Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perbedaan Ghibah dengan Fitnah dan ancaman bahaya dampak negatif bagi pelaku Fitnah Ghibah

Perbedaan-Ghibah-dengan-Fitnah-dan-ancaman-bahaya-dampak-negatif-Fitnah-Ghibah
Perbedaan Ghibah dengan Fitnah dan ancaman bahaya dampak negatif bagi pelaku Fitnah Ghibah   Perbedaan-Ghibah-dengan-Fitnah-dan-ancaman-bahaya-dampak-negatif-Fitnah-Ghibah

Fitnah adalah membicarakan keburukan orang lain padahal orang yang dibicarakan tidak benar sesuai dengan keburukan yang dibicarakan. Intinya membicarakan keburukan orang lain yang tidak benar demikian

Allah berfirman pada surat AL-Baqarah ayat 192-193

Artinya:”Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”( QS Al Baqarah : 192-193 )

Perhatikan Firman Allah SWT :

وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ

Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS: Al-Baqarah: 217)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat: 6)

Janganlah memata-matai saudaramu, dan janganlah kalian menjelek-jelekkan satu sama lain. Apakah kamu ingin memakan daging mentah, bangkai saudaramu yang sudah mati? Dan Allah tidak suka dengan hal itu

Memfitnah hukumannya lebih berat dari ketidaktaatan. Fitnah akan menyebabkan hukuman yang lebih berat dari Allah. Allah swt menghukum lebih berat orang yang membuat fitnah daripada orang yang membuat dosa besar. Karena fitnah akan menciptakan kebingungan. Fitnah akan menciptakan situasi dimana banyak orang akan terjatuh dalam dosa fitnah itu tanpa mengetahui bahwa mereka telah jatuh kedalam perangkap setan, dan tidak ada jalan keluar bagi orang yang membuat fitnah. Tidak ada pengampunan bagi orang yang membuat fitnah. Itulah sebabnya Allah swt tidak suka dengan orang yang suka memfitnah.

Luka yang ditimbulkan oleh tajamnya pedang, mungkin masih bisa diobati. Tetapi luka yang ditimbulkan oleh tajamnya lisan (omongan, kata-kata) susah sekali dicari penawarnya. Itulah mengapa fitnah dikatakan lebih kejam dari pembunuhan.

Adapun bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh fitnah antara lain sebagai berikut :
a. Menimbulkan kesengsaraan, baik bagi si pemfitnah maupun bagi yang di fitnah.
b. Menimbulkan keresahan ditengah masyarakat
c. Merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan
d. Mencelakakan orang lain
e. Merugikan orang lain dan diri sendiri
f. Masuk Neraka (mendapat siksa)
g. Diancam tidak masuk Syurga, sebagaimana Hadist Nabi SAW tersebut ini :

Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak akan masuk Syurga orang yang suka adu domba (memfitnah).”(HR. Bukhari)

Untuk menghindari penyakit fitnah itu ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Selalu waspada dan hati-hati dalam setiap masalah
b. Jangan membuka rahasia (aib) orang lain
c. Menumbuhkan rasa persamaan dan kasih sayang sesama manusia
d. Mengamalkan ajaran agama
e. Membiasakan diri bersyukur kepada Allah SWT dan merasa cukup atas segala pemberian Allah.
f. Menjauhi seluruh penyebabnya, seperti mengikuti hawa nafsu, persaingan duniawi yang tidak bersih dan lain-lain
g. Berhati-hati dalam berbicara, bertindak dan dalam menerima kebenaran informasi.

 Dan di dalam ayat yang lain Allah SWT juga berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah olehmu kebanyakan dari prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)

Ada 3 (tiga) perbuatan yang harus dihindari oleh orang-orang yang beriman.
a. Berprasangka buruk
b. Memata-matai orang (mencari-cari kesalahan orang lain)
c. Menggunjing orang lain

Buruk sangka adalah dosa, karena ia adalah tuduhan yang tidak beralasan dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang berbaik. Bagaimanakah perasaan orang yang tidak mencuri, kemudian disangka bahwa dia mencuri, sehingga semua orang bersikap lain kepada dirinya ? Rasulullah SAW sangat melarang orang berburuk sangka.

 Perhatikan Sabda Nabi Muhammad SAW :
“Sekali-kali janganlah kamu berburuk sangka, karena sungguh buruk sangka itu adalah perkataan yang paling bohong. Dan janganlah kamu mengintai-intai dan janganlah kamu saling berebut dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling membelakangi dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari, Muslim dan Daud)


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيهِ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ فِي بَيْتِهِ

“ Wahai orang yang mengucapkan iman dengan lisannya namun iman tersebut belum masuk di dalm hatinya, janganlah kalian membuka aurat mereka, sebab siapa saja yang membuka aib saudaranya muslim maka Allah akan membuka aibnya, dan barangsiapa yang aibnya telah dibuka oleh Allah maka Allah pasti akan menampakkannya meskipun tersembunyi di dalam rumahnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.

Ghibah adalah engkau membicarakan saudaramu tentang suatu hal yang ia tidak senangi jika mendengarkannya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “ Tahukah kalian ghibah itu? Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Maka beliau bersabda, “Ghibah yaitu engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Kemudian ditanyakan, “bagaimana pendapat Anda jika apa yang saya ucapkan memang benar adanya? Nabi menjawab, “Jika apa yang engkau katakan memang benar adanya maka kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, dan jika apa yang kamu katakan tidak benar aanya maka berarti kamu telah menuduhnya dengan berdusta atasnya” (HR. Muslim).



Bentuk-bentuk Ghibah

Ghibah terbagi menjadi berbagai bentuk yang berbeda-beda, diantaranya yaitu menyebutkan kekurangan dan kejelekan seseorang baik mengenai bentuk tubuhnya misalnya dengan berkata bahwa perawakannya pendek, kulitnya hitam, matanya sipit, atau mengenai akhlaknya , misalnya dengan berkata ia seorang pemarah, mudah tersinggung dan pelit, atau mengenai nasabnya misalnya dengan berkata keturunannya lemah dan berpenyakit. Demikian pula terkadang seseorang menjelek-jelekkan saudaranya dengan cara memujinya namun tujuan sebenarnya adalah untuk mengunjingnya misalnya ia berkata alangkah pandainya si fulan padahal ia adalah orang yang tidak pandai. Termasuk juga bentuk ghibah jika mengikuti gaya atau tingkah laku seseorang misalnya dengan meniru cara jalannya dengan tujuan melecehkannya. Dan ghibah yang paling berbahaya jika bercampur dengan riya’ misalnya dia berkata segala puji bagi Allah yang tidak memberikan ujian kepada kita seperti si fulan yang sekarang ini nampak lesu beribadah. Maka jadilah ia seorang yang mengumpulkan banyak kejelekan yaitu ghibah, riya dan menganggap dirinya suci.

Ghibah tidak saja hanya terbatas pada gunjingan yang diucapkan lewat lisan, akan tetapi termasuk juga dengan isyarat, tulisan, gerakan dan segala sesuatu yang bisa dipahami maksudnya maka semuanya masuk kategori ghibah. Dari Aisyah berkata : “Masuk ke rumah kami seorang wanita, tatkala ia telah pergi aku berisyarat dengan tanganku (untuk menunjukkan) bahwa ia seorang wanita yang pendek maka Nabi bersabda : Engkau telah melakukan ghibah”. (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Sebab-sebab Timbulnya Ghibah

Ada beberapa sebab yang bisa memicu seseorang untuk melakukan ghibah, diantaranya adalah:

1. Timbulnya amarah karena merasa tersinggung atau haknya dirampas, maka untuk mencairkan amarahnya, ia pun melakukan ghibah.

2. Keinginan untuk mengangkat diri sendiri dan menjatuhkan saudaranya, misalnya ia berkata: ‘si fulan itu bodoh, pemahamannya dangkal’, dengan tujuan agar orang lain simpatik kepadanya dan meninggalkan saudaranya.

3. Bersenda gurau dengan lelucon-lelucon, anekdot atau lawakan yang membicarakan perihal seseorang untuk membuat orang-orang tertawa dan bahkan sebagian dari mereka mejadikan hal ini sebagai profesi dan mata pencahariannya, wal’iyadzu billah.

4. Timbulnya hasad karena orang-orang senantiasa memujinya dan mencintainya, maka ia pun menjelekkan orang tadi agar nikmat itu hilang darinya.

5. Berburuk sangka terhadap saudaranya, maka tanpa disadari ia pun telah menggunjingnya dan mejelek-jelekkannya.

6. Tidak adanya perasaan takut kepada Allah dan adzabNya sehingga dengan sengaja ia pun melakukan ghibah.

Ghibah yang Dibolehkan

Walaupun pada asalnya ghibah itu dilarang akan tetapi ada beberapa keadaan tertentu, syariat kemudian memberikan rukhsoh /keringanan untuk melakukannya, diantaranya yaitu:

1. Merasa terzhalimi oleh seseorang, maka tidak mengapa baginya mengadukan kejahatannya kepada penguasa atau pihak-pihak yang berwenang. Ia boleh mengatakan bahwa ‘si fulan telah menzalimiku dengan berbuat begini dan begitu’.

2. Meminta fatwa, seperti ucapan seseorang kepada mufti ‘si fulan telah menzalimiku lalu bagaimana aku dapat berlepas diri dari kejahatannya’. Alangkah baiknya jika tidak menyebut nama dan identitasnya namun seandainya mesti disebutkan karena adanya maslahat, maka hal itu dibolehkan sebagaimana hadits Hindun tatkala berkata di hadapan Nabi, “sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir”, sementara Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengingkari ucapannya.

3. Memperingatkan kaum muslimin dari perkara-perkara buruk, seperti munculnya fatwa-fatwa dari ahli bid’ah sehinggga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif yang lebih luas. Maka tidak mengapa menyebutkan keburukan-keburukannya itu, namun tidak diperbolehkan membicarakan aibnya yang lain, kecuali ada sebab-sebab tertentu yang membolehkannya.

4. Mengidentifikasi seseorang apabila ia terkenal dengan julukan tertentu seperti si buta, pincang dan tuli tetapi bukan dimaksudkan untuk merendahkannya.

5. Orang yang terang-terangan melakukan perbuatan dosa seperti meminum khamar dan berjudi secara terang-terangan maka boleh menyebutkan kemungkarannya itu, tetapi tidak boleh membicarakan aibnya yang lain.

6. Di dalam ilmu jarh wat ta’dil boleh seorang alim menyebutkan cacat seorang perawi hadits seperti dengan berkata ‘si fulan adalah seorang pendusta, pemalsu hadits, jelek hapalannya’ dan sebagainya.

Bertaubat dari Ghibah

Para ulama telah bersepakat bahwa pelaku ghibah wajib bertaubat dengan meninggalkan perbuatannya sepenuhnya, menyesal dan bertekad untuk tidak lagi mengulanginya, sebab ia telah melakukan dua pelanggaran :

1. Pelanggaran terhadap hak-hak Allah dengan melakukan laranganNya.

2. Pelanggaran terhadap hak-hak makhluk dengan merendahkan kehormatan saudaranya.

Namun mereka (para ulama) berbeda pendapat apakah ia harus datang mengemukakan kesalahannya dan minta agar dihalalkan (dimaafkan) atau tidak perlu?. Tetapi pendapat yang kuat –Insya Allah– yaitu jika orang yang digunjing belum sempat mengetahui atau mendengarnya , maka cukuplah pelakunya memohonkan ampun baginya dan menyebut-nyebut kebaikannya di depan orang banyak, ia tidak perlu menperdengarkan ghibah yang dilimpahkan kepadanya sebab hal itub dapat mengecewakannya. Imam Mujahid berkata :

“Kaffarat (tebusan) tindakanmu yang memakan daging saudaramu ialah dengan cara memuji dirinya dan mendoakan kebaikan baginya. Begitu pula jika orang tersebut sudah meninggal dunia”.

Namun apabila berita itu telah sampai ke telinganya maka wajib baginya untuk mendatanginya dan meminta maaf. Wallahu ta’ala A’lam.

Oleh karenanya merupakan keutamaan yang sangat besar ketika seorang mukmin senantiasa dapat menjaga lisannya dan tidak menggunjing saudaranya muslim. Diriwayatkan dari Abu Musa Radhiyallahu Anhu beliau bertanya kepada Nabi, Wahai Rasulullah, orang muslim manakah yang paling utama? Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : Yakni orang yang saudaranya muslim lainnya selamat dari (kejahatan) lisan dan tangannya. (HR. Muslim).

Perlu juga disadari bahwa segala perbuatan dan amalan baik atau buruk, tidak pernah lepas dari pengawasan Allah dan sekecil apapun ia, pasti akan diperlihatkan balasannya.Allah Subhanahu Wata’ala berfirman (artinya) :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan dimintai pertanggung jawabannya.” (Al Israa : 36).

Demikian pula halnya dengan lisan, sehingga tidak ada satu kalimat atau kata bahkan huruf sekalipun yang diucapkan olehnya kecuali pasti akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak pada hari pembalasan. Sehingga barang siapa dapat menjamin atas lidahnya maka Allah pun akan menjamin baginya surga. Dan sebaliknya, barang siapa yang lisannya banyak bermaksiat dan larut dalam membicarakan aib saudaranya maka balasannya adalah AdzabNya.

Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu Anhu ,Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

“Barangsiapa yang bisa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, maka aku menjamin untuknya surga” (HR. Bukhari).

Dari Anas Radhiyallahu Anhu , ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan aku melewati sekelompok orang yang memiliki kuku cakar dan mereka mencakari wajah dan dada mereka sendiri, maka aku bertanya, “siapakah mereka itu wahai Jibril? Maka Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang dulunya memakan daging manusia dan menggunjing kehormatan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Akhirnya marilah kita mendengarkan penuturan para ulama salaf tentang buruknya perbuatan ghibah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sungguh mengherankan, bahwasanya manusia begitu mudah memelihara dan menjaga diri dari makan haram, berbuat zhalim, zina, mencuri, dan lainnya, namun ia kesulitan memelihara gerakan lisannya. Berapa bayak orang yang bisa memelihara diri dari dosa dan zhalim, namun lisannya mengembara membicarakan aib orang, baik yang masih hidup maupun yang telah mati tanpa memperdulikan apa yang ia ucapkan.” Sufyan bin Hushain berkata, “Aku pernah duduk di sisi Iyas bin Muawiyah, maka lewatlah seorang laki-laki, lalu aku membicarakan (aibnya). Maka Iyas pernah berkata kepadaku, Diamlah kamu! Apakah kamu pernah berperang malawan Romawi? Aku jawab, tidak. Lalu ia bertanya lagi, pernahkah kamu berperang melawan Turki? Aku jawab, tidak. Lalu dia berkata, Romawi selamat darimu, Turki selamat darimu dan saudaramu muslim tidak selamat darimu. Sufyan berkata, Maka setelah itu saya tidak pernah mengulangi hal itu.”

Imam Malik berkata, Aku telah mendapati di negeri ini (Madinah) suatu kaum yang tidak punya aib, namun kemudian mereka membuka aib orang sehingga jadilah mereka manusia yang memiliki aib. Dan aku juga mendapati kaum yang memiliki aib, namun mereka diam (tidak menggunjing)aib orang, sehingga aib mereka pun juga hilang terlupakan.”

Itulah sebabnya Allah swt ingin kita menjadi sadar, dan itulah sebabnya Dia mengatakan dalam Al Qur'an: Jangan menjelek-jelekkan satu sama lain. Lalu kalian akan menerima kutukan yang sama. Allah mengutuk orang yang membawa fitnah itu menyebar. Maka akan lebih baik untuk tetap diam di depan orang yang menyebar fitnah, karena Allah mengutuk orang yang membawa fintah keluar, kalian menjadi seperti Iblis. Jadi jika kalian bukan dari golongan Awliyaullah, dimana Allah swt berfirman: Awliya Allah, sesungguhnya mereka tidak ada rasa takut tidak juga mereka bersedih hati. Maka janganlah kalian terjatuh ke dalam fitnah.

Mengapa orang berkelahi satu sama lain? Karena fitnah dan gibah. Mereka berkelahi karena seseorang memfitnah orang yang tidak bersalah, sehingga mereka berkelahi.

Bahkan jika dia mengklaim bahwa dia telah salat dan puasa, jika dia memfitnah dan menggunjing, maka dia akan dikutuk. Itu berarti bahwa seseorang yang munafik yang pikirannya hanya untuk membuat dan menyebarkan fitnah, bahkan senadainya kisah keburukan itu benar tetap kalian tidak diperbolehkan untuk menyebarkannya. Dan bagaimana dengan fitnah yang tidak benar? Allah (swt) mengatakan, bertabayunlah, periksalah, verifikasi lebih dahulu, dan jika Anda tidak memeriksanya kemudian percaya dan menyebarkannya, maka kau juga akan dikutuk karena telah membawa fitnah itu keluar.

Siapapun yang membuat fitnah, gibah dan mengguncing, maka dia tidak dapat masuk surga. Dia adalah orang yang bangkrut, bahkan jika ia berdoa dan puasa. Nabi saw bertanya kepada para sahabat, "Siapakah orang yang bangkrut?" Dan mereka berkata, "Mereka yang tidak memiliki kekayaan." Dan Nabi saw berkata, "Bukan itu, dia adalah orang yang tidak lagi memiliki amal ibadah." Dan mereka bertanya, "Bahkan jika mereke sudah mengerjakan salat dan puasa?" Dan Nabi (saw) berkata, "Bahkan jika dia salat dan puasa, karena seluruh perbuatan baiknya akan diberikan kepada mereka yang dia zalimi, dia fitnah dan gibah, bahkan perbuatan buruk orang yang dia fitnah dan dia tindas akan diberikan kepadanya."

Oleh karena itu jagalah lidah ini dengan doa dan dzikir kepada Allah SWT agar terlindungi dari bahaya ghibah dan fitnah,



Baca Juga Artikel