Dalil Hadits Dzikir Jahar secara Keras dan Keutamaan Manfaat Dzikir Jahar
Dalil Hadits Dzikir Jahar secara keras dan Keutamaan Manfaat Dzikir Jahar - Dzikir adalah mengingat Allah dengan menyebut dan memuji nama Allah kalimah tauhid dzikir laa ilaaha illallah yang dilakukan dalam sholat , setelah shalat dan setiap waktu tanpa batas
firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً ﴿٤١
”Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya” (al-Ahzab: 41) Allah memerintahkan orang yang beriman untuk dzikir kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya tanpa batas
riwayat sahih dari Ibnu Rajab al-Hanbali:
وقد ذكرنا قولَ عائشة : كان النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - يذكر الله على كلِّ أحيانه (أحمد 6/70 و153 ، والترمذي ( 3384) ، والمعنى : في حال قيامه ومشيه وقعوده واضطجاعه ، وسواء كان على طهارةٍ أو على حدث (جامع العلوم والحكم محقق - ج 52 / ص 9)
“Telah kami sebutkan dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad Saw berdzikir kepada Allah dalam setiap waktunya” HR Ahmad dan Turmudzi [Disahihkan sendiri oleh Albani]. Maknanya: baik ketika Nabi berdiri, berjalan, duduk, tidur, baik dalam keadaan suci atau hadats (Jami’ al-Ulum wa al-Hikam 52/9)
Sementara hadis-hadis tentang anjuran dan keutamaan berdzikir sebanyak-banyaknya tidak terbatas jumlahnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَنْبِئْنِي مِنْهَا بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ (رواه الترمذي رقم 3375 واحمد رقم 17716 وابن ماجه رقم 3793 وابن حبان رقم 814 والحاكم رقم 1822 والبيهقي في شعب الايمان رقم 512 والطبراني في الاوسط رقم 1441 وقال الحافظ فى الفتح 11 / 210 : صححه ابن حبان و الحاكم)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr bahwa ada seorang dari pedalaman bertanya kepada Rasulullah Saw: Sesungguhnya syariat Islam telah banyak bagi saya, sampaikanlah pada saya sebagiannya yang bisa saya jadikan sebagai pegangan! Rasulullah Saw bersabda: Jangan hentikan mulutmu basah karena berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla" (HR Turmudzi No 3375, Ahmad No: 17716, Ibnu Majah No: 3793, Ibnu Hibban No: 814, al-Hakim No: 1822, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No: 512, dan al-Thabrani dalam al-Ausath No: 1441, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Hadis ini disahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Bacaan dzikir yang paling utama adalah kalimat "Laa Ilaaha Illallaah", sedangkan doa yang paling utama adalah "Alhamdulillah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)
Abdullah Ibnu Abas r.a berkata: “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah (HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Abas r.a berkata:”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir(HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:”Rasululloh(SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-”La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)
Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir seusai orang orang melaksanakan sholat wajib dgn berjamaah sudah menjadi kebiasaan pada masa nabi SAW, kata Abdullah bin Abbas : ketika saya mendengar dzikir tersebut saya tahu bahwa orang2 sudah selesai melaksanakan sholat berjamaah (BUKHARI NO 841 )
Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad:
( budak yang telah bebas dari Ibn ‘Abbas) Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Dalam masa hidup pada Nabi itu lazim untuk menyelenggarakan zikir Puji-pujian pada Allah bersuara keras sesudah jamaah shalat wajib.
(Sahih Bukhari . 1/802)
Imam Zainuddin al-Malibari menegaskan: “Disunnahkan berzikir dan berdoa secara pelan seusai shalat. Maksudnya, hukumnya sunnah membaca dzikir dan doa secara pelan bagi orang yang shalat sendirian, berjama’ah, imam yang tidak bermaksud mengajarkannya dan tidak bermaksud pula untuk memperdengarkan doanya supaya diamini mereka.” (Fathul Mu’in: 24). Berarti kalau berdzikir dan berdoa untuk mengajar dan membimbing jama’ah maka hukumnya boleh mengeraskan suara dzikir dan doa.
Memang ada banyak hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sebagaimana juga banyak sabda Nabi SAW yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara yang pelan. Namun sebenarnya hadits itu tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir riwayat Ibnu Abbas berikut ini: “Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ibnu Adra’ berkata: “Pernah Saya berjalan bersama Rasulullah SAW lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya’. Rasulullah SAW menjawab: “Tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan.”
Baca Juga
- Kisah Sufi Nasehat Bijak Kakek kepada Ustadz Muda Cara Belajar Tasawuf
- Pengertian Islam, Iman dan Ihsan dalam Rukun Agama secara Kaffah
- Apa itu Shalat Wustha dan Keutamaan Sholat Wustho
- Hukum Membaca Tawassul Dalam Doa Wirid Menurut Al-Quran dan Hadits
- Ilmu Tasawuf : Pengertian Syariat, Makrifat, Hakekat, Tarekat dalam Islam
Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan berdzikir secara pelan. Sa’d bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw bersabda, “Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi.” Bagaimana menyikapi dua hadits yang seakan-akan kontradiktif itu. berikut penjelasan Imam Nawawi:
“Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wat taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya’, mengganggu orang yang shalat atau orang tidur, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat.” (Ruhul Bayan, Juz III: h. 306).
Dan keutamaan dzikir dengan suara keras lebih sempurna. Inilah dasar dalam menegakkan syiar dalam syariat Islam, ajaran-ajarannya dan sunah-sunahnya, seperti dalam adzan dan iqamat, saat takbiratul ihram dalam salat, ritual-ritual haji dalam bentuk talbiyah, takbir, kumandang orang yang berhaji dengan doa, mengeraskan bacaan al-Quran saat salat Subuh dan dua rakaat permulaan salat Maghrib dan Isya', mengeraskan tasbih dan tahlil saat keluar pada dua hari raya. Kesemuanya itu sudah ada di masa Nabi, para sahabat dan tabi'in.
Membaca dzikir dengan suara keras adalah sebuah cara untuk memperbanyak orang berdzikir supaya hati mereka condong untuk ikut berdzikir.[2] Hanya saja dianjurkan supaya tidak terlalu keras, sebagaimana firman Allah Saw:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيْلاً ﴿١١٠﴾ (قَالَ الشَّيْخُ اِسْمَاعِيْلُ) "فَالتَّوَسُّطُ فِيْهِ هُوَ الْعَدْلُ وَهُوَ سَبِيْلُ اْلاِسْتِدَامَةِ عَلَيْهِ"
"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (Al-Isra': 110). (Syaikh Ismail berkata) "Maka, suara yang sedang (tidak keras dan tidak lirih) adalah yang tengah-tengah dan cara untuk terus-menerus dalam berdzikir."
Dzikir dengan suara keras memiliki keutamaan dari pada dengan suara lirih, sebagaimana dijelaskan dalam hadis (Qudsi) riwayat Mu'adz bin Anas:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللهُ تَعَالَى لاَ يَذْكُرُنِي عَبْدِي فِي نَفْسِهِ إِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي وَلاَ يَذْكُرُنِي فِي مَلاَءٍ إِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي الرَّفِيْقِ اْلأَعْلَى (رواه الطبراني)
"Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah berfirman: Tidak ada hamba-Ku yang meneybut-Ku dalam dirinya kecuali Aku menyebutnya dalam kelompok diantara malaikat-Ku. Dan tidak ada yang menyebut-Ku diantara kelompok yang mulia kecuali Aku menyebutnya dalam kelompok malaikat yang lebih tinggi"(HR al-Thabrani)
Dan hadis (Qudsi) dari Ibnu Abbas:
وَحَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِذَا ذَكَرْتَنِي خَالِيًا ذَكَرْتُكَ خَالِيًا وَإِذَا ذَكَرْتَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُكَ فِي مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنَ الَّذِيْنَ ذَكَرْتَنِي فِيْهِمْ (رواه البزار بسند صحيح) . (قَالَ الشَّيْخُ اِسْمَاعِيْلُ) "وَالذِّكْرُ فِي الْمَلاَءِ هُوَ الذِّكْرُ جَهْرًا وَحَسْبَ الذَّاكِرَ جَهْرًا هَذِهِ الْمَنْقَبَةُ الْعَظِيْمَةُ وَالْفَضْلُ الْمَزِيْدُ"
"Allah berfirman: Wahai anak Adam. Jika engkau menyebut-Ku dalam dirimu sendiri, maka Aku menyebutmu dalam diriku (tanpa diketahui yang lain). Dan jika engkau menyebut-Ku dalam kelompok yang mulia, maka Aku menyebutmu dalam kelompo yang lebih baik dari pada kelompok yang kau sebut Aku di dalamnya" (HR al-Bazzar dengan sanad yang sahih
(Syaikh Ismail berkata) "Yang dimaksud dengan 'Dzikir dalam kelompok yang mulia' adalah dzikir dengan suara keras. Dari dalil-dalil dan keutamaan inilah sudah cukup untuk menjadi pegangan bagi orang yang berdzikir dengan suara keras."
Keutamaan Dzikir Setelah Shalat Wajib Secara Keras Baik Sendiri atau Berjamaah
Keutamaan dzikir dengan suara keras tidak dibatasi oleh waktu. Diantara waktu-waktu yang ada adalah setelah salat wajib. Maka boleh melakukan dzikir dengan keras setelah salat, sebagaimana riwayat Ibnu Abbas ini:
اِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ (رواه البخاري)
”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir setelah para sahabat selesai melakukan salat wajib sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui yang demikian setelah mereka melakukan salat wajib dan saya mendengarnya”
Ini adalah dalil disyariatkannya dzikir secara keras setelah salat dan keutamaannya. Dzikir ini memiliki faidah yang banyak. Diantara yang terbesar adalah dapat melunakkan hati, mendorong untuk mengingat Allah dan nikmat-nikmatnya, menampakkan bentuk ibadah, khusyuk setelah bermunajat kepada Allah, merendahkan diri kepada Allah, menghadap kepada Allah, dan memperlihatkan pemberian dari Allah.
Dalam penutupnya, Syaikh Ismail berkata:
فَاحْرِصْ عَلَى هَذَا الذِّكْرِ عَقِبَ الصَّلَوَاتِ الْمَفْرُوْضَاتِ وَلاَ يَصُدَّنَّكَ عَنْهُ اِنْكَارُ بَعْضِ الْمَحْرُوْمِيْنَ وَاحْذَرْ اَنْ تُحْرِمَ نَفْسَكَ مِنْ اَجْرِ هَذِهِ الطَّاعَةِ وَفَضْلِهَا الْمَشْهُوْدِ وَاللهُ تَعَالَى لاَ يُضِيْعُ اَجْرَ مَنْ اَحْسَنَ عَمَلاً وَاْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Maka gemarlah untuk melakukan dzikir ini setelah shalat wajib lima waktu. Dan janganlah keengganan sebagian kelompok yang melarangnya dapat menghalangi anda untuk melakukan dzikir di atas. Janganlah anda menghalangi diri anda sendiri untuk mendapatkan pahala dan keutamaan ibadah yang dapat disaksikan secara nyata ini. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. Semua amal tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya masing-masing.
Baca Juga Artikel