang yang benar-benar berpegang teguh kepada sunnahku di kala rusaknya ummatku, maka ia mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid.”
2 .“.... ialah Al-Jama’ah”
وهي الجـماعة
3. Menurut riwayat Ibnu Majah :
قال : الجـماعة
“...... Beliau SAW jawab ialah : Al-Jama’ah”.
4. Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
والجـماعة اي اهـل السـنة والجـماعـة.
“Yang dimaksud dengan Al-Jama’ah adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah”.
(Faidhul Qadir Juz 2 hal.20)
Jadi, Ahlus Sunah wal Jama’ah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah-sunnah (ajaran-ajaran) Nabi Muhammad SAW. Aswaja menerima sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW melalui perawi-perawi baik dari Ahlu Bait ataupun dari para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Pembagian Filqah dalam Islam
Tersebut dalam Kitab Bugyatul Mustarsyidin, karangan Mufti Syaikh Sayyid Abdurrahaman bin Muhamamad Husein bin Umar, yang dimasyhurkan dengan gelar Ba’Alawi, pada halaman 398, cetakan Mathba’ah Amin Abdul Majid Cairo (138 H), bahwa 72 firqah yang sesat itu berpokok dari 7 firqah, yaitu:
1. Kaum Syi’ah, kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina ‘Ali Karamallahu wajhahu. Mereka tidak mengakui Khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, Radhiyallahu’anhum.
Kaum Syi’ah kemudian terpecah menjadi 22 aliran.
2. Kaum Khawarij yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Saidina ‘Ali Kw, bahkan ada diantaranya yang mengkafirkan Saidina ‘Ali. Firqah ini berfatwa bahwa orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir.
Kaum Khawarij kemudian terpecah menjadi 20 aliran.
3. Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang berpaham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam surga, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan diantara dua tempat, dan mi’rajnya Nabi Muhammmad hanya dengan ruh saja, dll.
Kaum Mu’tazilah terpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum Murji’ah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat ma’syiat (kedurhakaan) tidak memberi mudharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya membuat kebajikan tidak memberi manfa’at kalau kafir.
5. Kaum Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk, yakni dijadikan oleh Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada.
Kaum Najariyah terpecah menjadi 3 aliran.
6. Kaum Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa mausia “majbur”, artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada sama sekali. Kaum ini hanya 1 aliran.
7. Kaum Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia, umpanya bertangan, berkaki, duduk di kursi, naik tangga, turun tangga, dan lain-lainnya. Kaum ini hanya 1 aliran saja.
Jadi jumlahnya adalah :
1. Kaum Syi’ah : 22 aliran
2. Kaum Khawarij : 20 aliran
3. Kaum Mu’tazilah : 20 aliran
4. Kaum Murji’ah : 5 aliran
5. Kaum Najariyah : 3 aliran
6. Kaum Jabariyah : 1 aliran
7. Kaum Musyabbihah : 1 aliran
Jumlah : 72 aliran
Kalau ditambah dengan 1 aliran lagi dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jama’ah maka cukuplah menjadi 73 firqah, sebagai yang diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.
Adapun Kaum Qadariyah termasuk golongan kaum Mu’tazilah, kaum Bahaiyah dan Ahmad Qad-yan masuk dalam golongan kaum Syi’ah, kaum Ibnu Taimiyah masuk dalam golongan Musyabbihah dan kaum Wahabi termasuk kaum pelaksana dari paham Ibnu Taimiyah.
Perselihan Paham Timbul Sesudah Wafatnya Nabi Muhammmad SAW
Tersebut dalam kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah karangan K.H. Siradjuddin Abbas bahwa yang teramat mulia Nabi Muhammad SAW. wafat tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriah, bersetuju dengan 8 Juni 632 M. Pada hari wafat Beliau sekumpulan kaum Anshar (sahabat-sahabat Nabi yang berasal dari Madinah) berkumpul di suatu Balairung yang bernama SAQIFAH BANI SA’IDAH untuk mencari Khalifah (pengganti Nabi yang sudah wafat).
Kaum Anshar ini dipimpin oleh Sa’ad bin Ubadah (Ketua kaum Anshar dari suku Khazraj). Mendengar hal ini kaum Muhajirin (Sahabat-sahabat asli dari Mekkah yang pindah ke Madinah) datang bersama-sama ke Balairung itu, dengan dipimpin oleh Saidina Abu Bakar Shiddiq Rda.
Sesudah terjadi perdebatan yang agak sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin yang setiapnya mengemukakan calon dari pihaknya, bersepakatlah mereka mengangkat Sahabat yang paling utama Saidina Abu Bakar Shiddiq sebagai Khalifah yang pertama.
Pada tahun 30 hijriyah timbul paham Syi’ah yang disemangati oleh Abdullah bin Saba’ yang beroposisi terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ketika ia datang ke Madinah tidak begitu dapat penghargaan dari Khalifah dan juga ummat Islam yang lain. Oleh karena itu ia jengkel.
Sesudah terjadi “Peperangan Siffin”, peperangan saudara sesama Islam, yaitu antara tentara Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dengan tentara Mu’awiyah bin Abu Sofyan (Gubernur Syria) pada tahun 37 Hijriyah timbul pula firqah Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dari Mu’awiyah. dan dari Saidina ‘Ali Kw.
Pada permulaan abad ke II H timbul pula Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang dipimpin Washil bin Atha’ (lahir 80 H – wafat 113 H) dan Umar bin Ubeid (wafat 145)
Kaum Mu’tazilah ini mengeluarkan fatwa yang ganjil-ganjil, yang berlainan dan berlawanan dengan i’tikad Nabi SAW dan sahabat-sahabat beliau. Diantara fatwa-fatwa yang ganjil dari Kaum Mu’tazilah itu, ialah adanya “manzilah bainal manzilatein”, yakni ada tempat di antara dua tempat, ada tempat yang lain selain syurga dan neraka.
Banyak lagi fatwa-fatwa kaum Mu’tazilah, umpamanya fatwa yang mengatakan bahwa sifat Tuhan tidak ada, bahwa al-qur’an itu makhluk, bahwa Mi’raj Nabi SAW hanya dengan ruh saja, bahwa pertimbangan akal lebih didahulukan dari hadits-hadits Nabi, bahwa surga dan neraka akan lenyap, dan lain-lain fatwa yang keliru.
Kemudian timbul pula paham Qadariyah yang mengatakan bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri, tidak ada sangkut paut dengan Tuhan. Hak mencipta telah diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga Tuhan tidak tahu dan tidak perduli lagi apa yang akan dibuat oleh manusia.
Selanjutnya timbul pula paham Jabariyah, yang mengatakan bahwa sekalian yang terjadi adalah dari Tuhan, manusia tidak punya daya apa-apa, tidak ada usaha dan tidak ada ikhtiar.
Dilain pihak timbul pula paham Mujassimah, yakni paham yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk, punya tangan, punya kaki, duduk di atas kursi, turun dari tetangga serupa manusia, Tuhan adalah cahaya seperti lampu, dan lain-lain kepercayaan.
Sejalan dengan perkembangan waktu lahir pula paham-paham yang keliru tentang tawasul dan wasilah, tentang ziarah dan istighasah dari IbnuTaimiyah yang semuanya mengacaukan dunia Islam dan kaum Muslim.
Munculnya Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah Pada Abad ke III Hijriyah
Sebagai reaksi dari firqah –firqah yang sesat tadi maka pada akhir abad ke III Hijriyah timbulllah golongan yang bernama Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
KH. Abdullah A. Abdun dalam bukunya “Perbedaan Prinsip Antara Aqidah dan Ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah Imamiyah” diungkapkan bahwa istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah baru muncul ke permukaan pada masa Pemerintahan Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (754- 775 M) dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (785-809) dan semakin tampak pada zaman pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M / 198-218 H) dan semakin populer setelah munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (873-935 M) dan Abu Mansur Al-Maturidi. (Ensiklopedia Islam, Cet. III, Th. 1994).
Pada masa itu (abad ke III H) banyak sekali Ulama-ulama Mu’tazilah mengajar di Bashrah, Kufah dan Baghdad.
Menurut K.H. Siradjuddin Abbas dalam kitabnya “I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah” ada 3 orang Khalifah ‘Abbasiyah yaitu Ma’mun bin Harun ar-Rasyid (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H) dan Al-Watsiq (227-232 H) adalah penyokong kafilah-kafilah faham Mu’tazilah atau sekurangnya penyokong yang utama dari golongan Mu’tazilah.
Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah apa yang dinamakan “fitnah Qur’an Makhluq” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sepaham dengan kaum Mu’tazilah.
Pada masa Abu Hasan al-Asy’ari masih muda ulama-ulama Mu’tazilah sangat banyak di Bashrah, Kufah dan Bagdad. Masa itu masa gilang-gemilang bagi mereka, karena pahamnya disokong oleh pemerintah.
Imam Abu Hasan termasuk salah seorang pemuda yang belajar kepada syekh dari Mu’tazilah, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab al-Jabai (wafat 303 H). Dalam hal ini, pembaca jangan keliru, ini bukan Muhammad bin Abdul Wahab, pembangun Madzhab Wahabi di Nejdi (1115-1206 H).
Imam Abu Hasan al-Asy’ari melihat, bahwa dalam paham kaum Mu’tazilah banyak terdapat kesalahan besar, banyak yang bertentangan dengan i’tiqad dan kepercayaan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau, banyak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Maka karena itu beliau keluar dari golongan Mu’tazilah dan taubat kepada Tuhan YME atas kesalahan-kesalahannya yang lalu. Bukan saja begitu, tetapi beliau tampil kemuka di garis depan untuk melawan dan mengalahkan kaum Mu’tazilah yang salah itu.
Pada suatu hari beliau naik ke sebuah mimbar di Mesjid Bashrah yang besar itu dan mengucapkan pidato yang berapi-api dengan suara lantang yang didengar oleh banyak kaum Muslimin yang berkumpul di situ. Diantara pidato beliau:
“Saudara-saudara Kaum Muslimin Yang Terhormat!
Siapa yang sudah mengetahui saya, baiklah, tetapi bagi yang belum mengetahui maka saya ini adalah Abu Hasan Ali al-Asy’ari anak dari Isma’il bin Abi Basyar. Dulu saya berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluq, bahwa Tuhan Allah tidak bisa dilihat denga mata kepala di akhirat, dan bahwasanya manusia menjadikan (menciptakan) perbuatannya, serupa dengan kaum Mu’tazilah.
Nah, sekarang saya nyatakan terus terang bahwa saya telah taubat dari paham Mu’tazilah dan sekarang saya lemparkan i’tiqad Mu’tazilah itu seperti saya melemparkan baju saya ini (ketika itu dibukanya bajunya dan dilemparkan) dan saya setiap saat siap untuk menolak paham Mu’tazilah yang sesat dan salah itu” (Zhumhur Islam IV halaman 67)
Dari mulai tanggal itu Imam Abu Hasan Ali Asy’ari berjuang melawan kaum Mu’tazilah dengan lisan dan tulisan, berdebat, bertanding dengan kaum Mu’tazilah dimana-mana, merumuskan dan menuliskan dalam kitab-kitabnya i’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah sehingga nama beliau masyhur sebagai Ulama Tauhid yang dapat menundukkan dan menghancurkan paham Mu’tazilah yang salah itu.
Tokoh ahlussunnah wal jama’ah yang ke dua adalah Imam Al Maturidi. Beliau adalah seorang yang menganut Madzhab Abu Hanifah terutama dalam bidang aqidah atau ushuluddin yang paham dan i’itiqadnya sama atau hampir sama dengan Abu Hasan al Asy’ari. Beliau wafat di sebuah desa bernama Maturidi Samarqand, di Asia Tengah pada tahun 333 H, 9 tahun setelah Imam Abu Hasan al Asy’ari.
Murid-murid beliau yang terkenal ada empat orang yakni : Abu al Qasim Ishaq bin Muhammad bin Isma’il yang terkenal sebagai Hakim Samarkandi, wafat pada tahun 340 H. Lalu Imam Abu al Hasan bin syaid al Rastaghfani, kemudian Imam Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa al Bazdawi, wafat pada tahun 390 H. Dan yang terakhir adalah Imam abu al Laits al Bukhari.
Dalam masalah fiqih, Ahlussunnah wal jama’ah termanifestasi (terwujud) dengan mengikuti madzhab yang empat yakni : Mazhab Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali.
Dalam Tashawwuf mengikuti Imam Junayd Al-Baghdadi (Nama beliau adalah Abu Al-Qasim Al-Junayd Bin Muhammad Bin Al-Junayd Al-Khazzaz Al-Qawariri. Lahir di Baghdad meninggal pada Jum’at petang tahun 298 H) dan Imam Al-Ghazali (Nama Beliau adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali. Beliau wafat pada tahun 505 H atau 1111 M).
Tersebut dalam kitab “Ihtihaf Sadatul Muttaqin” karangan Imam Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi, yaitu syarah dari kitab, “Ihya ulumuddin” karangan Imam Al-Ghazali, pada jillid II, halaman 6 yaitu:
إذا أطـلـق أهـل السـنة فـالـمـراد به الأشـاعـرة والماتـريـدية
“ Apabila disebut kaum Ahlussunah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (paham) As’ari dan paham Abu Mansur Al-Maturidi”
Berkenaan dengan kedudukan Imam Hasan Asy’ari ini telah diungkapkan oleh Imam Abdullah Bin Alwi Alhaddad (lahir pada malam Senin 5 Shafar 1044 H dan wafat pada hari Kamis 27 Ramadhan 1132 H). Beliau Habib Abdullah Bin Alwi Alhaddad adalah seorang yang terkenal dengan julukan sebagai Syaikhul Islam, Quthb Lid Da’wah Wal Irsyad (puncak ahli da’wah dan pembimbing), Haddadul Qulub (penempa hati) mengutip ucapan Al-Asy’ari dalam kitabnya “Al-Albanaah” (kitab yang menghimpun persoalan akidah secara lengkap) beliau berkata : “Saya beriman kepada Allah, kepada ayat-ayat Allah, kepada Rasulullah, dan segala yang dibawa oleh Rasulullah, sesuai dengan kehendak Allah dan apa yang dimaksud oleh Rasulullah, (Sebagaimana dikutip dari kitab Uqudul Almaas karya Al-Habib Alwi Bin Thahir Alhaddad, Mufti Johor, hal. 219). Selanjutnya Habib Abdullah menyatakan dalam syairnya yang menganjurkan untuk berpegang pada Aqidah Asy’ariyyah adalah sebagai berikut :
وكـن أشـعـريـا في اعـتـقـاد فــإ نـه , هو الـمنـهـل الصافى عـن الـزيـغ والـكـفـر,
“Jadikanlah kamu golongan Asy’ari dalam akidahmu, Karena sesungguhnya Madzhab itu merupakan jalan yang bersih dari segala penyelewengan dan kesesatan.” (Lihat kitab “Annafaisul ‘Ulumiyyah Fil Masail As-Sufiyah Wa Ithaafu As-Sailu Bi Jawabil Masaail”, Tanya Jawab Sufistik, hal. 153-154)
Adapun pengikut-pengikut Imam Asy’ari adalah berbagai kelompok dari para Muhadditsin (ahli hadits), Fuqaha (ahli fiqh) dan Mufassirin (ahli tafsir) dari para imam yang terkemuka. Diantara para ulama yang mengikuti ajaran beliau dalam bidang aqidah adalah Imam Nawawi (pengarang Kitab Riyadhus Shalihin, wafat tahun 676 H), Syaikh Ibn Hajar Al-‘Asqalani (pengarang Kitab Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari serta kitab Bulugh Al-Maram, wafat tahun 852 H), Imam Al-Qurthubi pengarang Tafsir Al-Qurthubi, Ibnu Hajar Al-Haitami (pengarang Kitab Mu’allib Kitab Al-Zawaajir wafat tahun 974 H), Imam Zakariyya Al-Anshari (pengarang Kitab Fath Al-Wahhab), serta masih banyak lagi ulama terkemuka lainnya.
Tidak sedikit pula ahli tashawwuf terkenal yang menjadi pengikut aqidah Asy’ariyah ini, seperti Abu Al-Qasim ‘Abdul Karim Bin Hawazin Al-Qusyairi, (pengarang Kitab Al-Risalah Al-Qusyairiyyah, 376-465 H), dan Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Al-Ghazali (wafat : 505 H).
Dalam kaitannya dengam kedudukan Imam Ghazali ini, Imam Haddad menyatakan :
وقـد حـرر الـقطب الإمام ملا ذ نا عـقـيـد تـه فـهي الـشفاء من الضر
وأغـني به من لـيس يـنعـت غـيـره بـحـجة إسلام فـيـا لـك من فخـر
“Al-Quthb Al-Imam tempat kita berlindung telah menyusun akidah untuk menghindarkan segala mara bahaya yang kumaksud adalah ia satu-satunya oang yang memperoleh julukan Hujjatul Islam (yang dimaksud adalah Imam Al-Ghazali), maka sudah sepatutnya kamu berbangga hati.” (Kitab “Annafaisul ‘Ulumiyyah Fil Masail As-Sufiyah Wa Ithaafu As-Sailu Bi Jawabil Masaail”, Tanya Jawab Sufistik, hal. 153-154)
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku dirinya Ahlussunnah Wal Jama’ah, maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan Sunnah Rasulullah SAW dan Sahabatnya. Abu Sa’id Al-Khadimi berkata dalam kitabnya “Al-Bariqah Syarh Al-Thariqah, hal. 111-112” :
(Jika ada yang bertanya) semua kelompok mengaku dirinya sebagai golongan Ahlussunah Wal Jamaa’h, jawaban kami adalah : bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah itu bukan hanya klaim semata, namun harus diwujudkan (diaflikasikan) dalam perbuatan dan ucapan.
Pada zaman kita sekarang ini, perwujudan itu dapat dilihat dengan mengikuti apa yang tertera dalam hadits-hadits yang shahih. Seperti Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim dan Kitab-kitab lainnya yang telah disepakati validitasnya (kebenarannya).”
Di dalam kitab Tatsbit al fu’ad, Al - Imam al Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al Haddad mengemukakan, apabila zaman telah rusak, orang – orang berpegang teguh pada kebenaran akan mencontoh para pendahulu mereka berdasarkan petunjuk hadits :
لـيـلـيـنى منـكم اولوالأحـلام والنـهى
“Hendaklah orang – orang yang bernalar dan berakal di antara kalian mengikuti jejakku.
Selanjutnya beliau mengatakan di dalam mengarungi kehidupan beragama ini hendaklah kita merujuk seperti ungkapannya di bawah ini :
والـزم كـتاب الله واتـبع سـنة واقـتد هـداك الله بالأسلاف
Tekunilah kitabullah, ikuti sunnah dan teladani salaf, semoga Allah memberimu petunjuk.
Demikian sekilas pandang tentang Siapa Ciri-Ciri Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah Kelompok yang Selamat , semoga kita termasuk kedalamnya.