Kumpulan Hadits - Hadits Shahih Seputar tentang Bulan Ramadhan dan Keutamaan Shaum Puasa Ramadhan
Hadits tentang Bulan Ramadhan - Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan umat islam untuk berpuasa dan pada bulan ramadhan pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Berikut hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan bulan suci ramadhan dan Manfaat Shaum Ramadhan :
1) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyuub, Qutaibah dan Ibnu Hujr, mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil -dia adalah Ibnu Ja’far-, dari Abu Suhail, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika telah datang bulan Ramadhan maka pintu-pintu surga akan dibuka, pintu-pintu neraka akan ditutup dan setan-setan akan dibelenggu dengan rantai.”
[Shahiih Muslim no. 1080; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1898]
2) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al-‘Alaa’ bin Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika telah datang malam pertama di bulan Ramadhan maka setan-setan dan jin yang jahat akan dirantai, pintu-pintu neraka akan ditutup dan tidak akan terbuka darinya satu pintupun, pintu-pintu surga akan dibuka dan tidak akan tertutup darinya satu pintupun, dan seorang penyeru akan menyerukan, “Wahai para pencari kebaikan, bersegeralah (menuju kebaikan), wahai para pencari keburukan, berhentilah (dari keburukan), Allah membebaskan (seorang hamba) dari api neraka pada setiap malam (di bulan Ramadhan).”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 682; Sunan Ibnu Maajah no. 1339] –
3) أَخْبَرَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Bisyr bin Hilaal, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh keberkahan. Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada kalian berpuasa didalamnya, di bulan itu pintu-pintu langit akan dibuka dan pintu-pintu neraka akan ditutup, di bulan itu setan-setan jahat akan diikat. Demi Allah, di bulan itu ada malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa terhalang mendapatkan kebaikannya maka sungguh ia telah terhalang.”
[Sunan An-Nasaa’iy no. 2106]
4) حَدَّثَنَا أَبُو بَدْرٍ عَبَّادُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ الْقَطَّانُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
دَخَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلَّا مَحْرُومٌ
Telah menceritakan kepada kami Abu Badr ‘Abbaad bin Al-Waliid, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bilaal, telah menceritakan kepada kami ‘Imraan Al-Qaththaan, dari Qataadah, dari Anas bin Maalik, ia berkata, ketika memasuki bulan Ramadhan maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya bulan ini sungguh telah hadir pada kalian, dan didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang terhalang (mendapat kebaikannya) maka sungguh ia telah terhalang dari kebaikan, dan tidaklah dihalangi kebaikannya kecuali bagi yang terhalang (dari kebaikan).”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1644]
5) حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا نُوحُ بْنُ قَيْسٍ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيِّ عَنِ النَّضْرِ بْنِ شَيْبَانَ الْحُدَّانِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ
قُلْتُ لَهُ أَلَا تُحَدِّثُنِي حَدِيثًا عَنْ أَبِيكَ سَمِعَهُ أَبُوكَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ أَقْبَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَمَضَانَ شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Telah menceritakan kepada kami Suraij bin An-Nu’maan, telah menceritakan kepada kami Nuuh bin Qais, dari Nashr bin ‘Aliy Al-Jahdhamiy, dari An-Nadhr bin Syaibaan Al-Huddaaniy, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, aku (An-Nadhr) berkata kepada Abu Salamah, ceritakanlah kepadaku hadits dari Ayahmu yang ia dengar dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Salamah menjawab, (jika) bulan Ramadhan datang maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang Allah wajibkan kalian untuk berpuasa, dan aku telah mensunnahkan kaum muslimin untuk shalat malam didalamnya, maka barangsiapa berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya akan keluar (darinya) bagaikan hari ketika ia baru dilahirkan ibunya.”
[Musnad Ahmad no. 1691]
6) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَفِظْنَاهُ وَإِنَّمَا حَفِظَ مِنَ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillaah, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata, kami telah menghafalnya dan sungguh ia berasal dari Az-Zuhriy, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan (kepada Allah) dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu, dan barangsiapa yang menegakkan Lailatul Qadr dengan keimanan (kepada Allah) dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.”
[Shahiih Al-Bukhariy no. 2014; Shahiih Muslim no. 761]
7) حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Muusaa, telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Yuusuf, dari Ibnu Juraij, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Athaa’, dari Abu Shaalih Az-Zayyaat, bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa karena sesungguhnya puasa adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya, puasa adalah taman-taman surga, jika suatu hari salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berbuat buruk dan mengumpat, jika ada seseorang yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi, maka katakanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, bau mulut orang yang sedang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dengan keduanya ia akan bergembira, yaitu jika ia berbuka puasa maka ia akan gembira dan jika ia bertemu Rabbnya, ia akan gembira dengan sebab puasanya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1904; Shahiih Muslim no. 1152]
8) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyah dan Wakii’, dari Al-A’masy, -dalam jalur periwayatan yang lain- telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Al-A’masy, -dalam jalur periwayatan yang lain- telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Al-Asyaj -dan lafazh miliknya-, telah menceritakan kepada kami Wakii’, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (pahalanya), sebuah kebaikan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali semisalnya hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa karena sesungguhnya puasa adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya, karena ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika ia berbuka puasa dan kegembiraan ketika ia berjumpa dengan Rabbnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik.”
[Shahiih Muslim no. 1153; Sunan Ibnu Maajah no. 1638]
9) حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ حُيَيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Daawud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah, dari Huyay bin ‘Abdillaah, dari Abu ‘Abdurrahman Al-Hubuliy, dari ‘Abdullaah bin ‘Amr, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an keduanya akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba di hari kiamat, puasa berkata, “Wahai Rabb, aku telah mencegahnya dari makanan dan nafsu syahwat di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at padanya,” dan Al-Qur’an berkata, “Aku telah mencegahnya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at padanya.” Rasulullah melanjutkan, “Maka keduanya diizinkan memberi syafa’at.”
[Musnad Ahmad no. 6589] – Syaikh Al-Albaaniy menghasankannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 984, namun ada pembicaraan dalam sanadnya[4].
10) حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أَبِي صَخْرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ إِسْحَقَ مَوْلَى زَائِدَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Telah menceritakan kepadaku Abu Ath-Thaahir dan Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy, keduanya berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari Abu Shakhr, bahwasanya ‘Umar bin Ishaq maulaa Zaa’idah telah menceritakan kepadanya, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Shalat lima waktu, shalat Jum’at hingga ke Jum’at berikutnya, dan puasa Ramadhan hingga ke Ramadhan berikutnya, adalah kaffarat (penebus dosa) apa yang ada diantara keduanya selama ia menghindari dosa-dosa besar.”
[Shahiih Muslim no. 236]
11) حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abu Iyaas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Maqburiy, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan perkataan keji dan perbuatan buruk didalamnya, maka Allah tidak butuh (orang itu) menahan makan dan minumnya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1903; Sunan Abu Daawud no. 2362]
12) حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ، أنا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي سُلَيْمَانُ وَهُوَ ابْنُ بِلالٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَقِيَ الْمِنْبَرَ، فَقَالَ: ” آمِينَ، آمِينَ، آمِينَ “، فَقِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا؟ ! فَقَالَ: ” قَالَ لِي جِبْرِيلُ: أَرْغَمَ اللَّهُ أَنْفَ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ دَخَلَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: آمِينَ.
ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا لَمْ يُدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، فَقُلْتُ: آمِينَ.
ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ، ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فَقُلْتُ: آمِينَ “
Telah menceritakan kepada kami Ar-Rabii’ bin Sulaimaan, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengkhabarkan kepada kami Sulaimaan -dia adalah Ibnu Bilaal-, dari Katsiir bin Zaid, dari Al-Waliid bin Rabaah, dari Abu Hurairah bahwa suatu hari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam naik mimbar dan beliau bersabda, “Aamiin, aamiin, aamiin.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu mengatakan seperti itu?” Beliau bersabda, “Jibriil berkata kepadaku, “Semoga Allah menghinakan seorang hamba yang setelah memasuki Ramadhan, Allah belum mengampuni dirinya.” Maka aku katakan, “Aamiin.” Kemudian Jibriil berkata, “Terhinalah seorang hamba yang mendapati kedua orangtuanya masih hidup atau salah satu dari keduanya akan tetapi tidak dapat membuatnya masuk surga.” Maka aku katakan, “Aamiin.” Kemudian Jibriil berkata, “Terhinalah seorang hamba ketika namamu disebut di sisinya, ia tidak bershalawat kepadamu.” Maka aku katakan, “Aamiin.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah 3/192; Al-Aadabul Mufrad no. 646] – Sanadnya shahih lighairihi. Telah lewat pembahasannya di Hadits Berma’af-ma’afan di Bulan Ramadhan.
13) أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، أَنَّ ابْنَ وَهْبٍ أَخْبَرَهُمْ، وَأَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَمِّهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ، فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ “
Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin ‘Abdillaah bin ‘Abdil Hakam, bahwasanya Ibnu Wahb mengkhabarkan kepada mereka, dan telah mengkhabarkan kepadaku Anas bin ‘Iyaadh, dari Al-Haarits bin ‘Abdurrahman, dari Pamannya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum, sesungguhnya puasa adalah menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor, maka jika ada seseorang yang menghina atau berbuat bodoh kepadamu, katakanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1872; Al-Mustadrak 1/430] – Didalam sanadnya ada paman Al-Haarits[5], dan hadits ini shahih lighairihi dengan syawahidnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Mawaarid no. 741.
14) حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Raafi’, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Al-Mubaarak, dari Usaamah bin Zaid, dari Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam namun tidak mendapatkan apa-apa dari shalat malamnya selain menahan kantuk.”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1690] – Sanadnya hasan. Syaikh Al-Albaaniy berkata “hasan shahih” dalam Shahiih Ibnu Maajah no. 1380.
15) حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Telah menceritakan kepada kami Hannaad, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim, dari ‘Abdul Malik bin Abu Sulaimaan, dari ‘Athaa’, dari Zaid bin Khaalid Al-Juhaniy, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal (orang yang berpuasa) dengan tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 807] – Sanadnya hasan. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1078.
dan dalam lafazh Ibnu Khuzaimah :
” مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا، أَوْ جَهَّزَ حَاجًّا، أَوْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ، أَوْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ “
“Barangsiapa mempersiapkan orang yang berperang, atau mempersiapkan orang yang berhaji, atau menggantikannya mengurus keluarganya, atau memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal dengan mereka dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1930]
16) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaimaan, telah menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaaniy bahwa ia mendengar Anas bin Maalik mengatakan, “Dahulu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berbuka puasa dengan beberapa butir kurma muda (ruthb atau kurma basah) sebelum melakukan shalat (Maghrib). Jika beliau tidak menemukan beberapa kurma muda maka beliau berbuka dengan beberapa butir kurma matang (tamr atau kurma kering). Jika beliau tidak menemukannya, maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air.”
[Sunan Abu Daawud no. 2356] – Sanadnya hasan. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilatu Ash-Shahiihah no. 2840.
17) حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو حَازِمٍ عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Bilaal, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Haazim, dari Sahl radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya didalam surga ada sebuah pintu yang dinamakan Ar-Rayyaan yang pada hari kiamat akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa dan tidak akan dimasuki oleh satu orang pun selain mereka. Dikatakan, mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri dan tidaklah ada seorang pun yang memasuki pintu tersebut selain mereka. Jika mereka telah masuk maka pintu akan ditutup sehingga tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1896; Shahiih Muslim no. 1154]
18) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ الْمِصْرِيُّ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ أَنَّ مُطَرِّفًا مِنْ بَنِي عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ حَدَّثَهُ
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ الثَّقَفِيَّ دَعَا لَهُ بِلَبَنٍ يَسْقِيهِ قَالَ مُطَرِّفٌ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عُثْمَانُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْقِتَالِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh Al-Mishriy, telah memberitakan kepada kami Al-Laits bin Sa’d, dari Yaziid bin Abu Habiib, dari Sa’iid bin Abu Hind bahwasanya Mutharrif -dari bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah- menceritakan kepadanya bahwa ‘Utsmaan bin Abu Al-‘Aash Ats-Tsaqafiy memanggilnya untuk meminum susu yang ia tuang. Mutharrif berkata, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” ‘Utsmaan berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa adalah perisai dari api neraka bagaikan perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1639; Musnad Ahmad no. 15844] – Sanadnya shahih. Dishahihkan Syaikh Muqbil Al-Waadi’iy dalam Shahiihul Musnad no. 929, Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 982.
19) أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا يَحِيَى بْنُ مَعِينٍ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنْ شُعَيْبِ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ مُرَّةَ الْجُهَنِيَّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَقُمْتُهُ، فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: ” مِنَ الصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdul Jabbaar Ash-Shuufiy, telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ma’iin, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam bin Naafi’, dari Syu’aib bin Abu Hamzah, dari ‘Abdullaah bin ‘Abdurrahman bin Abu Husain, dari ‘Iisaa bin Thalhah, ia berkata, aku mendengar ‘Amr bin Murrah Al-Juhaniy berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu (dalam sehari), aku membayar zakat, aku puasa Ramadhan dan aku berdiri untuk shalat malam didalamnya, termasuk golongan apakah aku?” Rasulullah bersabda, “Termasuk golongan Ash-Shiddiqiin dan Asy-Syuhadaa’.”
[Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3438; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 2064] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy menshahihkannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 1003.
20) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ayyuub, Qutaibah bin Sa’iid dan ‘Aliy bin Hujr, semuanya dari Ismaa’iil, Ibnu Ayyuub berkata, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, telah mengkhabarkan kepadaku Sa’d bin Sa’iid bin Qais, dari ‘Umar bin Tsaabit bin Al-Haarits Al-Khazrajiy, dari Abu Ayyuub Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan haditsnya, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwaal, maka ia bagaikan berpuasa sepanjang masa.”
[Shahiih Muslim no. 1165]
21) حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abu Iyaas, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziiz bin Shuhaib, ia berkata, aku mendengar Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya didalam sahur terdapat keberkahan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1923; Shahiih Muslim no. 1098]
22) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ هِشَامٍ الدَّسْتُوَائِيِّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي رِفَاعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, dari Hisyaam Ad-Dastuwaa’iy, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abu Katsiir, dari Abu Rifaa’ah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makan sahur semua adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya walaupun salah seorang dari kalian hanya sahur dengan seteguk air, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.”
[Musnad Ahmad no. 10702] – Sanadnya dha’if[6], namun menjadi hasan lighairihi dengan mutaba’atnya. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1070.
23) أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ فَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ قَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا وَلَمْ يَقُمْ حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَجَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ حَتَّى تَخَوَّفْنَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ
قُلْتُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullaah bin Sa’iid, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Fudhail, dari Daawud bin Abi Hind, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahman, dari Jubair bin Nufair, dari Abu Dzar, ia berkata, kami berpuasa bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan dan beliau tidak bangun (shalat malam) bersama kami hingga tersisa tujuh hari dari bulan tersebut, kemudian beliau shalat bersama kami hingga berlalulah sepertiga malam, lalu beliau kembali tidak shalat bersama kami pada (sisa) hari keenam. Beliau shalat bersama kami pada hari kelima hingga berlalu setengah malam, aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kau jadikan nafilah pada sisa malam ini bersama kami?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa yang shalat bersama imam hingga selesai maka akan dicatat oleh Allah pahala shalat semalam penuh.” Kemudian beliau tidak shalat bersama kami hingga tersisa tiga hari dari bulan tersebut, dan beliau shalat bersama kami pada malam ketiga, beliau mengumpulkan keluarganya dan istri-istrinya hingga kami takut kehilangan al-falaah. Perawi bertanya, “Apakah al-falaah?” Abu Dzar menjawab, “Yaitu waktu sahur.”
[Sunan An-Nasaa’iy no. 1605; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 2060] – Sanadnya shahih. Syaikh Muqbil Al-Waadi’iy dalam Shahiihul Musnad no. 280 berkata, “Shahih sesuai syarat Muslim.”
24) حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح و حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ وَمَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ نَحْوَهُ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus, dari Az-Zuhriy, -dalam jalur riwayat yang lain- telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Muhammad, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus dan Ma’mar, dari Az-Zuhriy yang semakna dengannya, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Ubaidullaah bin ‘Abdullaah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut dan beliau lebih lembut lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibriil menemuinya pada setiap malam bulan Ramadhan untuk mengajarkan beliau Al-Qur’an, dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sungguh lebih lembut daripada angin yang berhembus.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 6; Shahiih Muslim no. 2309]
25) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Abu Suhail, dari Ayahnya, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2017; Shahiih Muslim no. 1170]
26) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ ابْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَبْدَةَ وَعَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ سَمِعَا زِرَّ بْنَ حُبَيْشٍ يَقُولُا
سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقُلْتُ إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ مَنْ يَقُمْ الْحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَقَالَ رَحِمَهُ اللَّهُ أَرَادَ أَنْ لَا يَتَّكِلَ النَّاسُ أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّهَا فِي رَمَضَانَ وَأَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَأَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ ثُمَّ حَلَفَ لَا يَسْتَثْنِي أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقُلْتُ بِأَيِّ شَيْءٍ تَقُولُ ذَلِكَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ قَالَ بِالْعَلَامَةِ أَوْ بِالْآيَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُعَاعَ لَهَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Haatim dan Ibnu Abu ‘Umar, keduanya dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Haatim berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari ‘Abdah dan ‘Aashim bin Abu An-Nujuud, keduanya mendengar Zirr bin Hubaisy berkata, aku bertanya kepada Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya saudaramu, Ibnu Mas’uud mengatakan bahwa barangsiapa yang shalat malam selama setahun penuh maka ia akan memperoleh Lailatul Qadr.” ‘Ubay berkata, “Semoga Allah merahmatinya! Ia menginginkan agar manusia bertawakkal sedangkan ia benar-benar telah mengetahui bahwasanya Lailatul Qadr ada pada bulan Ramadhan, pada sepuluh hari terakhirnya di malam kedua puluh tujuh.” Kemudian ‘Ubay bersumpah bahwasanya ia (Lailatul Qadr) ada pada malam kedua puluh tujuh. Aku (Zirr) bertanya, “Dengan apakah kau mengatakan itu wahai Abul Mundzir?” ‘Ubay menjawab, “Dengan tanda-tanda yang telah dikhabarkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada kami bahwa pada hari itu matahari terbit dengan sinarnya yang tidak menyengat.”
[Shahiih Muslim no. 1171]
27) حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ قَالَ أَنَسٌ حَدَّثَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ قَالَ
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُخْبِرَ النَّاسَ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ فَتَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَإِنَّهَا رُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Mufadhdhal, dari Humaid, ia berkata, Anas berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar untuk mengkhabarkan kepada manusia mengenai Lailatul Qadr, akan tetapi ada dua orang laki-laki dari kaum muslimin sedang berselisih. Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian akan tetapi fulaan dan fulaan saling berselisih sehingga diangkatlah kembali (Lailatul Qadr tersebut) dan aku berharap hal itu lebih baik bagi kalian, maka carilah ia pada malam kedua puluh sembilan, dua puluh tujuh atau dua puluh lima.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 6049; Musnad Ahmad no. 22256]
28) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillaah, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Ya’fuur, dari Abu Adh-Dhuhaa, dari Masruuq, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Dahulu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam jika telah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) maka beliau mengencangkan sarungnya, beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan ibadah) dan beliau membangunkan keluarganya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2024]
29) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوْسَطِ مِنْ رَمَضَانَ فَاعْتَكَفَ عَامًا حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي يَخْرُجُ مِنْ صَبِيحَتِهَا مِنْ اعْتِكَافِهِ قَالَ مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفْ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ مِنْ صَبِيحَتِهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَكَانَ الْمَسْجِدُ عَلَى عَرِيشٍ فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ فَبَصُرَتْ عَيْنَايَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ الْمَاءِ وَالطِّينِ مِنْ صُبْحِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Yaziid bin ‘Abdillaah bin Al-Haad, dari Muhammad bin Ibraahiim bin Al-Haarits At-Taimiy, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dahulu beri’tikaf pada sepuluh malam pertengahan Ramadhan dan orang-orang mengikutinya, hingga apabila sampai pada malam kedua puluh satu yaitu malam beliau kembali ke tempat i’tikafnya, beliau bersabda, “Barangsiapa yang telah beri’tikaf bersamaku maka hendaklah ia melanjutkan i’tikafnya hingga sepuluh hari terakhir, dan sungguh aku telah melihat malam (Lailatul Qadr) ini namun kemudian aku melihat diriku terlupa mengenainya, maka carilah ia pada sepuluh malam terakhir dan carilah pada malam-malam yang ganjil.” Pada malam itu langit menurunkan hujan, pada waktu itu bagian atap masjid masih terbuat dari dedaunan hingga airnya menetes. Kemudian mataku melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada dahinya ada bekas air dan lumpur di waktu subuh pada malam kedua puluh satu.
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2027; Shahiih Muslim no. 1167]
30) حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahyaa, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah bin Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus bin Yaziid, dari Ibnu Syihaab, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az-Zubair bahwa ‘Aaisyah mengkhabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah keluar di tengah malam (bulan Ramadhan) kemudian beliau shalat malam di masjid, lalu shalatlah beberapa orang laki-laki mengikuti beliau. Maka orang-orang saling menceritakan kepada yang lainnya mengenai hal tersebut sehingga banyak dari mereka yang berkumpul. Pada malam yang kedua, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kembali keluar dan shalat bersama mereka dan orang-orang pun menyebutkan mengenai hal tersebut hingga pada malam yang ketiga jama’ah masjid semakin bertambah banyak dan Rasulullah keluar dan kembali shalat bersama mereka. Hingga pada malam keempat, masjid menjadi penuh oleh jama’ah namun Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak keluar kepada mereka, seorang lelaki dari jama’ah tersebut berseru, “Shalat!” Akan tetapi beliau tidak juga keluar hingga beliau keluar untuk shalat Fajr. Ketika beliau usai shalat Fajr, beliau menemui mereka, kemudian mengucapkan syahadat, beliau bersabda, “Amma ba’d, sesungguhnya tidak ada kekhawatiran dalam diriku mengenai kalian semalam, akan tetapi aku mengkhawatirkan hal itu (shalat malam) akan diwajibkan atas kalian, maka kalian tidak mampu melaksanakannya.”
[Shahiih Muslim no. 763; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2012][7]
31) حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ عَنِ امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي أَسَدِ بْنِ خُزَيْمَةَ يُقَالُ لَهَا أُمُّ مَعْقِلٍ قَالَتْ
أَرَدْتُ الْحَجَّ فَضَلَّ بَعِيرِي فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اعْتَمِرِي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي شَهْرِ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari Abu Bakr bin ‘Abdurrahman bin Al-Haarits bin Hisyaam, dari seorang wanita yang berasal dari bani Asad bin Khuzaimah yang dipanggil Ummu Ma’qil, ia berkata, aku ingin pergi haji akan tetapi aku menginginkan menaiki onta maka aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Pergilah umrah pada bulan Ramadhan karena sesungguhnya umrah pada bulan Ramadhan pahalanya bagaikan pergi haji.”
[Musnad Ahmad no. 26742; Sunan An-Nasaa’iy Al-Kubraa no. 4213] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy berkata dalam Al-Irwaa’ 3/374, “Sanadnya shahih sesuai syarat Asy-Syaikhain.”
32) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Yuusuf, telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Abu Haazim, dari Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1957; Shahiih Muslim no. 1100]
33) أَخْبَرَنَا ابْنُ خُزَيْمَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي صَفُوَانَ الثَّقَفِيُّ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا سُفِيَانُ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ “، قَالَ: وَكَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ صَائِمًا أَمَرَ رَجُلا فَأَوْفِي عَلَى شَيْءٍ، فَإِذَا قَالَ: ” غَابَتِ الشَّمْسُ “، أَفْطَرَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Khuzaimah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Shafwaan Ats-Tsaqafiy, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Haazim, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Umatku senantiasa berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” Sahl melanjutkan, “Dahulu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam jika berpuasa maka beliau memerintahkan seorang laki-laki menyediakan sesuatu (sebagai hidangan untuk berbuka), dan jika diserukan, “Matahari telah tenggelam,” maka beliau berbuka.”
[Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3510] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy menshahihkan dalam Shahiih At-Targhiib no. 1074.
34) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ سَعْدَانَ الْقُمِّيِّ عَنْ أَبِي مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مُدِلَّةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Numair, dari Sa’daan Al-Qummiy, dari Abu Mujaahid, dari Abu Mudillah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga orang yang do’a mereka tidak akan ditolak yaitu do’a orang yang berpuasa hingga ia berbuka, do’a imam (pemimpin) yang ‘adil dan do’a orang yang dizhalimi. Do’a mereka akan dinaikkan Allah ke atas awan dan pintu-pintu langit akan dibukakan atasnya, Rabb berfirman, “Demi kemuliaanKu, Aku akan menolongmu walaupun beberapa saat kemudian.”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 3598; Sunan Ibnu Maajah no. 1752; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1793; Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3428] – Sanadnya hasan[8]. Dishahihkan Al-Haafizh Siraajuddiin Ibnul Mulqin dalam Al-Badrul Muniir 5/152.Dari Jabir RA bahwa Nabi SAW bersabda: ‘Puasa itu perisai yang dipergunakan seorang hamba untuk membentengi dirinya dari siksaan neraka.’ (HR Ahmad)
35. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika tertutup awan maka genapkan hingga tiga puluh hari
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, jika hilal hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR. Bukhari No. 1909)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh hari. (HR. Muslim No. 1080, 4)
إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080, 3)
36. Berpuasa Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)
Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-dosa besar –seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya- hanya bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut ini.
37. Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan, merupakan penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)
38. Shalat pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan ihtisab (mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 35, 38, 1802)
39. Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)
40. Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَان فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِين
“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)
Dalam hadits lain:
إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة، وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين
“Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)
41. Allah Ta’ala Langsung Membalas Pahala Puasa
Firman Allah Ta’ala dalam hadist Qudsi :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَهُوَ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151, Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No. 3416)
42 Disediakan Pintu Ar Rayyan bagi orang yang puasa
Haditsnya:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki melaluinya kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri, dan tidak ada yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melaluinya.” (HR. Bukhari No. 1797, 3084, Muslim No. 1152, At Tirmidzi No. 762, Ibnu Majah No. 1640)
43. Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
… Demi Yang Jiwa Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang berpuasa lebih Allah cintai u dibanding bau misk (kesturi) …” (HR. Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151)
44. Dua kebahagiaan bagi orang berpuasa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
للصائم فرحتان يفرحهما: إذا أفطر فرح، وإذا لقي ربه فرح بصومه
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka, dan ketika berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805, 7054. Muslim no. 1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213, 2215, 2216. Ibnu Majah No. 1638. Ad Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al Baihaqi dalam As Sunan No. 7898. Ibnu Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005. Ahmad No. 4256, dari Ibnu Mas’ud. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10077. Abdurrazzaq No. 7898)
45. Anjuran bersahur
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923, Muslim No. 1095)
46. Keutamaan bersahur
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan orang yang makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)
47. Disunnahkan menta’khirkan sahur:
Dari ‘Amru bin Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7916. Al Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 9025)
Imam An Nawawi mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/362), begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar, bahkan menurutnya keshahihan hadits tentang bersegera buka puasa dan mengakhirkan sahur adalah mutawatir. (Lihat Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)
48. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran bersama Malaikat Jibril
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:
وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Jibril menemuinya (nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril) bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)
15. Kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama bulan Ramadhan melebihi hembusan angin
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus Al Quran bersamanya. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar sangat dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)
49 Memberikan makanan buat orang yang berbuka puasa
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih. Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
50. Memperbanyak doa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang berpuasa sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.” Lihat Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2526)
18. Doa ketika berbuka puasa
Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berikut ini adalah doanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca: “Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No. 2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185, katanya: “isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No. 3329, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395. Dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
51. I’tikaf di-‘asyrul awakhir (10 hari tertakhir) Ramadhan
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694, Ahmad No. 8662, Ibnu Hibban No. 2228, Al Baghawi No. 839, Abu Ya’la No. 5843, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan, 2/53)
52. Shalat Tarawih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)
53. Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3 rakaat
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738)
Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
جاء أبي بن كعب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ، إن كان مني الليلة شيء يعني في رمضان ، قال : « وما ذاك يا أبي ؟ » ، قال : نسوة في داري ، قلن : إنا لا نقرأ القرآن فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثمان ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ولم يقل شيئا
Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada bulan Ramadhan).” Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay menjawab: “Ada beberapa wanita di rumahku, mereka berkata: “Kami tidak membaca Al Quran, maka kami akan shalat bersamamu.” Lalu Ubay berkata: “Lalu aku shalat bersama mereka sebanyak delapan rakaat, lalu aku witir,” lalu Ubay berkata: “Nampaknya nabi ridha dan dia tidak mengatakan apa-apa.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami mengatakan: sanadnya hasan. Lihat Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
54. Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat
Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab Radhilallahu ‘Anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat.
وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة، وهو رأي جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة وداود، قال الترمذي: وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم عشرين ركعة، وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي، وقال: هكذا أدركت الناس بمكة يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari kalangan Hanafi, Hambali, dan Daud. Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama berpendapat seperti yang diriwayatkan dari Umar dan Ali, dan selain keduanya dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20 rakaat. Itulah pendapat Ats Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat manusia di Mekkah mereka shalat 20 rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan:
وَعَنْ يَزِيد بْن رُومَانَ قَالَ ” كَانَ النَّاس يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَر بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ” وَرَوَى مُحَمَّد بْن نَصْر مِنْ طَرِيق عَطَاء قَالَ ” أَدْرَكْتهمْ فِي رَمَضَان يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَة وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْر ”
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20 rakaat dan tiga rakaat witir.” (Fathul Bari, 4/253)
Beliau melanjutkan:
وَرَوَى مُحَمَّد اِبْن نَصْر مِنْ طَرِيق دَاوُدَ بْن قَيْس قَالَ ” أَدْرَكْت النَّاس فِي إِمَارَة أَبَانَ بْن عُثْمَان وَعُمْر بْن عَبْد الْعَزِيز – يَعْنِي بِالْمَدِينَةِ – يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ ” وَقَالَ مَالِك هُوَ الْأَمْرُ الْقَدِيمُ عِنْدَنَا . وَعَنْ الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ” رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ ضِيقٌ ”
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” (Ibid)
55. Orang yang sia-sia puasanya
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
56. Boleh mencium isteri jika mampu menahan diri
Diriwayatkan dari Umar Radhilallahu ‘Anhu:
عنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَشَشْتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ قُلْتُ لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفِيمَ
Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya sedang puasa. Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya berkata: “Hari ini, Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri padahal sedang puasa.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa pendapatmu jika kamu bekumur-kumur dengan air dan kamu sedang berpuasa?”, Saya (Umar) menjawab: “Tidak mengapa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lalu, kenapa masih ditanya?” (HR. Ahmad, No. 138, 372. Al Hakim, Al Mustadrak No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 7808, 8044. Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits di atas menerangkan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur hukumnya sama yakni boleh, kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi mengeluarkan air mani.
Dari Abu Salamah, bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل بعض نسائه وهو صائم. قلت لعائشة: في الفريضة والتطوع؟ قالت عائشة: في كل ذلك، في الفريضة والتطوع
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya dan dia sedang puasa.” dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata kepada ‘Aisyah: “Apakah pada puasa wajib atau sunah?” Beliau menjawab: “Pada semuanya, baik puasa wajib dan sunah.” (HR. Ibnu Hibban No. 3545)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib Ibni Balban, No. 3545)
57. Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka, tergantung kekuatan orangnya
Dari Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
يا رسول الله: أجد بي قوة على الصيام في السفر. فهل علي جناح ؟، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “هي رخصة من الله فمن أخذ بها فحسن. ومن أحب أن يصوم فلا جناح عليه”.
“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah salah saya melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau mengambilnya (yakni tidak puasa) maka itu baik, dan barang siapa yang mau berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim No. 1121. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام حتى بلغ كراع الغميم فصام الناس معه فقيل له يا رسول الله إن الناس قد شق عليهم الصيام فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر بعض الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا صاموا فقال أولئك العصاة
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun Fath (penaklukan) menuju Mekkah pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga sampai pinggiran daerah Ghanim. Manusia juga berpuasa bersamanya. Dikatakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, nampaknya manusia kepayahan berpuasa.” Kemudian Beliau meminta segelas air setelah asar, lalu beliau minum, dan manusia melihatnya. Maka sebagian manusia berbuka, dan sebagian lain tetap berpuasa. Lalu, disampaikan kepadanya bahwa ada orang yang masih puasa.” Maka Beliau bersabda: “Mereka durhaka.” (HR. Muslim No. 1114. Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No. 2263. At Tirmidzi No. 710. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No.7935)
Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفره. فرأى رجلا قد اجتمع الناس عليه. وقد ضلل عليه. فقال: “ماله ؟” قالوا: رجل صائم. فقال رسول الله عليه وسلم: “ليس من البر أن تصوموا في السفر”.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia melihat seseorang yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan kepanasan. Rasulullah bertanya: “Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang puasa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan kalian berpuasa dalam keadaan safar.” (HR. Muslim No. 1115)
Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam safar, apalagi perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam hadits mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika safar atau dimakruhkannya puasa ketika safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab Maa Ja’a fi Karahiyati Ash Shaum fi As Safar (Hadits Tentang makruhnya puasa dalam perjalanan), bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan dalam Shahihnya:
باب ذكر خبر روي عن النبي صلى الله عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر عصاة من غير ذكر العلة التي أسماهم بهذا الاسم توهم بعض العلماء أن الصوم في السفر غير جائز لهذا الخبر
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan berpuasa saat safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka dengan nama ini. Sebagian ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah TIDAK BOLEH karena hadits ini.”
Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia berpuasa sebab berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
لا تعب على من صام ولا من أفطر. قد صام رسول الله صلى الله عليه وسلم، في السفر، وأفطر.
“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi yang berbuka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam safar dan juga berbuka.” (HR. Muslim No. 1113)
Dari Ibnu Abbas juga:
سافر رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان. فصام حتى بلغ عسفان. ثم دعا بإنء فيه شراب. فشربه نهارا. ليراه الناس. ثم أفطر. حتى دخل مكة .قال ابن عباس رضي الله عنهما: فصام رسول الله صلى الله عليه وسلم وأفطر. فمن شاء صام، ومن شاء أفطر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada Ramadhan, dia berpuasa singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air dan meminumnya siang-siang. Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk Mekkah.” Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan berbuka. Barang siapa yang mau maka dia puasa, dan bagi yang mau buka maka dia berbuka.” (Ibid)
Dengan mentawfiq (memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa disimpulkan bahwa anjuran dasar bagi orang yang safar adalah berbuka. Namun, bagi yang kuat dan sanggup untuk berpuasa maka boleh saja berbuka atau tidak berpuasa sejak awalnya. Namun bagi yang sulit dan lelah, maka lebih baik dia berbuka saja. Wallahu A’lam
58. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu Sinan:
فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Sesungguhnya Umrah ketika bulan Ramadhan sama dengan memunaikan haji atau haji bersamaku.” (HR. Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)
59. Tentang Lailatul Qadar
Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian telah bertepatan pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1911, 6590, Muslim No.1165 Ibnu Hibban No. 3675, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 697
Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, sebagai berikut:
قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع الأواخر فمن كان أن يكون صلى الله عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة أنها في السبع الأخير في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع الأواخر والمعنى الثاني أن يكون النبي صلى الله عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع الأواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في العشر كله
Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke tujuh terakhir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya kesesuaian dengan mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun itu, maka beliau memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)
Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165, 209)
- Kemungkinan besar adalah pada malam ganjilnya
Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 638, 1912, 1923)
Dalam riwayat lain:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)
Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.
- Malam ke 24, 25, 27 dan 29?
Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
التمسوا في أربع وعشرين
“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 1918)
Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada sepuluh malam terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 49, 1919)
Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim No. 762)
Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا
“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh malam terakhir, maka carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)
Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr adalah wallahu a’lam.
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة الْقَدْر اِخْتِلَافًا كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَر مِنْ أَرْبَعِينَ قَوْلًا
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)
60.Doa ketika Lailatul Qadar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika Lailatul Qadar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.” (HR. At Tirmidzi No. 3513, At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu Majah No. 3850. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 3337, Shahihul Jami’ No. 4423, dan lainnya)
61. Orang yang tidak berpuasa tanpa alasan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, secara marfu’:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barang siapa yang tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun, jika dia melakukannya. (HR. Bukhari No. 1934)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عرى الاسلام، وقواعد الدين ثلاثة، عليهن أسس الاسلام، من ترك واحدة منهن، فهو بها كافر حلال الدم: شهادة أن لا إله إلا الله، والصلاة المكتوبة، وصوم رمضان
Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal ( untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala No. 2349, Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad Dailami dan dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui melainkan hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tetapi didhaifkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah)
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
وعند المؤمنين مقرر: أن من ترك صوم رمضان بلا مرض، أنه شر من الزاني، ومدمن الخمر، بل يشكون في إسلامه، ويظنون به الزندقة، والانحلال.
“Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan mereka meragukan keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan tanggal agamanya.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 4/410. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Berikut hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan bulan suci ramadhan dan Manfaat Shaum Ramadhan :
1) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyuub, Qutaibah dan Ibnu Hujr, mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil -dia adalah Ibnu Ja’far-, dari Abu Suhail, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika telah datang bulan Ramadhan maka pintu-pintu surga akan dibuka, pintu-pintu neraka akan ditutup dan setan-setan akan dibelenggu dengan rantai.”
[Shahiih Muslim no. 1080; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1898]
2) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al-‘Alaa’ bin Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika telah datang malam pertama di bulan Ramadhan maka setan-setan dan jin yang jahat akan dirantai, pintu-pintu neraka akan ditutup dan tidak akan terbuka darinya satu pintupun, pintu-pintu surga akan dibuka dan tidak akan tertutup darinya satu pintupun, dan seorang penyeru akan menyerukan, “Wahai para pencari kebaikan, bersegeralah (menuju kebaikan), wahai para pencari keburukan, berhentilah (dari keburukan), Allah membebaskan (seorang hamba) dari api neraka pada setiap malam (di bulan Ramadhan).”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 682; Sunan Ibnu Maajah no. 1339] –
3) أَخْبَرَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Bisyr bin Hilaal, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh keberkahan. Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada kalian berpuasa didalamnya, di bulan itu pintu-pintu langit akan dibuka dan pintu-pintu neraka akan ditutup, di bulan itu setan-setan jahat akan diikat. Demi Allah, di bulan itu ada malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa terhalang mendapatkan kebaikannya maka sungguh ia telah terhalang.”
[Sunan An-Nasaa’iy no. 2106]
4) حَدَّثَنَا أَبُو بَدْرٍ عَبَّادُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ الْقَطَّانُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
دَخَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلَّا مَحْرُومٌ
Telah menceritakan kepada kami Abu Badr ‘Abbaad bin Al-Waliid, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bilaal, telah menceritakan kepada kami ‘Imraan Al-Qaththaan, dari Qataadah, dari Anas bin Maalik, ia berkata, ketika memasuki bulan Ramadhan maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya bulan ini sungguh telah hadir pada kalian, dan didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang terhalang (mendapat kebaikannya) maka sungguh ia telah terhalang dari kebaikan, dan tidaklah dihalangi kebaikannya kecuali bagi yang terhalang (dari kebaikan).”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1644]
5) حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا نُوحُ بْنُ قَيْسٍ عَنْ نَصْرِ بْنِ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيِّ عَنِ النَّضْرِ بْنِ شَيْبَانَ الْحُدَّانِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ
قُلْتُ لَهُ أَلَا تُحَدِّثُنِي حَدِيثًا عَنْ أَبِيكَ سَمِعَهُ أَبُوكَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ أَقْبَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَمَضَانَ شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Telah menceritakan kepada kami Suraij bin An-Nu’maan, telah menceritakan kepada kami Nuuh bin Qais, dari Nashr bin ‘Aliy Al-Jahdhamiy, dari An-Nadhr bin Syaibaan Al-Huddaaniy, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, aku (An-Nadhr) berkata kepada Abu Salamah, ceritakanlah kepadaku hadits dari Ayahmu yang ia dengar dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Salamah menjawab, (jika) bulan Ramadhan datang maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang Allah wajibkan kalian untuk berpuasa, dan aku telah mensunnahkan kaum muslimin untuk shalat malam didalamnya, maka barangsiapa berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya akan keluar (darinya) bagaikan hari ketika ia baru dilahirkan ibunya.”
[Musnad Ahmad no. 1691]
6) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَفِظْنَاهُ وَإِنَّمَا حَفِظَ مِنَ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillaah, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata, kami telah menghafalnya dan sungguh ia berasal dari Az-Zuhriy, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan (kepada Allah) dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu, dan barangsiapa yang menegakkan Lailatul Qadr dengan keimanan (kepada Allah) dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.”
[Shahiih Al-Bukhariy no. 2014; Shahiih Muslim no. 761]
7) حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Muusaa, telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Yuusuf, dari Ibnu Juraij, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Athaa’, dari Abu Shaalih Az-Zayyaat, bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa karena sesungguhnya puasa adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya, puasa adalah taman-taman surga, jika suatu hari salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berbuat buruk dan mengumpat, jika ada seseorang yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi, maka katakanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, bau mulut orang yang sedang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dengan keduanya ia akan bergembira, yaitu jika ia berbuka puasa maka ia akan gembira dan jika ia bertemu Rabbnya, ia akan gembira dengan sebab puasanya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1904; Shahiih Muslim no. 1152]
8) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyah dan Wakii’, dari Al-A’masy, -dalam jalur periwayatan yang lain- telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Al-A’masy, -dalam jalur periwayatan yang lain- telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Al-Asyaj -dan lafazh miliknya-, telah menceritakan kepada kami Wakii’, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (pahalanya), sebuah kebaikan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali semisalnya hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa karena sesungguhnya puasa adalah untukKu dan Akulah yang akan membalasnya, karena ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika ia berbuka puasa dan kegembiraan ketika ia berjumpa dengan Rabbnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik.”
[Shahiih Muslim no. 1153; Sunan Ibnu Maajah no. 1638]
9) حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ حُيَيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Daawud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahii’ah, dari Huyay bin ‘Abdillaah, dari Abu ‘Abdurrahman Al-Hubuliy, dari ‘Abdullaah bin ‘Amr, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an keduanya akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba di hari kiamat, puasa berkata, “Wahai Rabb, aku telah mencegahnya dari makanan dan nafsu syahwat di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at padanya,” dan Al-Qur’an berkata, “Aku telah mencegahnya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at padanya.” Rasulullah melanjutkan, “Maka keduanya diizinkan memberi syafa’at.”
[Musnad Ahmad no. 6589] – Syaikh Al-Albaaniy menghasankannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 984, namun ada pembicaraan dalam sanadnya[4].
10) حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أَبِي صَخْرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ إِسْحَقَ مَوْلَى زَائِدَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Telah menceritakan kepadaku Abu Ath-Thaahir dan Haaruun bin Sa’iid Al-Ailiy, keduanya berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari Abu Shakhr, bahwasanya ‘Umar bin Ishaq maulaa Zaa’idah telah menceritakan kepadanya, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Shalat lima waktu, shalat Jum’at hingga ke Jum’at berikutnya, dan puasa Ramadhan hingga ke Ramadhan berikutnya, adalah kaffarat (penebus dosa) apa yang ada diantara keduanya selama ia menghindari dosa-dosa besar.”
[Shahiih Muslim no. 236]
11) حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abu Iyaas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b, telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Maqburiy, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menahan perkataan keji dan perbuatan buruk didalamnya, maka Allah tidak butuh (orang itu) menahan makan dan minumnya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1903; Sunan Abu Daawud no. 2362]
12) حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ، أنا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي سُلَيْمَانُ وَهُوَ ابْنُ بِلالٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَقِيَ الْمِنْبَرَ، فَقَالَ: ” آمِينَ، آمِينَ، آمِينَ “، فَقِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا؟ ! فَقَالَ: ” قَالَ لِي جِبْرِيلُ: أَرْغَمَ اللَّهُ أَنْفَ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ دَخَلَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: آمِينَ.
ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا لَمْ يُدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، فَقُلْتُ: آمِينَ.
ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بَعُدَ، ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فَقُلْتُ: آمِينَ “
Telah menceritakan kepada kami Ar-Rabii’ bin Sulaimaan, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengkhabarkan kepada kami Sulaimaan -dia adalah Ibnu Bilaal-, dari Katsiir bin Zaid, dari Al-Waliid bin Rabaah, dari Abu Hurairah bahwa suatu hari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam naik mimbar dan beliau bersabda, “Aamiin, aamiin, aamiin.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu mengatakan seperti itu?” Beliau bersabda, “Jibriil berkata kepadaku, “Semoga Allah menghinakan seorang hamba yang setelah memasuki Ramadhan, Allah belum mengampuni dirinya.” Maka aku katakan, “Aamiin.” Kemudian Jibriil berkata, “Terhinalah seorang hamba yang mendapati kedua orangtuanya masih hidup atau salah satu dari keduanya akan tetapi tidak dapat membuatnya masuk surga.” Maka aku katakan, “Aamiin.” Kemudian Jibriil berkata, “Terhinalah seorang hamba ketika namamu disebut di sisinya, ia tidak bershalawat kepadamu.” Maka aku katakan, “Aamiin.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah 3/192; Al-Aadabul Mufrad no. 646] – Sanadnya shahih lighairihi. Telah lewat pembahasannya di Hadits Berma’af-ma’afan di Bulan Ramadhan.
13) أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، أَنَّ ابْنَ وَهْبٍ أَخْبَرَهُمْ، وَأَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَمِّهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ، فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ “
Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin ‘Abdillaah bin ‘Abdil Hakam, bahwasanya Ibnu Wahb mengkhabarkan kepada mereka, dan telah mengkhabarkan kepadaku Anas bin ‘Iyaadh, dari Al-Haarits bin ‘Abdurrahman, dari Pamannya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum, sesungguhnya puasa adalah menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor, maka jika ada seseorang yang menghina atau berbuat bodoh kepadamu, katakanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1872; Al-Mustadrak 1/430] – Didalam sanadnya ada paman Al-Haarits[5], dan hadits ini shahih lighairihi dengan syawahidnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Al-Mawaarid no. 741.
14) حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Raafi’, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Al-Mubaarak, dari Usaamah bin Zaid, dari Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam namun tidak mendapatkan apa-apa dari shalat malamnya selain menahan kantuk.”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1690] – Sanadnya hasan. Syaikh Al-Albaaniy berkata “hasan shahih” dalam Shahiih Ibnu Maajah no. 1380.
15) حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحِيمِ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Telah menceritakan kepada kami Hannaad, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim, dari ‘Abdul Malik bin Abu Sulaimaan, dari ‘Athaa’, dari Zaid bin Khaalid Al-Juhaniy, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal (orang yang berpuasa) dengan tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 807] – Sanadnya hasan. Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1078.
dan dalam lafazh Ibnu Khuzaimah :
” مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا، أَوْ جَهَّزَ حَاجًّا، أَوْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ، أَوْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ “
“Barangsiapa mempersiapkan orang yang berperang, atau mempersiapkan orang yang berhaji, atau menggantikannya mengurus keluarganya, atau memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal dengan mereka dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”
[Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1930]
16) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaimaan, telah menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaaniy bahwa ia mendengar Anas bin Maalik mengatakan, “Dahulu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berbuka puasa dengan beberapa butir kurma muda (ruthb atau kurma basah) sebelum melakukan shalat (Maghrib). Jika beliau tidak menemukan beberapa kurma muda maka beliau berbuka dengan beberapa butir kurma matang (tamr atau kurma kering). Jika beliau tidak menemukannya, maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air.”
[Sunan Abu Daawud no. 2356] – Sanadnya hasan. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilatu Ash-Shahiihah no. 2840.
17) حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو حَازِمٍ عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Bilaal, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Haazim, dari Sahl radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya didalam surga ada sebuah pintu yang dinamakan Ar-Rayyaan yang pada hari kiamat akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa dan tidak akan dimasuki oleh satu orang pun selain mereka. Dikatakan, mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri dan tidaklah ada seorang pun yang memasuki pintu tersebut selain mereka. Jika mereka telah masuk maka pintu akan ditutup sehingga tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1896; Shahiih Muslim no. 1154]
18) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ الْمِصْرِيُّ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ أَنَّ مُطَرِّفًا مِنْ بَنِي عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ حَدَّثَهُ
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ أَبِي الْعَاصِ الثَّقَفِيَّ دَعَا لَهُ بِلَبَنٍ يَسْقِيهِ قَالَ مُطَرِّفٌ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عُثْمَانُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْقِتَالِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh Al-Mishriy, telah memberitakan kepada kami Al-Laits bin Sa’d, dari Yaziid bin Abu Habiib, dari Sa’iid bin Abu Hind bahwasanya Mutharrif -dari bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah- menceritakan kepadanya bahwa ‘Utsmaan bin Abu Al-‘Aash Ats-Tsaqafiy memanggilnya untuk meminum susu yang ia tuang. Mutharrif berkata, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” ‘Utsmaan berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa adalah perisai dari api neraka bagaikan perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.”
[Sunan Ibnu Maajah no. 1639; Musnad Ahmad no. 15844] – Sanadnya shahih. Dishahihkan Syaikh Muqbil Al-Waadi’iy dalam Shahiihul Musnad no. 929, Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 982.
19) أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا يَحِيَى بْنُ مَعِينٍ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنْ شُعَيْبِ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ مُرَّةَ الْجُهَنِيَّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَقُمْتُهُ، فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: ” مِنَ الصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdul Jabbaar Ash-Shuufiy, telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ma’iin, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam bin Naafi’, dari Syu’aib bin Abu Hamzah, dari ‘Abdullaah bin ‘Abdurrahman bin Abu Husain, dari ‘Iisaa bin Thalhah, ia berkata, aku mendengar ‘Amr bin Murrah Al-Juhaniy berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu (dalam sehari), aku membayar zakat, aku puasa Ramadhan dan aku berdiri untuk shalat malam didalamnya, termasuk golongan apakah aku?” Rasulullah bersabda, “Termasuk golongan Ash-Shiddiqiin dan Asy-Syuhadaa’.”
[Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3438; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 2064] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy menshahihkannya dalam Shahiih At-Targhiib no. 1003.
20) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Ayyuub, Qutaibah bin Sa’iid dan ‘Aliy bin Hujr, semuanya dari Ismaa’iil, Ibnu Ayyuub berkata, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, telah mengkhabarkan kepadaku Sa’d bin Sa’iid bin Qais, dari ‘Umar bin Tsaabit bin Al-Haarits Al-Khazrajiy, dari Abu Ayyuub Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan haditsnya, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwaal, maka ia bagaikan berpuasa sepanjang masa.”
[Shahiih Muslim no. 1165]
21) حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Telah menceritakan kepada kami Aadam bin Abu Iyaas, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziiz bin Shuhaib, ia berkata, aku mendengar Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya didalam sahur terdapat keberkahan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1923; Shahiih Muslim no. 1098]
22) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ هِشَامٍ الدَّسْتُوَائِيِّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي رِفَاعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, dari Hisyaam Ad-Dastuwaa’iy, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abu Katsiir, dari Abu Rifaa’ah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Makan sahur semua adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya walaupun salah seorang dari kalian hanya sahur dengan seteguk air, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.”
[Musnad Ahmad no. 10702] – Sanadnya dha’if[6], namun menjadi hasan lighairihi dengan mutaba’atnya. Dihasankan Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib no. 1070.
23) أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ فَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ قَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا وَلَمْ يَقُمْ حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَجَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ حَتَّى تَخَوَّفْنَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ
قُلْتُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullaah bin Sa’iid, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Fudhail, dari Daawud bin Abi Hind, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahman, dari Jubair bin Nufair, dari Abu Dzar, ia berkata, kami berpuasa bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan dan beliau tidak bangun (shalat malam) bersama kami hingga tersisa tujuh hari dari bulan tersebut, kemudian beliau shalat bersama kami hingga berlalulah sepertiga malam, lalu beliau kembali tidak shalat bersama kami pada (sisa) hari keenam. Beliau shalat bersama kami pada hari kelima hingga berlalu setengah malam, aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kau jadikan nafilah pada sisa malam ini bersama kami?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa yang shalat bersama imam hingga selesai maka akan dicatat oleh Allah pahala shalat semalam penuh.” Kemudian beliau tidak shalat bersama kami hingga tersisa tiga hari dari bulan tersebut, dan beliau shalat bersama kami pada malam ketiga, beliau mengumpulkan keluarganya dan istri-istrinya hingga kami takut kehilangan al-falaah. Perawi bertanya, “Apakah al-falaah?” Abu Dzar menjawab, “Yaitu waktu sahur.”
[Sunan An-Nasaa’iy no. 1605; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 2060] – Sanadnya shahih. Syaikh Muqbil Al-Waadi’iy dalam Shahiihul Musnad no. 280 berkata, “Shahih sesuai syarat Muslim.”
24) حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح و حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ وَمَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ نَحْوَهُ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus, dari Az-Zuhriy, -dalam jalur riwayat yang lain- telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Muhammad, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus dan Ma’mar, dari Az-Zuhriy yang semakna dengannya, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Ubaidullaah bin ‘Abdullaah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut dan beliau lebih lembut lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibriil menemuinya pada setiap malam bulan Ramadhan untuk mengajarkan beliau Al-Qur’an, dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sungguh lebih lembut daripada angin yang berhembus.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 6; Shahiih Muslim no. 2309]
25) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid, telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Abu Suhail, dari Ayahnya, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2017; Shahiih Muslim no. 1170]
26) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ ابْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَبْدَةَ وَعَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ سَمِعَا زِرَّ بْنَ حُبَيْشٍ يَقُولُا
سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقُلْتُ إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ مَنْ يَقُمْ الْحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَقَالَ رَحِمَهُ اللَّهُ أَرَادَ أَنْ لَا يَتَّكِلَ النَّاسُ أَمَا إِنَّهُ قَدْ عَلِمَ أَنَّهَا فِي رَمَضَانَ وَأَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَأَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ ثُمَّ حَلَفَ لَا يَسْتَثْنِي أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقُلْتُ بِأَيِّ شَيْءٍ تَقُولُ ذَلِكَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ قَالَ بِالْعَلَامَةِ أَوْ بِالْآيَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُعَاعَ لَهَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Haatim dan Ibnu Abu ‘Umar, keduanya dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Haatim berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari ‘Abdah dan ‘Aashim bin Abu An-Nujuud, keduanya mendengar Zirr bin Hubaisy berkata, aku bertanya kepada Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya saudaramu, Ibnu Mas’uud mengatakan bahwa barangsiapa yang shalat malam selama setahun penuh maka ia akan memperoleh Lailatul Qadr.” ‘Ubay berkata, “Semoga Allah merahmatinya! Ia menginginkan agar manusia bertawakkal sedangkan ia benar-benar telah mengetahui bahwasanya Lailatul Qadr ada pada bulan Ramadhan, pada sepuluh hari terakhirnya di malam kedua puluh tujuh.” Kemudian ‘Ubay bersumpah bahwasanya ia (Lailatul Qadr) ada pada malam kedua puluh tujuh. Aku (Zirr) bertanya, “Dengan apakah kau mengatakan itu wahai Abul Mundzir?” ‘Ubay menjawab, “Dengan tanda-tanda yang telah dikhabarkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada kami bahwa pada hari itu matahari terbit dengan sinarnya yang tidak menyengat.”
[Shahiih Muslim no. 1171]
27) حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ قَالَ أَنَسٌ حَدَّثَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ قَالَ
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُخْبِرَ النَّاسَ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ فَتَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَإِنَّهَا رُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Mufadhdhal, dari Humaid, ia berkata, Anas berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar untuk mengkhabarkan kepada manusia mengenai Lailatul Qadr, akan tetapi ada dua orang laki-laki dari kaum muslimin sedang berselisih. Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian akan tetapi fulaan dan fulaan saling berselisih sehingga diangkatlah kembali (Lailatul Qadr tersebut) dan aku berharap hal itu lebih baik bagi kalian, maka carilah ia pada malam kedua puluh sembilan, dua puluh tujuh atau dua puluh lima.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 6049; Musnad Ahmad no. 22256]
28) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillaah, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Ya’fuur, dari Abu Adh-Dhuhaa, dari Masruuq, dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Dahulu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam jika telah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) maka beliau mengencangkan sarungnya, beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan ibadah) dan beliau membangunkan keluarganya.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2024]
29) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوْسَطِ مِنْ رَمَضَانَ فَاعْتَكَفَ عَامًا حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي يَخْرُجُ مِنْ صَبِيحَتِهَا مِنْ اعْتِكَافِهِ قَالَ مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفْ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ مِنْ صَبِيحَتِهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَكَانَ الْمَسْجِدُ عَلَى عَرِيشٍ فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ فَبَصُرَتْ عَيْنَايَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَبْهَتِهِ أَثَرُ الْمَاءِ وَالطِّينِ مِنْ صُبْحِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Yaziid bin ‘Abdillaah bin Al-Haad, dari Muhammad bin Ibraahiim bin Al-Haarits At-Taimiy, dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dahulu beri’tikaf pada sepuluh malam pertengahan Ramadhan dan orang-orang mengikutinya, hingga apabila sampai pada malam kedua puluh satu yaitu malam beliau kembali ke tempat i’tikafnya, beliau bersabda, “Barangsiapa yang telah beri’tikaf bersamaku maka hendaklah ia melanjutkan i’tikafnya hingga sepuluh hari terakhir, dan sungguh aku telah melihat malam (Lailatul Qadr) ini namun kemudian aku melihat diriku terlupa mengenainya, maka carilah ia pada sepuluh malam terakhir dan carilah pada malam-malam yang ganjil.” Pada malam itu langit menurunkan hujan, pada waktu itu bagian atap masjid masih terbuat dari dedaunan hingga airnya menetes. Kemudian mataku melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pada dahinya ada bekas air dan lumpur di waktu subuh pada malam kedua puluh satu.
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 2027; Shahiih Muslim no. 1167]
30) حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahyaa, telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullaah bin Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus bin Yaziid, dari Ibnu Syihaab, ia berkata, telah mengkhabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az-Zubair bahwa ‘Aaisyah mengkhabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah keluar di tengah malam (bulan Ramadhan) kemudian beliau shalat malam di masjid, lalu shalatlah beberapa orang laki-laki mengikuti beliau. Maka orang-orang saling menceritakan kepada yang lainnya mengenai hal tersebut sehingga banyak dari mereka yang berkumpul. Pada malam yang kedua, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kembali keluar dan shalat bersama mereka dan orang-orang pun menyebutkan mengenai hal tersebut hingga pada malam yang ketiga jama’ah masjid semakin bertambah banyak dan Rasulullah keluar dan kembali shalat bersama mereka. Hingga pada malam keempat, masjid menjadi penuh oleh jama’ah namun Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak keluar kepada mereka, seorang lelaki dari jama’ah tersebut berseru, “Shalat!” Akan tetapi beliau tidak juga keluar hingga beliau keluar untuk shalat Fajr. Ketika beliau usai shalat Fajr, beliau menemui mereka, kemudian mengucapkan syahadat, beliau bersabda, “Amma ba’d, sesungguhnya tidak ada kekhawatiran dalam diriku mengenai kalian semalam, akan tetapi aku mengkhawatirkan hal itu (shalat malam) akan diwajibkan atas kalian, maka kalian tidak mampu melaksanakannya.”
[Shahiih Muslim no. 763; Shahiih Al-Bukhaariy no. 2012][7]
31) حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ عَنِ امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي أَسَدِ بْنِ خُزَيْمَةَ يُقَالُ لَهَا أُمُّ مَعْقِلٍ قَالَتْ
أَرَدْتُ الْحَجَّ فَضَلَّ بَعِيرِي فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اعْتَمِرِي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي شَهْرِ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, ia berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari Abu Bakr bin ‘Abdurrahman bin Al-Haarits bin Hisyaam, dari seorang wanita yang berasal dari bani Asad bin Khuzaimah yang dipanggil Ummu Ma’qil, ia berkata, aku ingin pergi haji akan tetapi aku menginginkan menaiki onta maka aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Pergilah umrah pada bulan Ramadhan karena sesungguhnya umrah pada bulan Ramadhan pahalanya bagaikan pergi haji.”
[Musnad Ahmad no. 26742; Sunan An-Nasaa’iy Al-Kubraa no. 4213] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy berkata dalam Al-Irwaa’ 3/374, “Sanadnya shahih sesuai syarat Asy-Syaikhain.”
32) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Yuusuf, telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Abu Haazim, dari Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”
[Shahiih Al-Bukhaariy no. 1957; Shahiih Muslim no. 1100]
33) أَخْبَرَنَا ابْنُ خُزَيْمَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي صَفُوَانَ الثَّقَفِيُّ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا سُفِيَانُ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ “، قَالَ: وَكَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ صَائِمًا أَمَرَ رَجُلا فَأَوْفِي عَلَى شَيْءٍ، فَإِذَا قَالَ: ” غَابَتِ الشَّمْسُ “، أَفْطَرَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Khuzaimah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Shafwaan Ats-Tsaqafiy, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy, telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Abu Haazim, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Umatku senantiasa berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” Sahl melanjutkan, “Dahulu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam jika berpuasa maka beliau memerintahkan seorang laki-laki menyediakan sesuatu (sebagai hidangan untuk berbuka), dan jika diserukan, “Matahari telah tenggelam,” maka beliau berbuka.”
[Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3510] – Sanadnya shahih. Syaikh Al-Albaaniy menshahihkan dalam Shahiih At-Targhiib no. 1074.
34) حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ سَعْدَانَ الْقُمِّيِّ عَنْ أَبِي مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مُدِلَّةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Numair, dari Sa’daan Al-Qummiy, dari Abu Mujaahid, dari Abu Mudillah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga orang yang do’a mereka tidak akan ditolak yaitu do’a orang yang berpuasa hingga ia berbuka, do’a imam (pemimpin) yang ‘adil dan do’a orang yang dizhalimi. Do’a mereka akan dinaikkan Allah ke atas awan dan pintu-pintu langit akan dibukakan atasnya, Rabb berfirman, “Demi kemuliaanKu, Aku akan menolongmu walaupun beberapa saat kemudian.”
[Jaami’ At-Tirmidziy no. 3598; Sunan Ibnu Maajah no. 1752; Shahiih Ibnu Khuzaimah no. 1793; Shahiih Ibnu Hibbaan no. 3428] – Sanadnya hasan[8]. Dishahihkan Al-Haafizh Siraajuddiin Ibnul Mulqin dalam Al-Badrul Muniir 5/152.Dari Jabir RA bahwa Nabi SAW bersabda: ‘Puasa itu perisai yang dipergunakan seorang hamba untuk membentengi dirinya dari siksaan neraka.’ (HR Ahmad)
35. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika tertutup awan maka genapkan hingga tiga puluh hari
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, jika hilal hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR. Bukhari No. 1909)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh hari. (HR. Muslim No. 1080, 4)
إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080, 3)
36. Berpuasa Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)
Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-dosa besar –seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya- hanya bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut ini.
37. Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan, merupakan penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)
38. Shalat pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan ihtisab (mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 35, 38, 1802)
39. Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)
40. Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَان فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِين
“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)
Dalam hadits lain:
إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة، وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين
“Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)
41. Allah Ta’ala Langsung Membalas Pahala Puasa
Firman Allah Ta’ala dalam hadist Qudsi :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَهُوَ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151, Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No. 3416)
42 Disediakan Pintu Ar Rayyan bagi orang yang puasa
Haditsnya:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki melaluinya kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri, dan tidak ada yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melaluinya.” (HR. Bukhari No. 1797, 3084, Muslim No. 1152, At Tirmidzi No. 762, Ibnu Majah No. 1640)
43. Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
… Demi Yang Jiwa Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang berpuasa lebih Allah cintai u dibanding bau misk (kesturi) …” (HR. Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151)
44. Dua kebahagiaan bagi orang berpuasa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Baca Juga
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka, dan ketika berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805, 7054. Muslim no. 1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213, 2215, 2216. Ibnu Majah No. 1638. Ad Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al Baihaqi dalam As Sunan No. 7898. Ibnu Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005. Ahmad No. 4256, dari Ibnu Mas’ud. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10077. Abdurrazzaq No. 7898)
45. Anjuran bersahur
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923, Muslim No. 1095)
46. Keutamaan bersahur
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan orang yang makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)
47. Disunnahkan menta’khirkan sahur:
Dari ‘Amru bin Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7916. Al Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 9025)
Imam An Nawawi mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/362), begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar, bahkan menurutnya keshahihan hadits tentang bersegera buka puasa dan mengakhirkan sahur adalah mutawatir. (Lihat Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)
48. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran bersama Malaikat Jibril
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:
وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Jibril menemuinya (nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril) bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)
15. Kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama bulan Ramadhan melebihi hembusan angin
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus Al Quran bersamanya. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar sangat dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)
49 Memberikan makanan buat orang yang berbuka puasa
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih. Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
50. Memperbanyak doa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang berpuasa sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.” Lihat Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2526)
18. Doa ketika berbuka puasa
Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berikut ini adalah doanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca: “Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No. 2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185, katanya: “isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No. 3329, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395. Dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
51. I’tikaf di-‘asyrul awakhir (10 hari tertakhir) Ramadhan
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694, Ahmad No. 8662, Ibnu Hibban No. 2228, Al Baghawi No. 839, Abu Ya’la No. 5843, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan, 2/53)
52. Shalat Tarawih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)
53. Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3 rakaat
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738)
Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
جاء أبي بن كعب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ، إن كان مني الليلة شيء يعني في رمضان ، قال : « وما ذاك يا أبي ؟ » ، قال : نسوة في داري ، قلن : إنا لا نقرأ القرآن فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثمان ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ولم يقل شيئا
Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada bulan Ramadhan).” Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay menjawab: “Ada beberapa wanita di rumahku, mereka berkata: “Kami tidak membaca Al Quran, maka kami akan shalat bersamamu.” Lalu Ubay berkata: “Lalu aku shalat bersama mereka sebanyak delapan rakaat, lalu aku witir,” lalu Ubay berkata: “Nampaknya nabi ridha dan dia tidak mengatakan apa-apa.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami mengatakan: sanadnya hasan. Lihat Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
54. Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat
Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab Radhilallahu ‘Anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat.
وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة، وهو رأي جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة وداود، قال الترمذي: وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم عشرين ركعة، وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي، وقال: هكذا أدركت الناس بمكة يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari kalangan Hanafi, Hambali, dan Daud. Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama berpendapat seperti yang diriwayatkan dari Umar dan Ali, dan selain keduanya dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20 rakaat. Itulah pendapat Ats Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat manusia di Mekkah mereka shalat 20 rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan:
وَعَنْ يَزِيد بْن رُومَانَ قَالَ ” كَانَ النَّاس يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَر بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ” وَرَوَى مُحَمَّد بْن نَصْر مِنْ طَرِيق عَطَاء قَالَ ” أَدْرَكْتهمْ فِي رَمَضَان يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَة وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْر ”
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20 rakaat dan tiga rakaat witir.” (Fathul Bari, 4/253)
Beliau melanjutkan:
وَرَوَى مُحَمَّد اِبْن نَصْر مِنْ طَرِيق دَاوُدَ بْن قَيْس قَالَ ” أَدْرَكْت النَّاس فِي إِمَارَة أَبَانَ بْن عُثْمَان وَعُمْر بْن عَبْد الْعَزِيز – يَعْنِي بِالْمَدِينَةِ – يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ ” وَقَالَ مَالِك هُوَ الْأَمْرُ الْقَدِيمُ عِنْدَنَا . وَعَنْ الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ” رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ ضِيقٌ ”
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” (Ibid)
55. Orang yang sia-sia puasanya
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
56. Boleh mencium isteri jika mampu menahan diri
Diriwayatkan dari Umar Radhilallahu ‘Anhu:
عنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَشَشْتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ قُلْتُ لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفِيمَ
Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya sedang puasa. Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya berkata: “Hari ini, Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri padahal sedang puasa.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa pendapatmu jika kamu bekumur-kumur dengan air dan kamu sedang berpuasa?”, Saya (Umar) menjawab: “Tidak mengapa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lalu, kenapa masih ditanya?” (HR. Ahmad, No. 138, 372. Al Hakim, Al Mustadrak No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 7808, 8044. Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits di atas menerangkan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur hukumnya sama yakni boleh, kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi mengeluarkan air mani.
Dari Abu Salamah, bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل بعض نسائه وهو صائم. قلت لعائشة: في الفريضة والتطوع؟ قالت عائشة: في كل ذلك، في الفريضة والتطوع
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya dan dia sedang puasa.” dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata kepada ‘Aisyah: “Apakah pada puasa wajib atau sunah?” Beliau menjawab: “Pada semuanya, baik puasa wajib dan sunah.” (HR. Ibnu Hibban No. 3545)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib Ibni Balban, No. 3545)
57. Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka, tergantung kekuatan orangnya
Dari Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
يا رسول الله: أجد بي قوة على الصيام في السفر. فهل علي جناح ؟، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “هي رخصة من الله فمن أخذ بها فحسن. ومن أحب أن يصوم فلا جناح عليه”.
“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah salah saya melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau mengambilnya (yakni tidak puasa) maka itu baik, dan barang siapa yang mau berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim No. 1121. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام حتى بلغ كراع الغميم فصام الناس معه فقيل له يا رسول الله إن الناس قد شق عليهم الصيام فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر بعض الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا صاموا فقال أولئك العصاة
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun Fath (penaklukan) menuju Mekkah pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga sampai pinggiran daerah Ghanim. Manusia juga berpuasa bersamanya. Dikatakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, nampaknya manusia kepayahan berpuasa.” Kemudian Beliau meminta segelas air setelah asar, lalu beliau minum, dan manusia melihatnya. Maka sebagian manusia berbuka, dan sebagian lain tetap berpuasa. Lalu, disampaikan kepadanya bahwa ada orang yang masih puasa.” Maka Beliau bersabda: “Mereka durhaka.” (HR. Muslim No. 1114. Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No. 2263. At Tirmidzi No. 710. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No.7935)
Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفره. فرأى رجلا قد اجتمع الناس عليه. وقد ضلل عليه. فقال: “ماله ؟” قالوا: رجل صائم. فقال رسول الله عليه وسلم: “ليس من البر أن تصوموا في السفر”.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia melihat seseorang yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan kepanasan. Rasulullah bertanya: “Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang puasa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan kalian berpuasa dalam keadaan safar.” (HR. Muslim No. 1115)
Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam safar, apalagi perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam hadits mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika safar atau dimakruhkannya puasa ketika safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab Maa Ja’a fi Karahiyati Ash Shaum fi As Safar (Hadits Tentang makruhnya puasa dalam perjalanan), bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan dalam Shahihnya:
باب ذكر خبر روي عن النبي صلى الله عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر عصاة من غير ذكر العلة التي أسماهم بهذا الاسم توهم بعض العلماء أن الصوم في السفر غير جائز لهذا الخبر
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan berpuasa saat safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka dengan nama ini. Sebagian ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah TIDAK BOLEH karena hadits ini.”
Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia berpuasa sebab berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
لا تعب على من صام ولا من أفطر. قد صام رسول الله صلى الله عليه وسلم، في السفر، وأفطر.
“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi yang berbuka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam safar dan juga berbuka.” (HR. Muslim No. 1113)
Dari Ibnu Abbas juga:
سافر رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان. فصام حتى بلغ عسفان. ثم دعا بإنء فيه شراب. فشربه نهارا. ليراه الناس. ثم أفطر. حتى دخل مكة .قال ابن عباس رضي الله عنهما: فصام رسول الله صلى الله عليه وسلم وأفطر. فمن شاء صام، ومن شاء أفطر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada Ramadhan, dia berpuasa singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air dan meminumnya siang-siang. Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk Mekkah.” Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan berbuka. Barang siapa yang mau maka dia puasa, dan bagi yang mau buka maka dia berbuka.” (Ibid)
Dengan mentawfiq (memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa disimpulkan bahwa anjuran dasar bagi orang yang safar adalah berbuka. Namun, bagi yang kuat dan sanggup untuk berpuasa maka boleh saja berbuka atau tidak berpuasa sejak awalnya. Namun bagi yang sulit dan lelah, maka lebih baik dia berbuka saja. Wallahu A’lam
58. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu Sinan:
فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Sesungguhnya Umrah ketika bulan Ramadhan sama dengan memunaikan haji atau haji bersamaku.” (HR. Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)
59. Tentang Lailatul Qadar
Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian telah bertepatan pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1911, 6590, Muslim No.1165 Ibnu Hibban No. 3675, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 697
Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, sebagai berikut:
قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع الأواخر فمن كان أن يكون صلى الله عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة أنها في السبع الأخير في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع الأواخر والمعنى الثاني أن يكون النبي صلى الله عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع الأواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في العشر كله
Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke tujuh terakhir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya kesesuaian dengan mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun itu, maka beliau memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)
Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165, 209)
- Kemungkinan besar adalah pada malam ganjilnya
Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 638, 1912, 1923)
Dalam riwayat lain:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)
Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.
- Malam ke 24, 25, 27 dan 29?
Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
التمسوا في أربع وعشرين
“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 1918)
Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada sepuluh malam terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 49, 1919)
Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim No. 762)
Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا
“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh malam terakhir, maka carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)
Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr adalah wallahu a’lam.
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة الْقَدْر اِخْتِلَافًا كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَر مِنْ أَرْبَعِينَ قَوْلًا
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)
60.Doa ketika Lailatul Qadar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika Lailatul Qadar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.” (HR. At Tirmidzi No. 3513, At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu Majah No. 3850. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 3337, Shahihul Jami’ No. 4423, dan lainnya)
61. Orang yang tidak berpuasa tanpa alasan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, secara marfu’:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barang siapa yang tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun, jika dia melakukannya. (HR. Bukhari No. 1934)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عرى الاسلام، وقواعد الدين ثلاثة، عليهن أسس الاسلام، من ترك واحدة منهن، فهو بها كافر حلال الدم: شهادة أن لا إله إلا الله، والصلاة المكتوبة، وصوم رمضان
Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal ( untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala No. 2349, Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad Dailami dan dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui melainkan hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tetapi didhaifkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah)
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
وعند المؤمنين مقرر: أن من ترك صوم رمضان بلا مرض، أنه شر من الزاني، ومدمن الخمر، بل يشكون في إسلامه، ويظنون به الزندقة، والانحلال.
“Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan mereka meragukan keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan tanggal agamanya.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 4/410. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Baca Juga Artikel
Cara Rasulullah Nabi Muhammad SAW Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Pesan Nasehat Nabi Muhammad Rasulullah SAW saat menyambut Bulan Puasa Ramadhan
Hikmah dan Sejarah Peringatan Malam Nuzulul Quran 17 Ramadhan
Ciri Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar dan Keistimewaan Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Masuk Pintu Surga Ar-Rayyan Bagi Orang Yang Berpuasa Ramadhan
Cara mengisi waktu bermanfaat sambil Ngabuburit menunggu waktu berbuka puasa
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan batal pahala puasa
Hal-Hal yang tidak dapat membatalkan puasa dan boleh dilakukan ketika berpuasa Ramadhan
Setan Dibelenggu Selama Bulan Ramadhan
Demikian Kumpulan Hadits - Hadits Shahih Seputar tentang Bulan Ramadhan dan Keutamaan Shaum Puasa Ramadhan