Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan batal pahala puasa

Hal-hal-yang-dapat-membatalkan-puasa-dan-batal-pahala-puasa-ramadhan
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan batal pahala puasa Hal-hal-yang-dapat-membatalkan-puasa-dan-batal-pahala-puasa-ramadhan

Puasa adalah suatu aktivitas dari menahan diri dari makan dan minum dan perbuatan buruk yang dapat membatalkan puasa dan batal pahala puasa. Jadi Ada beberapa sebab hal yang dapat membatalkan puasa dan batal pahala puasa. Secara umum sebab hal yang membatalkan puasa adalah perkara yang dapat membuat puasa tidak sah atau batal atau sama halnya dengan tidak berpuasa.

Adapun Hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan batal pahala puasa diantaranya

1. Memasukkan sesuatu kedalam lobang rongga badan dengan sengaja.
Seperti makan, minum, merokok, memasukkan benda ke dalam rongga-rongga tubuh yang terbuka.

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ ‏”

Dari Abi Huraira r.a., Nabi SAW bersabda, “Apabila sesorang makan atau minum karena lupa, ia wajib menyempurnakan puasanya, sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR al-Bukhari).

2. Muntah dengan sengaja. Apabila muntah tersebut tidak disengaja maka puasa orang tersebut tidak batal.

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ ‏”

Dari Abi Huraira r.a., Nabi SAW bersabda, “Siapa yang tidak sengaja muntah, maka tidak diwajibkan padanya qadha, dan barang siapa yang muntah dengan sengaja, maka gantilah puasanya. (HR at-Tirmidzi).

3. Haid dan Nifas. Meskipun darahnya keluar sesaat sebelum tenggelamnya matahari, maka hal tersebut sebagaimana kesepakatan ulama tetap saja membatalkan puasa. Menurut Ibnu Hajar, larangan sholat bagi wanita haid adalah perkara yang telah jelas karena suci dari hadas merupakan syarat sah sholat sedangkan wanita haid tidak dalam keadaan suci. Akan tetapi, suci bukan syarat sah puasa, maka larangan puasa bagi wanita haid itu sifatnya adalah hal yang bersifat ibadah sehingga butuh suatu nash pelarangan yang berbeda dengan sholat. Meskipun begitu, sebagian ulama mengatakan bahwa larangan ini merupakan bentuk rahmah Allah kepada para wanita, karena wanita yang haid itu merasa kesusahan, dan melaksanakan puasa saat haid akan membebaninya.

4. Mengeluarkan sperma secara sengaja atau dengan rangsang tertentu ( Maturbasi )
Keluarnya sperma secara paksa oleh pelaku atau oleh istrinya dan atau keluarnya sperma bukan karena bersetubuh tapi karena adanya rangsangan atau sentuhan kulit. Kedua hal tersebut membatalkan puasa, namun apabila sperma keluar karena mimpi maka puasanya tidak batal.

Dari Abi Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda “Puasa adalah perisai, maka apabila seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, janganlah dia berkata rafats (kotor) dan jangan pula bertingkah laku jahil (sepert mengejek, atau bertengkar sambil berteriak). Jika ada orang lain yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka hendaklah dia mengatakan “Aku orang yang sedang puasa, Aku orang yang sedang puasa”. Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum bagi Allah daripada harum minyak kesturi, Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya untuk-Ku, puasa untuk-Ku, dan Aku kan memberinya ganjaran (pahala) atas puasanya dan memberinya kebaikan sepuluh kali lipat.” (HR al-Bukhari)

5. Gila
Orang gila tidak wajib berpuasa, bahkan apabila ia berpuasa maka puasanya pun tidak sah. Ulama membagi perkara ini dalam dua bagian. Pertama, orang gila yang dengan sengaja jika berpuasa maka puasanya tidak sah dan tetap wajib mengganti di luar Ramadhan. Sebenarnya ia wajib berpuasa, lalu ia dengan sengaja membuat dirinya gila, maka kesengajaannya itulah yang membuat dirinya wajib mengganti puasa. Kedua, Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib berpuasa dan apabila ia berpuasa maka puasanya tidak sah lalu jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqodho karena gilanya bukan faktor kesengajaan.

Dari Aisyah r.a., Nabi SAW bersabda “Ketetapan hukum tidak diberlakukan atas tiga orang, yaitu; orang yang dalam keadaan tidur sampai terbangun; anak kecil sampai ia balig; orang gila sampai ia sadar kembali.” (HR an-Nasa’i).

6. Murtad
Salah satu syarat wajib puasa adalah beragama Islam oleh karena itu, orang non-muslim tidak diwajibkan untuk. Apabila orang tersebut masuk Islam, maka ia tidak perlu untuk mengganti puasa selama ia masa sebelum masuk Islam.

Tentu hal-hal yang membatalkan puasa tersebut berdasarkan beberapa sumber dalam kitab-kitab fikih dasar. Nah, di sini penulis berusaha menelusuri argumen yang mendasari sebuah hukum dihasilkan. Perlu disadari bahwa menyimpulkan dan melakukan interpretasi hukum langsung dari hadis perlu kearifan dan perangkat pemahaman yang tidak mudah. Karena itu, hadis-hadis yang kami cantumkan dan hal yang membatalkan puasa di atas adalah sebagian dari yang bisa kami telusuri

7. Melakukan Hubungan Seksual dengan Sengaja
Hubungan seksual baik dilakukan pasangan suami isteri atau bukan dapat menyebabkan batalnya puasa dengan ketentuan melakukannya dalam keadaan sadar dan sengaja. Suatu perbuatan dapat dikatakan hubungan seksual dengan batas minimal masuknya khasafah ke dalam farji (vagina), dan apabila kurang dari itu maka tidak dikatagorikan hubungan seksual dan tidak membatalkan puasa.

Barang siapa melakukan hubunngan seksual dengan sengaja pada saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, sedangkan malam harinya ia berniat menjalankan puasa, maka orang tersebut berdosa dengan alasan telah merusak ibadah puasa, oleh karena itu ia diwajibkan untuk mengqadla dan membayar kifarat (memerdekakan budak perempuan mu’min) sebagai hukumnya.

Jika tidak menemukan seorang budak untuk dimerdekakan atau tidak mampu untuk memerdekakannya dari segi pembiayaan, maka menggantinya dengan berpuasa dua bulan secara berurut-urut di bulan selain bulan Ramadhan, dan apabila ia tidak mampu juga maka diwajibkan membayar fidyah untuk 60 orang fakir atau miskin. Dan bagi tiap-tiap orang miskin mendapatkan satu mud dari makanan yang mencukupi untuk zakat fitrah. Apabila ia tidak mampu semuanya, maka kafarat tersebut tidak gugur dan tetap menjadi tanggungannya. Dan pada saat ia ada kemampuan untuk membayar dengan cara mencicil, maka lakukan saja dengan segera.

Dari Abu Hurairah r.a, menceritakan, seorang pria datang kepada Rasulullah s.a.w, ia berkata: “celaka aku wahai Rasulullah”, Nabi s.a.w, bertanya: “apa yang mencelakakanmu?”, pria itu menjawab: “aku telah bercampur dengan isteriku pada bulan Ramadhan”, Nabi s.a.w, menjawab: “mampukah kamu memerdekakan seorang budak?”, ia menjawab: “tidak”. Nabi s.a.w, betanya padanya: “mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”, pria itu menjawab: “tidak mampu”. Rasulullah s.a.w, bertanya lagi: apakah kamu memiliki makanan untuk member makan enam puluh orang miskin?”, ia menjawab; “tidak”, kemudian pria itu duduk. Lalu Nabi diberi satu keranjang besar berisi kurma, dan Rasulullah s.a.w, berkata kepadanya : “bersedekahlah dengan kurma ini”. Pria itu bertanya: “Apakah ada orang yang lebih membutuhkan dari kami?, tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan kurma ini selain dari keluarga kami”. Nabi s.a.w. tertawa, sehingga terliuat gigi taringnya, dan Beliau bersabda: “kembalilah ke rumahmu dan berikan kurma itu pada keluargamu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1800 dan Muslim: 1870).

8. Mengobati Kemaluan dan Dhubur
Pengobatan yang dilakukan pada salah satu dari dua jalan (kemaluan dan dhubur) atau kedua-duanya, bagi orang yang sakit, maka pengobatan yang seperti itu dapat membatalkan puasa