Kisah Teladan Biografi Sejarah Riwayat Hasan Al-Basri seorang Ulama Sufi Tasawuf
Al-Hasan Al-Bashri Abu Sa'id al-Hasan ibn Abil-Hasan Yasar al-Bashri) (Madinah, 642 - 10 Oktober 728) adalah ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.
Biografi Hasan Al-Basri
Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab.
Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama asli Hindi Binti Suhail yaitu istri Rosullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya.
Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah. Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama sahabat di masjid Nabawy.
Dan ketika menginjak 14 tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota Basrah ( Iraq ). Disinilah kemudian beliau mulai dengan sebutan Hasan Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah Islamiyyah. Banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang singgah di kota ini. Banyak orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau. Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang pendengar.
Kemudian pada tahun 110 H, tepatnya pada malam jum’at diawal bulan Rajab beliau kembali ke rahmatullah pada usianya yang ke 80 tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke pemakaman beliau. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, soleh serta fasih lidahnya.
Pemikiran Tasawufnya
Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat pada dirinya sikap maupun perilaku pada kehidupan sehari-hari. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan juga Zuhud. Dengan gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik.
Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia.
Hasan Al Basri mangumpamakna dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Karena dunia bisa membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.
Prinsip kedua ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar pengabdian kepada Allah dan sikap daja’ ini adalah mengharap akan ampunan Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu prinsip-prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan kehidupan yang hakiki dan abadi.
Corak Pemikiran Tasawufnya
Hasan Al Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zuhud pada kehidupan dunia yang mana dikala masanya banyak dari kalangan masyarakt khususnya dari kalangan atas yang hidup berfoya-foya. Yang mana kezuhudan itu masih melekat ajarannya dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat. Yang mana ajran beliau masih kental ataupun berdasarkan Al Qur’an dan Hadist nabi, untuk itu beliau termasuk golongan Tasawuf Sunni.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf Hasan yaitu:
Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentran yang menimbulkan perasaan takut.
Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak akan ditanggungnya.”
“tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapapun banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.”
“dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati suaminya.”
“orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.”
“hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.”Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal saleh.”
Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi:
“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.
Keteladanan Hasan –Basri
Hasan basri adalah seorang ulama Tabi’in yang sangat mementingkan kehidupan akhirat. Yang patut kita teladani dari kehidupan dari Hasan Basri adalah kezuhudtannya, ia pernah ditanyai tentang masalah pakaian.
Pakaian apa yang paling kamu sukai? Tanya orang-orang ” yang paling tebal, yang paling kasar, yang paling hina menurut pandangan manusia” jawab hasan basri . Dari perkataan inilah dapat kita pahami bahwa hasan basri sangat enggan dari dunia kemewahan apalagi kenyamanan dan tingkah lakunya sangat menjauhkan dari pujian manusia.
Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri melakukan dengan ketulusan hatinya, karena selayaknya seorang yang yang berdakwah dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama. Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan memang penuh ke strategis dalam berdakwah.
Lebih dari itu Hasan Basri adalah adalah orang yang penyabar dan penuh dengan kebijaksanaan. Hasan basri mempunyai seorang tetangga yang beragama nasrani, diatas rumah Hasan basri oleh oleh tetangga tersebut didirikan kamar kecil, karena rumah Hasan Basri dengannya jadi satu atap. Setiap membuang air kecil selalu menetes ke ruang kamar Hasan Basri, kejadian ini berlangsung bukan hanya berjalan satu bulan atau satu tahun, melainkan 20 tahun. Akan tetapi hasan basri tidak pernah marah-marah dan mempermasalahkannya. hasan basri tidak mau membuat kecewa tetangganya . Karena hasan basri mengamalkan Sabda Nabi ” barang siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir maka muliakannah tetanggnya”. Bahkan Hasan Basri menyuruh kepada istinya untuk meletakkan wadah di kamarnya supaya air kencingnya tertampung dan tidak berceceran.
Ketika hasan basri sakit, salah satu tetangganya mengunjungi beliau ternyata di dalam rumahnya ada wadah yang digunakan untuk menampung kencing, setelah diperiksa wadah yang ada di dalam kamar hasan tersebut, ternyata runtuhan air kencing yang berasal dari atas kamar kecil yang berada di atas rumahnya.
Setelah ditanya. Sejak kapan engkau bersabar dengan tetesan air kencing ini? Tannya sitetangga tadi. Hasan Basrti diam saja tidak menjawab, mungkin hasan basri tidak mau membuat tetangganya tidak enak.
Hasan katakanlah dengan jujur sejak kapan engkau bersabar dengan air kencing ini? Jika kau diam saja dan tidak mau berterus terang aku akan merasa tidak enak, Tanya teangga nasrani tadi, akhirnya dengan penuh pemaksaan, hasan basri mau menjawab juga; selama 20 tahun ; jawab hasan basri
Mengapa engkau kok diam saja dan tidak mempermasalahkan hal ini? Tanya tetangga tadi . akan tetapi hasan Hasan menjawab ” aku tidak ingin mengecewakan tetangga aku, karena Nabi Muahammad SAW bersabda “barang siapa yang berimana kepada allah dan hari akhir maka mulikanlah tetangganya”
Ketika itu pulalah ia masuk islam berbondong-bondong bersama keluarganya. Ternyata hasan basri penuh dengan keteladanan, ia tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk islam, akan tetapi yang paling dianjurkan oleh baliau, sikap ramah, lemah lembut, penuh dengan pengertian dan kebijaksanaan yang bisa mengantarkan ketertarikan kepada orang yang diluar islam untuk mengikuti agama islam.
Karamah Hasan Basri
Dikisahkan pada suatu hari ada seorang ulama ahli tafsir yang berkenamaan abu Amr sedang memberikan pengajiannya, tiba-tiba ada seorang pemuda yang datang untuk mengikuti pengajiann Tersebut, Abu Amr sangat terpesona dengan wajah pemuda tadi. Pada saat itulah apa yang dimilki oleh abu amr yaitu ilmu Al-Qur’an telah hilang dari ingatannya
Abu amr dengan penuh gelisah dan penyesalan mengadu kepada kepada sang imam hasan ” setiap kata dan hurufAl-Qur’an telah hilang dari ingtanku” hasan berkata ” sekarang ini musim haji, pergilah ketanah suci dan tunaikanlah ibadah haji. Setelah itu pergilah ke masjid khaif. Disana akan ada seorang yang sangat tua, janganlah engkau langsung menemuinya, tapi tunggulah sampai keasyikan ibadahnya selesai, setelah itu barulah engkau mohon do’a padanya.
Abu amr menuruti perkataan Hasan Basri, setelah berhaji ditanah suci ia pergi ke khaif. ternyata disana ada seorang lelaki tua beserta beberapa orang yang sedang mengelilinginya. tak berjarak beberapa kian muncullah seseorang yang berbaju putih bersih datang kepada sekumpulan orang tersebut, dan berbincang-bincang. Setalah beberapa kemudian pergilah mereka semua, hanya tinggallah orang tua yang hanya sendirian.
Kemuadian Abu Amr menemuinya dan mengucapkan salam. ” dengan nama allah, tolonglah diriku ini, kata abu amr sambil mengangis, kemudian Abu Amr menerangkan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Seketika itu ia menengadahkan dan menundukkan kepalanya untuk mendo’akan Abu Amr.
Abu Amr berkata ; “semua kata dan huruf Al-Qur’an telah kuingat kembali lalu sujud terima kasih kepadanya”
Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku?” tutur orang tua tadi. Abu Amr menjawab; Hasan basri”.
Kalau orang-orang sudah mempunyai imam seperti hasan mengapa masih mencari imam seperti aku? Turur orang tua tadi. Ternyata Hasan telah membuka selubung tentang diriku, sekarang aku akan membuka siapa Hasan basri sebenarnya.
Seorang laki-laki yang berbaju putih yang telah datang kemari setelah shalat ashar tadi, dan orang yang pertama meninggalkan tempat ini, ia adalah Hasan Basri. Setiap hari sesudah shalat ashar ia datang kemari untuk berbincang-bincang denganku, setelah selesai berbincang-bincang denganku ia segera pergi ke Basrah untuk menunaikan shalat maghrib disana. Kalau sudah mempunyai imam seperti hasan basri mengapa masih mencari imam seperti diriku.
Karya-karyanya
Banyak dari buku atau kitab para ulama-ulama yang membahas tentang kebajikan, kesuhudan serta berbagai hal yang mengarah kepada kebesaran nama Hasan Al Basri. Yang mana berkat perjuangan beliau berdampak kepada perubahan masyarakat Islam kepada suatu hal yang lebih baik. Dan juga menjadi tongkat estafet bagi ulam-ulama setelah beliau dalm menerapkan mendefinisikan sehingga sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Dan jarang dari buku atau kitab para ulam-ulam yang membahas tentang karya-karya beliau. Karena keterbatasan kemampuan, penulis belum bisa memaparkan karya-karya beliau tapi ada ajaran beliau yang menjadi pembicaraan kaum sufi adalah:
” Anak Adam!
Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu,
Kalau ia binasa, binasalah engkau.
Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu.
Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.
Dan tiap-tiap bencana yang bukan neraka adalah mudah”
Al-Hasan adalah Maula Al-Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang dimerdekakan, dikatakan Ibnu Sa’ad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah dan fasih bicaranya. Bapaknya bernama Pirouz (kemudian dikenal sebagai Abul Hasan), yang menjadi budak pada zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khattab. Dari kampungnya Pirouz kemudian dibawa ke Madinah sebagai seorang tawanan. Pirouz dan seorang perempuan dari kampungnya, diberikan kepada Ummu Salamah. Lalu Ummu Salamah memberikan mereka berdua kepada saudara terdekat dia dan keduanya lantas menikah dengan tuan mereka dan dibebaskan.
Hasan al-Basri dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijrah (642 Masehi). Dia pernah menyusu dengan Ummu Salamah, isteri Rasulullah S.A.W. Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah ke kota Basrah, Irak, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Bashri. Hasan kemudian dikategorikan sebagai seorang Tabi'in (generasi setelah sahabat). Hasan al-Basri juga pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasulullah S.A.W. sehingga dia muncul sebagai Ulama terkemuka dalam peradaban Islam.
Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain: Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy'ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar. Al-Hasan menjadi guru di Basrah, (Iraq) dan mendirikan madrasah di sana. Di antara para pengikutnya yang terkenal adalah Amr ibn Ubaid dan Wasil ibn Atha. Dia salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran di hadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah. Dia menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka. Dan kemudian hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain.
Hasan al-Basri meninggal dunia di Basrah, Iraq, pada hari jum'at 5 Rajab 110 Hijrah (728 Masehi), pada umur 89 tahun.
Hasan adalah pendukung kuat nilai tradisional dan cara hidup zuhud, kehidupan duinia hanyalah perjalanan untuk ke akhirat, dan kesenangan dinafikan untuk mengendalikan nafsu. dia merupakan tokoh sufi dalam islam .[1] Khutbah-khutbah dia dianggap sebagi contoh terbaik dan terawal sastra Arab
Telah datang berita gembira kepada istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummu Salamah, bahwa budaknya yang bernama Khairah telah melahirkan seorang bayi laki-laki.
Ummul Mukminin hanyut dalam kegembiraan dan wajahnya tampak ceria dan berseri-seri. Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pasca melahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu.
Tak lama setelah itu Khairah pun datang dengan bayi di gendongannya. Ketika Ummu Salamah memandangnya, beliau langsung menyukai bayi itu karena wajahnya yang tampan dan cerah, menarik hati siapapun yang memandangnya.
Ummu Salamah bertanya kepada budaknya: “Sudahkah engkau memberikan nama untuknya wahai Khairah?” Khairah menjawab: “Belum, aku ingin Anda-lah yang memilihkan nama untuknya sesuka Anda.”
Ummu Salamah berkata, “Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Hasan.” Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi.
Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah sahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab ayah si bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain.
Hasan bin Yassar (yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan al-Bashri) tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah.
Adapun Ummu Salamah –kalau pembaca belum tahu- adalah seorang wanita Arab yang termasuk paling sempurna akalnya, banyak keutamaannya, dan teguh pendiriannya. Beliau juga termasuk istri nabi yang paling luas pengetahuannya dan paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah. Beliau meriwayatkan sebanyak 387 hadis. Beliau juga termasuk dari sedikit bilangan wanita di masa jahiliyah yang mampu baca-tulis.
Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau, Khairah, harus keluar dari rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya. Bila sang bayi menangis karena lapar, maka Ummul Mukminin meletakkan bayi itu di pangkuannya, lalu disusui supaya diam. Karena rasa cintanya terhadap bayi itu, Ummul Mukminin bisa mengeluarkan air susu yang kemudian diminum oleh si bayi hingga merasakan kenyang dan diam dari tangisnya. Dengan demikian, kedudukan Ummu Salamah bagi Hasan al-Bashri adalah sebagai ibu dalam dua sisi. Pertama karena Hasan al-Bashri adalah seorang dari mukminin sedang Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin. Kedua Ummu Salamah adalah ibu susuan bagi beliau.
Anak ini meraih kesempatan emas untuk bergaul dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab rumah-rumah mereka berdekatan sehingga ia bisa bermain dari satu rumah ke rumah yang lain. Sudah barang tentu akhlak beliau terwarnai oleh para penghuni rumah itu dan mendapatkan bimbingan dari mereka.
Seperti yang diceritakan oleh Hasan al-Bashri sendiri, dia mengisi rumah Ummul Mukminin dengan ketangkasannya yang menyenangkan. Sering dia naik ke atap rumah lalu berpindah-pindah dengan lincahnya.
Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih (ilmu) yang tersedia di rumah-rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada sahabat-sahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain.
Meski demikian, kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dia mengagumi keteguhan agamanya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap kesenangan dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya.
Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap di sana. Dari sinilah muncul julukan al-Bashri, yang dinisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang di Bashrah.
Di saat Hasan al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para sahabat dan tabi’in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya.
Hasan al-Bashri tinggal di masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas, Habru umati Muhammad (Ustadnya umat Muhammad). Dia mengambil pelajaran tafsir, hadis, qiraah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya.
Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendantangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Nama Hasan al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal di mana-mana.
Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya.
Khalid bin Shafwan bercerita. “Aku bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik di daerah Hirah, beliau berkata, ‘Wahai Khalid, ceritakan kepadaku tentang Hasan al-Bashri, aku rasa engkau lebih mengenalnya dari yang lain.”
Aku berkata, “Semoga Allah menjaga Anda. Saya sebaik-baik orang yang akan memberikan keterangan tentang Hasan al-Bashri wahai Amir, karena saya adalah tetangga sekaligus muridnya yang setia. Saya lebih mengenal beliau daripada orang Bashrah lainnya’.”
Beliau berkata, “Ceritakan apa yang Anda ketahui tentangnya.” Saya berkata, ‘Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma’ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukannya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dimilikinya.”
Maslamah berkata, “Cukup wahai Khalid, cukup. Bagaimana kaum itu bisa sesat, bila ada orang semisal dia di tengah-tengah mereka?”
Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa itu secara terang-terangan.
Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah: “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”
Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti: “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup.”
Namun Hasan al-Bashri berkata, “Wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.”
Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras: “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!”
Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri.
Dibawalah Hasan al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah.
Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di sini wahai Abu Sa’id, silahkan..”
Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas.
Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?”
Beliau berkata, (Aku berdoa) “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”
Kejadian serupa sering dialami Hasan al-Basri berhubungan dengan para wali negeri dan amir, di mana beliau selalu lolos dari setiap kesulitan tanpa menjatuhkan wibawanya di mata para penguasa tersebut dengan lindungan dan pemeliharaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah wafatnya khalifah yang zuhud Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan beralih ke tangan Yazid bin Abdul Malik. Khalifah baru ini mengangkat Umar bin Hubairah al-Faraqi sebagai gubernur Irak sampai Khurasan. Yazid ditengarai telah berjalan tidak seperti jalannya kaum salaf yang agung. Dia senantiasa mengirim surat kepada walinya, Umar bin Hubairah agar melaksanakan perintah-perintah yang ada kalanya melenceng dari kebenaran.
Untuk memecahkan problem itu, Umar bin Hubairah memanggil para ulama di antaranya asy-Sya’bi dan Hasan al-Basri. Dia berkata: “Sesungguhnya Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai khalifah atas hamba-hamba-Nya. Sehingga wajib ditaati dan aku diangkat sebagai walinya di negeri Irak sampai kupandang tidak adil. Dalam keadaan yang demikian, bisakah kalian memberikan jalan keluar untukku, apakah aku harus menaati perintah-perintahnya yang bertentangan dengan agama?”
Asy-Sya’bi menjawab dengan jawaban yang lunak dan sesuai dengan jalan pikiran pemimpinnya itu, sedangkan Hasan al-Basri tidak berkomentar sehingga Umar menoleh kepadanya dan bertanya, “Wahai Abu Sa’id, bagaimana pendapatmu?”
Beliau berkata, “Wahai Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari murka Allah. Wahai Ibnu Hubairah, aku khawatir akan datang kepadamu malaikat maut yang keras dan tak pernah menentang perintah Rabb-nya lalu memindahkanmu dari istana yang luas ini menuju liang kubur yang sempit. Di situ engkau tidak akan bertemu dengan Yazid. Yang kau jumpai hanyalah amalmu yang tidak sesuai dengan perintah Rabb-mu dan Rabb Yazid.”
“Wahai Ibnu Hubairah, bila engkau bersandar kepada Allah dan taat kepada-Nya, maka Dia akan menahan segala kejahatan Yazid bin Abdul Malik atasmu di dunia dan akhirat. Namun jika engkau lebih suka menyertai Yazid dalam bermaksiat kepada Allah, niscaya Dia akan membiarkanmu dalam genggaman Yazid. Dan sadarilah wahai Ibnu Hubairah, tidak ada ketaatan bagi makhluk, siapapun dia, bila untuk bermaksiat kepada Allah.”
Umar bin Hubairah menangis hingga basah jenggotnya karena terkesan mendengarnya. Dia berpaling dari asy-Sya’bi kepada Hasan al-Basri, Umar semakin bertambah hormat dan memuliakannya. Setelah kedua ulama itu keluar dan menuju ke masjid, orang-orang pun datang berkerumun ingin mengetahui berita pertemuan mereka dengan amir Irak tersebut.
Asy-Sya’bi menemui mereka dan berkata; “Wahai kaum barangsiapa mampu mengutamakan Allah atas makhluk-Nya dalam segala keadaan dan masalah, maka lakukanlah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, semua yang dikatakan Hasan al-Basri kepada Umar bin Hubairah juga aku ketahui. Tapi yang kusampaikan kepadanya adalah untuk wajahnya, sedangkan Hasan al-Basri menyampaikan kata-katanya demi mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka aku disingkirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari Ibnu Hubairah, sedangkan Hasan al-Basri didekati dan dicintai…”
Allah memberikan karunia umur kepada Hasan al-Basri hingga berusia lebih dari 80 tahun dan telah memenuhi dunia ini dengan ilmu, hikmah dan fiqih. Warisan yang diunggulkannya bagi generasi kini di antaranya adalah kehalusan dan nasihat-nasihatnya yang mampu menyegarkan jiwa dan mampu menyentuh hati, menjadi petunjuk bagi mereka yang lalai akan hakikat kehidupan dunia serta ihwal manusia dalam menyikapi dunia.
Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang dunia dan keadaannya. Beliau berkata, “Anda bertanya tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila satu mendekat, maka yang lain akan menjauh.”
Dan Anda memintaku supaya menggambarkan tentang keadaan dunia ini. Maka aku katakan bahwa dunia diawali dengan kesulitan dan diakhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram akan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian dan fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan.”
Adapun jawaban terhadap pertanyaan orang lain tentang keadaannya dan keadaan orang lain dalam menyikapi dunia beliau berkata, “Duhai celaka, apa yang telah kita perbuat atas diri kita? Kita telah menelantarkan agama kita dan menggemukkan dunia kita, kita rusak akhlak kita dan kita perbaharui rumah, ranjang serta pakaian kita. Bertumpu pada tangan kiri, lalu memakan harta yang bukan haknya.
Makanannya hasil menipu, amalnya karena terpaksa, ingin yang manis setelah yang asam, ingin yang panas setelah yang dingin, ingin yang basah setelah yang kering, hingga manakala telah penuh perutnya ia berkata, “Wahai anakku, ambill obat pencerna.” Hai orang yang dungu, sesungguhnya yang kau cerna itu adalah agamamu.
Kalau saja engkau sadari hisabmu. Tiap kali terbenam matahari, berkuranglah satu hari usiamu dan lenyaplah sebagian yang ada padamu.”
Kamis malam di bulan Rajab 110 H, Hasan al-Basri pergi memenuhi panggilan Rabb-nya. Pagi harinya menjadi pagi duka cita bagi kota Bashrah.
Jenazahnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan setelah shalat Jumat di masjid Jami Basrah, masjid tempat di mana beliau menghabiskan banyak waktu hidupnya, belajar dan mengajar serta menyeru ke jalan Allah.
Orang-orang mengiringkan jenazahnya dan hari itu tak ada shalat ashar di Masjid Jami tersebut karena tak ada yang menegakkannya. Dan shalat jamaah ashar tidak pernah absen sejak dibangunnya masjid itu kecuali di hari itu. Hari di mana Hasan al-Basri berpulang ke haribaan Rabb-nya.
Demikian Kisah Teladan Biografi Sejarah Riwayat Hasan Al-Basri seorang Ulama Sufi Tasawuf
Biografi Hasan Al-Basri
Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab.
Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama asli Hindi Binti Suhail yaitu istri Rosullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya.
Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah. Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama sahabat di masjid Nabawy.
Dan ketika menginjak 14 tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota Basrah ( Iraq ). Disinilah kemudian beliau mulai dengan sebutan Hasan Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah Islamiyyah. Banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang singgah di kota ini. Banyak orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau. Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang pendengar.
Kemudian pada tahun 110 H, tepatnya pada malam jum’at diawal bulan Rajab beliau kembali ke rahmatullah pada usianya yang ke 80 tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke pemakaman beliau. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, soleh serta fasih lidahnya.
Pemikiran Tasawufnya
Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat pada dirinya sikap maupun perilaku pada kehidupan sehari-hari. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan juga Zuhud. Dengan gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik.
Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia.
Hasan Al Basri mangumpamakna dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Karena dunia bisa membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.
Prinsip kedua ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar pengabdian kepada Allah dan sikap daja’ ini adalah mengharap akan ampunan Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu prinsip-prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan kehidupan yang hakiki dan abadi.
Corak Pemikiran Tasawufnya
Hasan Al Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zuhud pada kehidupan dunia yang mana dikala masanya banyak dari kalangan masyarakt khususnya dari kalangan atas yang hidup berfoya-foya. Yang mana kezuhudan itu masih melekat ajarannya dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat. Yang mana ajran beliau masih kental ataupun berdasarkan Al Qur’an dan Hadist nabi, untuk itu beliau termasuk golongan Tasawuf Sunni.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf Hasan yaitu:
Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentran yang menimbulkan perasaan takut.
Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak akan ditanggungnya.”
“tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapapun banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.”
“dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati suaminya.”
“orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.”
“hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.”Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal saleh.”
Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi:
“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.
Keteladanan Hasan –Basri
Hasan basri adalah seorang ulama Tabi’in yang sangat mementingkan kehidupan akhirat. Yang patut kita teladani dari kehidupan dari Hasan Basri adalah kezuhudtannya, ia pernah ditanyai tentang masalah pakaian.
Pakaian apa yang paling kamu sukai? Tanya orang-orang ” yang paling tebal, yang paling kasar, yang paling hina menurut pandangan manusia” jawab hasan basri . Dari perkataan inilah dapat kita pahami bahwa hasan basri sangat enggan dari dunia kemewahan apalagi kenyamanan dan tingkah lakunya sangat menjauhkan dari pujian manusia.
Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri melakukan dengan ketulusan hatinya, karena selayaknya seorang yang yang berdakwah dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama. Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan memang penuh ke strategis dalam berdakwah.
Lebih dari itu Hasan Basri adalah adalah orang yang penyabar dan penuh dengan kebijaksanaan. Hasan basri mempunyai seorang tetangga yang beragama nasrani, diatas rumah Hasan basri oleh oleh tetangga tersebut didirikan kamar kecil, karena rumah Hasan Basri dengannya jadi satu atap. Setiap membuang air kecil selalu menetes ke ruang kamar Hasan Basri, kejadian ini berlangsung bukan hanya berjalan satu bulan atau satu tahun, melainkan 20 tahun. Akan tetapi hasan basri tidak pernah marah-marah dan mempermasalahkannya. hasan basri tidak mau membuat kecewa tetangganya . Karena hasan basri mengamalkan Sabda Nabi ” barang siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir maka muliakannah tetanggnya”. Bahkan Hasan Basri menyuruh kepada istinya untuk meletakkan wadah di kamarnya supaya air kencingnya tertampung dan tidak berceceran.
Ketika hasan basri sakit, salah satu tetangganya mengunjungi beliau ternyata di dalam rumahnya ada wadah yang digunakan untuk menampung kencing, setelah diperiksa wadah yang ada di dalam kamar hasan tersebut, ternyata runtuhan air kencing yang berasal dari atas kamar kecil yang berada di atas rumahnya.
Setelah ditanya. Sejak kapan engkau bersabar dengan tetesan air kencing ini? Tannya sitetangga tadi. Hasan Basrti diam saja tidak menjawab, mungkin hasan basri tidak mau membuat tetangganya tidak enak.
Hasan katakanlah dengan jujur sejak kapan engkau bersabar dengan air kencing ini? Jika kau diam saja dan tidak mau berterus terang aku akan merasa tidak enak, Tanya teangga nasrani tadi, akhirnya dengan penuh pemaksaan, hasan basri mau menjawab juga; selama 20 tahun ; jawab hasan basri
Mengapa engkau kok diam saja dan tidak mempermasalahkan hal ini? Tanya tetangga tadi . akan tetapi hasan Hasan menjawab ” aku tidak ingin mengecewakan tetangga aku, karena Nabi Muahammad SAW bersabda “barang siapa yang berimana kepada allah dan hari akhir maka mulikanlah tetangganya”
Ketika itu pulalah ia masuk islam berbondong-bondong bersama keluarganya. Ternyata hasan basri penuh dengan keteladanan, ia tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk islam, akan tetapi yang paling dianjurkan oleh baliau, sikap ramah, lemah lembut, penuh dengan pengertian dan kebijaksanaan yang bisa mengantarkan ketertarikan kepada orang yang diluar islam untuk mengikuti agama islam.
Karamah Hasan Basri
Dikisahkan pada suatu hari ada seorang ulama ahli tafsir yang berkenamaan abu Amr sedang memberikan pengajiannya, tiba-tiba ada seorang pemuda yang datang untuk mengikuti pengajiann Tersebut, Abu Amr sangat terpesona dengan wajah pemuda tadi. Pada saat itulah apa yang dimilki oleh abu amr yaitu ilmu Al-Qur’an telah hilang dari ingatannya
Abu amr dengan penuh gelisah dan penyesalan mengadu kepada kepada sang imam hasan ” setiap kata dan hurufAl-Qur’an telah hilang dari ingtanku” hasan berkata ” sekarang ini musim haji, pergilah ketanah suci dan tunaikanlah ibadah haji. Setelah itu pergilah ke masjid khaif. Disana akan ada seorang yang sangat tua, janganlah engkau langsung menemuinya, tapi tunggulah sampai keasyikan ibadahnya selesai, setelah itu barulah engkau mohon do’a padanya.
Abu amr menuruti perkataan Hasan Basri, setelah berhaji ditanah suci ia pergi ke khaif. ternyata disana ada seorang lelaki tua beserta beberapa orang yang sedang mengelilinginya. tak berjarak beberapa kian muncullah seseorang yang berbaju putih bersih datang kepada sekumpulan orang tersebut, dan berbincang-bincang. Setalah beberapa kemudian pergilah mereka semua, hanya tinggallah orang tua yang hanya sendirian.
Kemuadian Abu Amr menemuinya dan mengucapkan salam. ” dengan nama allah, tolonglah diriku ini, kata abu amr sambil mengangis, kemudian Abu Amr menerangkan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Seketika itu ia menengadahkan dan menundukkan kepalanya untuk mendo’akan Abu Amr.
Abu Amr berkata ; “semua kata dan huruf Al-Qur’an telah kuingat kembali lalu sujud terima kasih kepadanya”
Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku?” tutur orang tua tadi. Abu Amr menjawab; Hasan basri”.
Kalau orang-orang sudah mempunyai imam seperti hasan mengapa masih mencari imam seperti aku? Turur orang tua tadi. Ternyata Hasan telah membuka selubung tentang diriku, sekarang aku akan membuka siapa Hasan basri sebenarnya.
Seorang laki-laki yang berbaju putih yang telah datang kemari setelah shalat ashar tadi, dan orang yang pertama meninggalkan tempat ini, ia adalah Hasan Basri. Setiap hari sesudah shalat ashar ia datang kemari untuk berbincang-bincang denganku, setelah selesai berbincang-bincang denganku ia segera pergi ke Basrah untuk menunaikan shalat maghrib disana. Kalau sudah mempunyai imam seperti hasan basri mengapa masih mencari imam seperti diriku.
Karya-karyanya
Banyak dari buku atau kitab para ulama-ulama yang membahas tentang kebajikan, kesuhudan serta berbagai hal yang mengarah kepada kebesaran nama Hasan Al Basri. Yang mana berkat perjuangan beliau berdampak kepada perubahan masyarakat Islam kepada suatu hal yang lebih baik. Dan juga menjadi tongkat estafet bagi ulam-ulama setelah beliau dalm menerapkan mendefinisikan sehingga sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Dan jarang dari buku atau kitab para ulam-ulam yang membahas tentang karya-karya beliau. Karena keterbatasan kemampuan, penulis belum bisa memaparkan karya-karya beliau tapi ada ajaran beliau yang menjadi pembicaraan kaum sufi adalah:
” Anak Adam!
Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu,
Kalau ia binasa, binasalah engkau.
Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu.
Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.
Dan tiap-tiap bencana yang bukan neraka adalah mudah”
Al-Hasan adalah Maula Al-Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang dimerdekakan, dikatakan Ibnu Sa’ad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah dan fasih bicaranya. Bapaknya bernama Pirouz (kemudian dikenal sebagai Abul Hasan), yang menjadi budak pada zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khattab. Dari kampungnya Pirouz kemudian dibawa ke Madinah sebagai seorang tawanan. Pirouz dan seorang perempuan dari kampungnya, diberikan kepada Ummu Salamah. Lalu Ummu Salamah memberikan mereka berdua kepada saudara terdekat dia dan keduanya lantas menikah dengan tuan mereka dan dibebaskan.
Hasan al-Basri dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijrah (642 Masehi). Dia pernah menyusu dengan Ummu Salamah, isteri Rasulullah S.A.W. Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah ke kota Basrah, Irak, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Bashri. Hasan kemudian dikategorikan sebagai seorang Tabi'in (generasi setelah sahabat). Hasan al-Basri juga pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasulullah S.A.W. sehingga dia muncul sebagai Ulama terkemuka dalam peradaban Islam.
Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain: Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy'ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar. Al-Hasan menjadi guru di Basrah, (Iraq) dan mendirikan madrasah di sana. Di antara para pengikutnya yang terkenal adalah Amr ibn Ubaid dan Wasil ibn Atha. Dia salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran di hadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah. Dia menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka. Dan kemudian hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain.
Hasan al-Basri meninggal dunia di Basrah, Iraq, pada hari jum'at 5 Rajab 110 Hijrah (728 Masehi), pada umur 89 tahun.
Hasan adalah pendukung kuat nilai tradisional dan cara hidup zuhud, kehidupan duinia hanyalah perjalanan untuk ke akhirat, dan kesenangan dinafikan untuk mengendalikan nafsu. dia merupakan tokoh sufi dalam islam .[1] Khutbah-khutbah dia dianggap sebagi contoh terbaik dan terawal sastra Arab
Telah datang berita gembira kepada istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummu Salamah, bahwa budaknya yang bernama Khairah telah melahirkan seorang bayi laki-laki.
Ummul Mukminin hanyut dalam kegembiraan dan wajahnya tampak ceria dan berseri-seri. Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pasca melahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu.
Tak lama setelah itu Khairah pun datang dengan bayi di gendongannya. Ketika Ummu Salamah memandangnya, beliau langsung menyukai bayi itu karena wajahnya yang tampan dan cerah, menarik hati siapapun yang memandangnya.
Ummu Salamah bertanya kepada budaknya: “Sudahkah engkau memberikan nama untuknya wahai Khairah?” Khairah menjawab: “Belum, aku ingin Anda-lah yang memilihkan nama untuknya sesuka Anda.”
Ummu Salamah berkata, “Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Hasan.” Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi.
Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah sahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab ayah si bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain.
Hasan bin Yassar (yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan al-Bashri) tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah.
Adapun Ummu Salamah –kalau pembaca belum tahu- adalah seorang wanita Arab yang termasuk paling sempurna akalnya, banyak keutamaannya, dan teguh pendiriannya. Beliau juga termasuk istri nabi yang paling luas pengetahuannya dan paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah. Beliau meriwayatkan sebanyak 387 hadis. Beliau juga termasuk dari sedikit bilangan wanita di masa jahiliyah yang mampu baca-tulis.
Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau, Khairah, harus keluar dari rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya. Bila sang bayi menangis karena lapar, maka Ummul Mukminin meletakkan bayi itu di pangkuannya, lalu disusui supaya diam. Karena rasa cintanya terhadap bayi itu, Ummul Mukminin bisa mengeluarkan air susu yang kemudian diminum oleh si bayi hingga merasakan kenyang dan diam dari tangisnya. Dengan demikian, kedudukan Ummu Salamah bagi Hasan al-Bashri adalah sebagai ibu dalam dua sisi. Pertama karena Hasan al-Bashri adalah seorang dari mukminin sedang Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin. Kedua Ummu Salamah adalah ibu susuan bagi beliau.
Anak ini meraih kesempatan emas untuk bergaul dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab rumah-rumah mereka berdekatan sehingga ia bisa bermain dari satu rumah ke rumah yang lain. Sudah barang tentu akhlak beliau terwarnai oleh para penghuni rumah itu dan mendapatkan bimbingan dari mereka.
Seperti yang diceritakan oleh Hasan al-Bashri sendiri, dia mengisi rumah Ummul Mukminin dengan ketangkasannya yang menyenangkan. Sering dia naik ke atap rumah lalu berpindah-pindah dengan lincahnya.
Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih (ilmu) yang tersedia di rumah-rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada sahabat-sahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain.
Meski demikian, kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dia mengagumi keteguhan agamanya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap kesenangan dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya.
Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap di sana. Dari sinilah muncul julukan al-Bashri, yang dinisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang di Bashrah.
Di saat Hasan al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para sahabat dan tabi’in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya.
Hasan al-Bashri tinggal di masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas, Habru umati Muhammad (Ustadnya umat Muhammad). Dia mengambil pelajaran tafsir, hadis, qiraah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya.
Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendantangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Nama Hasan al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal di mana-mana.
Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya.
Khalid bin Shafwan bercerita. “Aku bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik di daerah Hirah, beliau berkata, ‘Wahai Khalid, ceritakan kepadaku tentang Hasan al-Bashri, aku rasa engkau lebih mengenalnya dari yang lain.”
Aku berkata, “Semoga Allah menjaga Anda. Saya sebaik-baik orang yang akan memberikan keterangan tentang Hasan al-Bashri wahai Amir, karena saya adalah tetangga sekaligus muridnya yang setia. Saya lebih mengenal beliau daripada orang Bashrah lainnya’.”
Beliau berkata, “Ceritakan apa yang Anda ketahui tentangnya.” Saya berkata, ‘Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma’ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukannya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dimilikinya.”
Maslamah berkata, “Cukup wahai Khalid, cukup. Bagaimana kaum itu bisa sesat, bila ada orang semisal dia di tengah-tengah mereka?”
Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa itu secara terang-terangan.
Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah: “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”
Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti: “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup.”
Namun Hasan al-Bashri berkata, “Wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.”
Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras: “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!”
Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri.
Dibawalah Hasan al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah.
Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di sini wahai Abu Sa’id, silahkan..”
Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas.
Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?”
Beliau berkata, (Aku berdoa) “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”
Kejadian serupa sering dialami Hasan al-Basri berhubungan dengan para wali negeri dan amir, di mana beliau selalu lolos dari setiap kesulitan tanpa menjatuhkan wibawanya di mata para penguasa tersebut dengan lindungan dan pemeliharaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah wafatnya khalifah yang zuhud Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan beralih ke tangan Yazid bin Abdul Malik. Khalifah baru ini mengangkat Umar bin Hubairah al-Faraqi sebagai gubernur Irak sampai Khurasan. Yazid ditengarai telah berjalan tidak seperti jalannya kaum salaf yang agung. Dia senantiasa mengirim surat kepada walinya, Umar bin Hubairah agar melaksanakan perintah-perintah yang ada kalanya melenceng dari kebenaran.
Untuk memecahkan problem itu, Umar bin Hubairah memanggil para ulama di antaranya asy-Sya’bi dan Hasan al-Basri. Dia berkata: “Sesungguhnya Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai khalifah atas hamba-hamba-Nya. Sehingga wajib ditaati dan aku diangkat sebagai walinya di negeri Irak sampai kupandang tidak adil. Dalam keadaan yang demikian, bisakah kalian memberikan jalan keluar untukku, apakah aku harus menaati perintah-perintahnya yang bertentangan dengan agama?”
Asy-Sya’bi menjawab dengan jawaban yang lunak dan sesuai dengan jalan pikiran pemimpinnya itu, sedangkan Hasan al-Basri tidak berkomentar sehingga Umar menoleh kepadanya dan bertanya, “Wahai Abu Sa’id, bagaimana pendapatmu?”
Beliau berkata, “Wahai Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari murka Allah. Wahai Ibnu Hubairah, aku khawatir akan datang kepadamu malaikat maut yang keras dan tak pernah menentang perintah Rabb-nya lalu memindahkanmu dari istana yang luas ini menuju liang kubur yang sempit. Di situ engkau tidak akan bertemu dengan Yazid. Yang kau jumpai hanyalah amalmu yang tidak sesuai dengan perintah Rabb-mu dan Rabb Yazid.”
“Wahai Ibnu Hubairah, bila engkau bersandar kepada Allah dan taat kepada-Nya, maka Dia akan menahan segala kejahatan Yazid bin Abdul Malik atasmu di dunia dan akhirat. Namun jika engkau lebih suka menyertai Yazid dalam bermaksiat kepada Allah, niscaya Dia akan membiarkanmu dalam genggaman Yazid. Dan sadarilah wahai Ibnu Hubairah, tidak ada ketaatan bagi makhluk, siapapun dia, bila untuk bermaksiat kepada Allah.”
Umar bin Hubairah menangis hingga basah jenggotnya karena terkesan mendengarnya. Dia berpaling dari asy-Sya’bi kepada Hasan al-Basri, Umar semakin bertambah hormat dan memuliakannya. Setelah kedua ulama itu keluar dan menuju ke masjid, orang-orang pun datang berkerumun ingin mengetahui berita pertemuan mereka dengan amir Irak tersebut.
Asy-Sya’bi menemui mereka dan berkata; “Wahai kaum barangsiapa mampu mengutamakan Allah atas makhluk-Nya dalam segala keadaan dan masalah, maka lakukanlah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, semua yang dikatakan Hasan al-Basri kepada Umar bin Hubairah juga aku ketahui. Tapi yang kusampaikan kepadanya adalah untuk wajahnya, sedangkan Hasan al-Basri menyampaikan kata-katanya demi mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka aku disingkirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari Ibnu Hubairah, sedangkan Hasan al-Basri didekati dan dicintai…”
Allah memberikan karunia umur kepada Hasan al-Basri hingga berusia lebih dari 80 tahun dan telah memenuhi dunia ini dengan ilmu, hikmah dan fiqih. Warisan yang diunggulkannya bagi generasi kini di antaranya adalah kehalusan dan nasihat-nasihatnya yang mampu menyegarkan jiwa dan mampu menyentuh hati, menjadi petunjuk bagi mereka yang lalai akan hakikat kehidupan dunia serta ihwal manusia dalam menyikapi dunia.
Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang dunia dan keadaannya. Beliau berkata, “Anda bertanya tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila satu mendekat, maka yang lain akan menjauh.”
Dan Anda memintaku supaya menggambarkan tentang keadaan dunia ini. Maka aku katakan bahwa dunia diawali dengan kesulitan dan diakhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram akan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian dan fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan.”
Adapun jawaban terhadap pertanyaan orang lain tentang keadaannya dan keadaan orang lain dalam menyikapi dunia beliau berkata, “Duhai celaka, apa yang telah kita perbuat atas diri kita? Kita telah menelantarkan agama kita dan menggemukkan dunia kita, kita rusak akhlak kita dan kita perbaharui rumah, ranjang serta pakaian kita. Bertumpu pada tangan kiri, lalu memakan harta yang bukan haknya.
Makanannya hasil menipu, amalnya karena terpaksa, ingin yang manis setelah yang asam, ingin yang panas setelah yang dingin, ingin yang basah setelah yang kering, hingga manakala telah penuh perutnya ia berkata, “Wahai anakku, ambill obat pencerna.” Hai orang yang dungu, sesungguhnya yang kau cerna itu adalah agamamu.
Kalau saja engkau sadari hisabmu. Tiap kali terbenam matahari, berkuranglah satu hari usiamu dan lenyaplah sebagian yang ada padamu.”
Kamis malam di bulan Rajab 110 H, Hasan al-Basri pergi memenuhi panggilan Rabb-nya. Pagi harinya menjadi pagi duka cita bagi kota Bashrah.
Jenazahnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan setelah shalat Jumat di masjid Jami Basrah, masjid tempat di mana beliau menghabiskan banyak waktu hidupnya, belajar dan mengajar serta menyeru ke jalan Allah.
Orang-orang mengiringkan jenazahnya dan hari itu tak ada shalat ashar di Masjid Jami tersebut karena tak ada yang menegakkannya. Dan shalat jamaah ashar tidak pernah absen sejak dibangunnya masjid itu kecuali di hari itu. Hari di mana Hasan al-Basri berpulang ke haribaan Rabb-nya.
Demikian Kisah Teladan Biografi Sejarah Riwayat Hasan Al-Basri seorang Ulama Sufi Tasawuf