Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum, Rukun, Syarat Talak dan Macam-macam Talak dalam Islam

Hukum-Rukun-Syarat-Talak-dan-Macam-macam-Talak-dalam-Islam
Hukum, Rukun, Syarat Talak dan Macam-macam Talak dalam Islam  Hukum-Rukun-Syarat-Talak-dan-Macam-macam-Talak-dalam-Islam

Talak adalah perceraian yang terjadi di dalam hubungan rumah tangga di mana suami dan istri tidak lagi dapat berjalan bersama karena satu dan lain hal, yang mana tidak ada jalan keluar lain dari permasalahan tersebut selain talak.

Secara bahasa, talak berasal dari bahasa Arab,

طَلَقَ- يَطْلُقُ-طَلاَقاً

Yang memiliki makna bercerai. Di dalam KBBI, talak memiliki arti perceraian antara suami dan isteri atau lepasanya ikatan pernikahan.

Sementara itu, secara istilah, talak terbagi menjadi dua arti, yakni umum dan khusus. Secara pengertian umum, talak adalah perceraian yang dijatuhkan suami kepada istri dalam bentuk apapun, dan kemudian ditetapkan hukumnya oleh hakim, talak juga dapat bermakna perceraian yang jatuh dengan sendirinya (cerai mati).

Adapun secara khusus, pengertian talak adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istri dengan ucapan tertentu yang diucapkan oleh suami kepada istri yang menjadikan hilangnya hubungan suami istri dan kehalalannya.

Definisi ini telah termaktub dalam kitab Fiqh As-Sunnah oleh Sayyid Sabiq.

Hukum Talak Menurut Islam

hukum talak menurut islam

Di dalam Al Quran, dasar hukum talak terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 229 dan surah At-Thalaq ayat 1-7.  Dalam surah Al Baqarah ayat 229, Allah SWT berfirman:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Yang artinya:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Terkait hukum cerai yang dapat dijatuhkan oleh suami kepada istrinya, secara kondisional, hukum talak menurut Islam dapat dikategorikan menjadi lima. Ia bisa menjadi sesuatu yang wajib, bisa menjadi sunnah, makruh, mubah, dan bahkan bisa menjadi haram.Sengketa dalam rumah tangga sering kali menjadi penyebab bagi pasangan suami istri untuk memilih jalan talak (cerai). Akan tetapi, setelah perceraian itu terjadi banyak pasangan yang akhirnya menyesal dan ingin kembali membina rumah tangga seperti sedia kala.

Talak dalam  agama Islam ada yang masih bisa membuat pasangan suami istri itu kembali kepada pernikahan yang ada sebelum perceraian atau dikenal dengan rujuk,  dan ada pula yang tidak boleh kembali lagi, sehingga talak itu dibagi menjadi dua macam, dengan penjelasan sebagai berikut :

Hukum Talak

Talak (cerai) hukumnya diperbolehkan, dan termasuk perbuatan yang halal namun perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang paling dibenci oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:

Artinya: “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (cerai)". ( HR. Abu Dawud ).

Dari hadis tersebut jelas dinyatakan bahwa talak adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Oleh karena itu peliharalah rumah tangga kita sebisa mungkin agar tidak terjerumus kedalam talak. Apabila ada permasalahan dalam rumah tangga maka bicaralah dengan baik-baik, selesaikanlah secara kekeluargaan, padamkan emosi, bicaralah dari hati ke hati supaya rumah tangga kita tetap utuh, itu yang lebih baik dilakukan dari pada bercerai. Namun bila sudah sangat terpaksa dan kebersamaan didalam hubungan semakin lama semakin terasa tidak tenang lagi, dapat menyiksa diri sendiri, dan masalah yang ada sekian lama menjadi tidak kunjung membaik, maka dengan sangat-sangat terpaksa boleh melakukan talak (perceraian), meskipun hal ini tidak disukai oleh Allah SWT.

Rukun Talak

1) Suami (selain suami tidak boleh menjatuhkan talak)
2) Istri yang diikat dengan pernikahan yang sah.

3) Shighat talaq (kata-kata ucapan dari suami kepada istri yang menunjukkan talak)

4)Disengaja

Syarat Talak (Berkaitan dengan orang yang akan mentalak)

1) Orang yang mentalak adalah benar-benar suami yang sah

2) Orang yang mengucapkan talak telah baligh.

3) Orang yang melakukan talak adalah berakal.

4) Memaksudkan untuk  mengucapkan talak atas kehendak sendiri, tanpa ada paksaan meskipun tidak ia niatkan.

Macam-macam Talak

1.    Talak Raj’iy

Talak Raj’iy, yaitu talak yang masih memungkinkan bagi suami yang menalak isterinya untuk kembali (rujuk) selama masih dalam ‘iddah. (‘Iddah adalah waktu atau masa tertentu bagi seorang wanita yang ditalak atau ditinggal mati oleh suami untuk menangguhkan perkawinan dengan laki-laki lain). Bila seorang suami telah menalak istrinya, maka ia boleh, bahkan dianjurkan untuk  kembali (rujuk). Dengan syarat keduanya sudah betul-betul hendak mengadakan perbaikan. Talak Raj’iy terdiri dari :

a.  Talak Satu, yaitu suami telah menjatuhkan talak satu pada istrinya. Talak yang pertama ini suami masih boleh kembali  (rujuk) kepada istrinya.

b.  Talak Dua, yaitu suami telah menjatuhkan talak lagi untuk yang kedua kalinya kepada istrinya. Talak yang kedua ini suami masih boleh kembali (rujuk) kepada istrinya.

Rujuk menurut syara’ adalah ungkapan tentang kembali kepada pernikahan sesudah terjadi talak (cerai) yang bukan talak baain (talak tiga) dengan cara tertentu.[1] Dasar atau landasan tentang rujuk adalah Al-Qur’an dan hadits Nabi sebagai berikut :

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ..... الآية

Apabila kalian menalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Dan janganlah kalian rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kalian menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. (QS. Al-Baqarah : 231)

Kata “Imsak” dalam kalimat فَأَمْسِكُوهُنَّ  (Fa-amsikuu Hunna), dan تُمْسِكُوهُنَّ  وَلَا (walaa Tumsikuu hunna), bermakna “Rujuk” (kembali).[2]

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. (QS. Al-Baqarah : 228)

Kata “Radd” dalam kalimat بِرَدِّهِنَّ (Biraddihinna), bermakna “Rujuk” (kembali), dengan kesepakatan para ahli tafsir. [3]

Rasulullah saw pernah menalak Hafshah putri Umar bin Khathab, kemudian beliau saw merujukinya, sebagaimana dalam hadits dari Umar berikut ini :

حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الزُّبَيْرِ الْعَسْكَرِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ صَالِحِ بْنِ صَالِحٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَّقَ حَفْصَةَ ثُمَّ رَاجَعَهَا. (رواه  ابو داود : 1943- سنن ابو داود – المكتبة الشاملة –  باب فى المراجعة - الجز ء : 6- صفحة :  206)

Telah menceritakan kepada kami Sahl bin Muhammad bin Al-Zubair Al-‘Askariy, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakariya bin Abi Zaidah, dari Shalih bin Shalih, dari Salamah bin Kuhail, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Umar, sesungguhnya Rasulullah saw menceraikan Hafshah kemudian merujuknya. (HR. Abu Dawud : 1943, Sunan Abu Dawud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Fil-Muraja’ah, juz 6, hal. 206)

Dalam kisah tentang Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda kepada Umar agar putranya (Abdullah bin Umar) disuruh rujuk (kembali) kepada isterinya, sebagaiman yang termaktub dalam hadits berikut :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا. (رواه البخاري:  4850 – صحيح البخاري– المكتبة الشاملة – باب قول الله تعالى يايها النبي اذا طلقتم- الجز ء : 16- صفحة :     292)

Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abdillah, ia berkata : Telah menceritakan kepada ku Maik, dari Nafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, bahwasanya ia (Abdullah bin Umar)  pernah menalak isterinya dan isterinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Rasulullah saw. Lalu ‘Umar bin Al-Khathab menanyakan masalah ini kepada Rasulullah saw. Beliau saw lantas bersabda : Suruhlah dia (Abdullah bin Umar),  hendaklah ia merujuki isterinya. (HR. Bukhari :  4850, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab Qaulu Allaahu : Yaa Ayyuhan Nabiyyu Idzaa Thallaqtum,  juz : 16, hal. 292)

Dalam melakukan rujuk hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Istri  yang dapat dirujuk selama ia masih dalam keadaan ‘Iddah.
2.  Istri yang dapat dirujuk adalah istri yang sudah dicampuri, karena yang belum dicampuri tidak mempunyai ‘iddah.
3.   Istri yang dirujuk itu harus jelas (ditentukan). Jika suami menalak beberapa orang istrinya, kemudian ia rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukinya, maka rujuknya itu tidaak sah.
4.   Suami melakukan rujuk atas kehendaknya sendiri, bukan dipaksa oleh siapapun.
5.   Rujuk tidak disyaratkan ada saksi menurut qaul yang shahih. Namun ada pendapat sebagian ulama, bahwa adanya saksi adalah sunat, bahkan ada yang berpendapat wajib.
6.   Lafaz atau rangkaian kata (kalimat) yang digunakan untuk rujuk harus jelas/terang (Sharikh), bagi yang mampu. Contoh :  “Saya kembali kepada istri saya” atau “Saya kembali kepada istri saya sebagai seorang suami” atau “Saya rujuk (kembali) kepadamu” dll.
7.   Rujuk tidak dapat menerima ta’liq (digantungkan); umapama : Seorang laki-laki berkata kepada istri yang telah dithalaq : Aku rujuk (kembali) kepadamu, “Kalau Engkau Mau” atau “Kalau Si Anu Datang”, lalu si wanita berkata :  “Iya Aku Mau” atau “Iya Aku Terima”. Rujuk yang digantungkan (ta’liq) seperti itu tidak sah.

2.    Talak Baain

Talak baain adalah talak yang dijatuhkan suami, dan bekas suami tidak boleh merujuk (kembali), kecuali dengan jalan akad nikah baru, dengan memenuhi seluruh syarat dan rukunnya. Talak baain ada 2 macam :
a.   Talak Baain Shughra (kecil) adalah talak yang dijatuhkan oleh seorang suami, tetapi suami tidak melakukan rujuk hingga habis masa 'iddah. Dengan demikian, suami tidak boleh rujuk (kembali), tetapi boleh melakukan akad nikah baru. Demikian pula dalam talak tebus (Khulu’), suami tidak boleh rujuk, tetapi boleh menikah lagi dengan akad nikah baru, baik dalam ‘iddah ataupun sesudah habis masa ‘iddahnya.
b.   Talak Baain Kubra (besar) adalah Talak yang sudah jatuh tiga kali. Jika talak sudah jatuh tiga kali, maka suami tidak boleh rujuk (kembali) kepada istrinya, bahkan tidak sah nikah lagi dengan mantan istrinya itu, kecuali istrinya sudah dinikahi oleh laki-laki lain, sudah bercampur, sudah diceraikan dan sudah habis pula masa ‘iddahnya. [4]
Catatan penting : Kalau seorang suami berkata kepada istrinya yang sudah dicampurinya : ‘Engkau tertalak, Engkau tertalak, Engkau tertalak’. Apakah dengan kalimat itu jatuh thalaq tiga? Kita perhatikan uraian berikut ini :

1.   Kalau suami diam sejenak lebih dari sekedar bernafas diantara dua kalimat talak, maka jatuh thalaq tiga.

2.   Kalau suami tidak diam dan bermaksud untuk menguatkan kalimat talak sebelumnya, maka jatuh thalaq satu.

3.   Kalau suami bermaksud menyambung ucapannya, maka jatuh talak tiga.

4.   Kalau suami berkata : Engkau tertalak tiga, maka jatuh talak tiga.

5.   Kalau suami berniat talak dan berkata  : Engkau tertalak, maka jatuh talak sesuai niatnya


Demikian Hukum, Rukun, Syarat Talak dan Macam-macam Talak dalam Islam .