Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hikmah dan Sejarah Peringatan Malam Nuzulul Quran 17 Ramadhan

https://www.dzikirislam.com/2018/05/Hikmah-dan-Sejarah-Peringatan-Malam-Nuzulul-Quran-17-Ramadhan.html
Hikmah dan Sejarah Peringatan Malam Nuzulul Quran 17 Ramadhan - Nuzulul Qur'an yang secara harfiah berarti turunnya Al Qur'an Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia yang diturunkan berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW dalam jangka waktu sekitar 23 tahun.”  (HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro). Nuzulul Quran merupakan salah satu peristiwa yang luar biasa, sebab peristiwa ini menjelaskan bagaimana sebuah kitab suci yaitu Al-Qur’an Karim diturunkan oleh Allah SWT kepada Baginda Rasulullah SAW bertepatan dengan Malam Lailatul Qadar, Al-Qur’an sebagai salah satu mukjizat beliau yang berisi berbagai risalah dan pedoman bagi ummatnya

Sedangkan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al Alaq ayat 1-5.  Nuzulul Qur’an yang kemudian diperingati oleh sebagian kaum muslimin mengacu kepada tanggal pertama kali Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW di gua Hira. Jika sebagian besar umat Islam di Indonesia meyakini 17 Ramadhan sebagai tanggal Nuzulul Qur’an, Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury menyimpulkan Nuzulul Qur’an jatuh pada tanggal 21 Bulan Ramadhan.

Lepas dari berapa tanggal sebenarnya, Nuzulul Qur’an dalam arti turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW secara bertahap atau berangsur-angsur itu memiliki beberapa hikmah sebagai berikut:

1. Meneguhkan hati Rasulullah dan para sahabat

Dakwah Rasulullah pada era makkiyah penuh dengan tribulasi berupa celaan, cemoohan, siksaan, bahkan upaya pembunuhan. Wahyu yang turun secara bertahap dari waktu ke waktu menguatkan hati Rasulullah dalam menapaki jalan yang sulit dan terjal itu.

Ketika kekejaman Quraisy semakin menjadi, Al-Qur’an menyuruh mereka bersabar seraya menceritakan kisah para nabi sebelumnya yang pada akhirnya memperoleh kemenangan dakwah. Maka, seperti yang dijelaskan Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam Rakhiqul Makhtum, Al-Qur’an menjadi faktor peneguh mengapa kaum muslimin sangat kuat menghadapi cobaan dan tribulasi dakwah dalam periode Makkiyah.

Di era madaniyah, hikmah ini juga terus berlangsung. Ketika hendak menghadapi perang atau kesulitan, Al-Qur’an turun menguatkan Rasulullah dan kaum muslimin generasi pertama.

2. Tantangan dan Mukjizat

Orang-orang musyrik yang berada dalam kesesatan tidak henti-hentinya berupaya melemahkan kaum muslimin. Mereka sering mengajukan pertanyaan yang aneh-aneh dengan maksud melemahkan kaum muslimin.

Pada saat itulah, kaum muslimin ditolong Allah dengan jawaban langsung dari-Nya melalui wahyu yang turun. Selain itu, Al-Qur’an juga menantang langsung orang-orang kafir untuk membuat sesuatu yang semisal dengan Al-Qur’an.

Walaupun Al-Quran turun berangsur-angsur, tidak seluruhnya, toh mereka tidak mampu menjawab tantangan itu. Ini sekaligus menjadi bukti mukjizat Al-Qur’an yang tak tertandingi oleh siapapun.

3. Memudahkan Hafalan dan Pemahamannya

Dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, maka para kaum muslimin menjadi lebih mudah Membaca Menghafalkan Al-Quran dan memahaminya. Terlebih, ketika ayat itu turun dengan latar belakang peristiwa tertentu atau yang diistilahkan dengan asbabun nuzul, maka semakin kuatlah pemahaman para sahabat.

4. Relevan dengan Pentahapan Hukum dan Aplikasinya

Sayyid Quthb menyebut para sahabat dengan “Jailul Qur’anil farid” (generasi qur’ani yang unik). Diantara hal yang membedakan mereka dari generasi lainnya adalah sikap mereka terhadap Al-Qur’an. Begitu ayat turun dan memerintahkan sesuatu, mereka langsung mengerjakannya.

Interaksi mereka dengan Al-Qur’an bagaikan para prajurit yang mendengar intruksi komandannya, langsung dikerjakan segera. Diantara hal yang memudahkan bersegeranya para sahabat dalam menjalankan perintah Al-Qur’an adalah karena Al-Qur’an turun secara bertahap.

Perubahan terhadap kebiasaan atau budaya yang mengakar di masyarakat Arab pun dilakukan melalui pentahapan hukum yang memungkinkan dilakukan karena turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur ini.

Misalnya khamr, Ia tidak langsung diharamkan secara mutlak, tetapi melalui pentahapan. Pertama, Al-Qur’an menyebut mudharatnya lebih besar dari manfaatnya (QS. 2 : 219). Kedua, Al-Qur’an melarang orang yang mabuk karena khamr dari shalat (QS. 4 : 43). Dan yang ketiga baru diharamkan secara tegas (QS. 5 : 90-91).

5. Menguatkan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT

Ketika Al-Qur’an turun berangsur-angsur dalam kurun lebih dari 22 tahun, kemudian menjadi rangkaian yang sangat cermat dan penuh makna, indah dan fasih gaya bahasanya, terjalin antara satu ayat dengan ayat lainnya bagaikan untaian mutiara, serta ketiadaan pertentangan di dalamnya, semakin menguatkan bahwa Al-Qur’an benar-benar kalam ilahi, Dzat yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Kitab hidayah Al Qur’an diturunkan dari Lauh al Mahfudz pada suatu waktu ke seluruh semesta jagat raya ( Bait al-Izzah) di malam Lailatul Qadar, lalu diturunkan secara terus menerus selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. lamanya kepada Nabi Muhammad SAW ( riwayat HR Hakim dan Baihaqi). Akhirnya Nuzul Qur’an diperingati sebagian umat muslim berdasar tanggal pertama kali Al Quran diturunkan pada Nabi Muhammad SAW di gua Hira. Termasuk diantaranya umat Islam di Indonesia juga meyakini 17 Ramadhan sebagai Nuzulul Qur’an.

6. Satu-satunya Kitab Al Qur’an yang menjadi panutan terbaik

Diakui bahwa Al Qur’an benar-benar berasal dari Allah yang Maha Kuasa penuh lagi Maha Rahim, sehingga waktu Al Qur’an turun berangsur-angsur dalam kurun waktu lebih dari 22 tahun ( 22 tahun 2 bulan 22 hari )., kemudian menjadi kitab hidayah yang penuh untaian kata dan makna indah dalam masing-masing ayatnya kian menguatkan Al Qur’an sebagai Kalam Ilahi terbaik, Zat yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Mendasari hikmah Nuzul Quran diatas menjadi manusia berlomba-lomba dalam mencari kebaikan. Seperti halnya janji yang tertulis dalam QS Al – A’raaf (7 :96) “Jika penduduk negeri-negeri beriman dan selalu taat, pastilah Kami akan memberi limpahan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka akan Kami siksa mereka akan perbuatannya.

Moment luar biasa dengan adanya hikmah Nuzul dari Quran mendorong sikap umat lebih mengamalkan dengan baik.

Kewajiban dan sikap umat terhadap A Qur’an adalah sebagai berikut :

1.Dapat mempelajari cara membacanya dengan baik dan benar
2.Adanya pahala yang berlipat jikalau mau mendalami membaca Al Quran
3.Mendengarkan dan memahami setiap arti ataupun makna yang tersirat
4.Lebih menghayati tentang isi Al Qur’an dalam lebih mendekatkan diri kepada Allah sang Maha Pencipta

Demikianlah, sebagian hikmah Nuzulul Qur’an, diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin. Maraji: : مابحث في علوم القران karya Syaikh Manna Al-Qaththan, رحيق المختوم karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, dan معالم في الطريق karya Sayyid Quthb]

Proses turunnya Al-Quran turun pada bulan ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 185 :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ….. (١٨٥)

Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Para Mufassir berbeda pendapat mengenai kata ganti atau dlamir “hu” yang merujuk kepada Al-Qur’an dalam ayat pertama. Apakah Al-Qur’an yang dimaksud dalam ayat itu adalah keseluruhannya, artinya Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sekaligus dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) pada malam Lailatul Qadar, ataukah sebagiannya, yaitu bahwa Allah SWT menurunkan pertama kali Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu surat Al-‘Alaq Ayat 1-5 pada malam Lailatul Qadar

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١)

Artinya :  Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan seluruhnya, beliau mengatakan :

أنزلَ القرأنُ فى ليلةِ القدرِ فى شَهرى رمضان إلى السماء الدنيا جملةً واحدةً ثم أنزل نجوماً .

“Al-qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadar pada bulan Ramadhan ke langit dunia sekaligus, lalu ia menurunkan secara berangsur-angsur “. ( HR. At-Thabrani ).

Adapun penjelasan mengenai proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur, merujuk pada Al-Qur’an surah Al-Isra’ 106 :

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلا (١٠٦)

Artinya : dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

Pada Surah Al-Furqan 32 juga dijelaskan :

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا (٣٢)

Artinya : berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah[1066] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati Nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap.

Hikmah Nuzulul Quran Berangsur angsur

Beberapa hikmah yang terkandung dibalik turunnya / nuzulul quran secara berangsur antara lain :

Memberi kekuatan dan meneguhkan hati Rasulullah SAW dalam berdakwah ditengah cercaan kaum quraisy ketika itu.

Memberi kemudahan dalam memahami dan menghafal ayat demi ayat Al-Qur’an, mengingat kondisi masyarakat pada saat itu adalah masyarakat yang ummi (buta aksara).

Sebagai ta’lim bahwa mempelajari agama dengan cara bertahap dan sabar serta siap menghadapi segala cobaan.

Nuzulul quran secara berangsur juga memiliki relevansi dengan peristiwa yang terjadi, sehingga semakin cepat menancap dan membenam di hati

Cara Memperingati Nuzulul Quran

Memperingati nuzulul quran adalah aktifitas yang baik, agar menjadi  alarm bagi kita terhadap suatu peristiwa besar ini, namun cara memperingatinya tidak hanya dengan proses seremoni saja, Imam Syafi’i dalam memperingati nuzulul quran dengan cara mentadabbur serta mengkhatamkan Al-Quran.