Hadits tentang keutamaan meninggalkan perdebatan ( debat ) sekalipun di pihak yang benar
Debat adalah adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik perseorangan maupun kelompok, dalam memutuskan masalah dan perbedaan.
Jika dikelompokkan, setidaknya ada 3 (tiga) macam debat, yakni mira’, jadal dan khusumah.
Mira’ adalah setiap bantahan atas ucapan orang lain dengan cara menampakkan, baik pada kalimat, makna, atau maksudnya, untuk menunjukkan keunggulan dirinya.
Jadal adalah menyebutkan kelemahan pendapat orang lain dalam rangka mengukuhkan pendapatnya sendiri, membungkam lawan bicara dengan menunjukkan kesalahan ucapannya dan menisbatkan kebodohan kepadanya.
Khusumah adalah ucapan yang keras demi mendapatkan harta atau hak.
Di antara ketiganya, mira’ dan jadal biasanya berakibat pada sikap menyakiti orang lain. Dengan demikian, keduanya (mira’ dan jadal) dapat membangkitkan nafsu amarah dan membela pendapatnya masing-masing dengan cara benar atau salah. Apabila ada dua orang yang berdebat, ibarat orang yang sedang berkelahi. Masing-masing saling berusaha merobohkan lawannya setelak mungkin. Jika satu pihak berhasil merobohkan pihak lain, seolah-olah ada kepuasan tersendiri dalam dirinya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu mendebat. [HR. Bukhâri, no. 2457; Muslim, no. 2668; dll]
Mendebat dalam hadits diatas maksudnya adalah mendebat dengan cara batil atau tanpa ilmu. Sedangkan orang yang berada di pihak yang benar, sebaiknya dia juga menghindari perdebatan. Karena debat itu akan membangkitkan emosi, mengobarkan kemurkaan, menyebabkan dendam, dan mencela orang lain.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ
كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya. [HR. Abu Dawud, no. 4800; dishahîhkan an-Nawawi dalam Riyâdhus Shâlihîn, no. 630 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni di dalam ash-Shahîhah, no. 273]
Mengingkari kemungkaran dan menjelaskan kebenaran merupakan kewajiban seorang Muslim. Jika penjelasan itu diterima, itulah yang dikehendaki. Namun jika ditolak, maka hendaklah dia meninggalkan perdebatan. Ini dalam masalah agama, apalagi dalam urusan dunia, maka tidak ada alasan untuk berdebat.
B. Hal-hal yang Mendorong Perdebatan
Setiap orang pasti mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menyikapi suatu peristiwa yang sama. biasanya terdapat pendapat positif dan negatif dalam setiap ungkapan yang disampaikan seseorang.
Dalam menyikapi hal ini, tentu masing-masing orang akan menggunakan perspektif yang berbeda-beda. Kecenderungan ini biasanya berujung pada kritik dan celaan, sehingga akhirnya dapat memicu perdebatan.
1. Mencela
Di saat mencela seseorang, Anda pasti sedang dalam posisi mempertahankan diri. Reaksi orang yang sedang menerima celaan dari Anda pun bisa saja menjadi negatif. Celaan telah membuat seseorang merasa menjadi korban dan menjadi racun dalam dirinya, sehingga ia menjadi sangat sedih.
2. Mengkritik
Secara psikologis, tentu kebanyakan orang akan merasa tidak enak hati ketika mendapatkan kritikan. Boleh jadi, orang itu juga akan marah dan bahkan berusaha untuk membela diri. Oleh sebab itu, jika dengan terpaksa harus mengkritik, sampaikanlah dengan cara-cara yang baik. Mulailah dengan pernyataan-pernyataan positif tentang orang yang dikritik dan akhiri pula dengan sesuatu yang juga positif. Gagasan kritis Anda bisa diselipkan di tengah-tengah penyataan-pernyataan positif tersebut. Dengan demikian, orang yang Anda kritik tidak merasa kalau dirinya sedang dikritik.
C. Anjuran Meninggalkan Debat
Melihat dampak debat mengandung mudharat yang cukup besar, Rasulullah s.a.w. menganjurkan kita untuk meninggalkannya. Hal ini tampak dalam beberapa hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِكَ إِثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُخَاصِمًا
Artinya: Dari ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Engkau akan mendapatkan dosa selama engkau suka berdebat.”
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ } الْآيَةَ
Artinya: Dari Abu Umamah, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “tidak akan tersesat suatu kaum setelah petunjuk selama mereka masih tetap di atasnya, kecuali orang-orang yang senang berdebat.” Kemudian Beliau membaca ayat ini: “tetapi mereka itu adalah kaum yang senang berdebat.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ الْعَبْدُ الْإِيمَانَ كُلَّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الْكَذِبَ فِي الْمُزَاحَةِ وَيَتْرُكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar.”
D. Hikmah Meninggalkan Debat
Setiap perdebatan akan menimbulkan dosa dan kesesatan. Kecenderungan orang yang suka berdebat adalah mengomentari setiap perkataan orang lain dari sisi lemah atau salahnya. Komentar tersebut biasanya berupa celaan dan kritik. Akibat dari komentarnya itu, orang yang berpendapat lalu berargumentasi untuk mempertahankan pendapatnya. Akhirnya, terjadilah perdebatan di antara keduanya. Pada umumnya, setiap perdebatan berakhir dengan keadaan yang tidak menyenangkan, terutama bagi mereka yang kalah.
Suatu ketika ada beberapa sahabat yang sedang berdebat tentang takdir, ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melewati mereka, Beliau pun sangat marah. Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 85) meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu anhu dengan sanad yang dikatakan hasan shahih oleh Imam Al Albani, bahwa beliau rodhiyallahu anhu berkata :
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ يَخْتَصِمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأُ فِي وَجْهِهِ، حَبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ: «بِهَذَا أُمِرْتُمْ، أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ، تَضْرِبُونَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ»
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melewati para sahabatnya, mereka sedang “ngotot-ngototan” tentang permasalahan takdir. Maka Nabi sholallahu alaihi wa salam pun seolah-olah di wajahnya pecah biji delima (memerah wajahnya –pen.) karena saking marahnya, lalu bersabda : “dengan inikah kalian diperintahkan, atau karena inilah kalian diciptakan, kalian membenturkan satu ayat Al Qur’an dengan lainnya. Dengan sebab inilah binasa umat-umat sebelum kalian”.
Hadits yang senada diriwayatkan juga oleh Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu dalam riwayat Imam Tirmidzi dengan sanad yang dihasankan oleh Imam Al Albani.
Asy-Syaikh Ubaidillah bin Muhammad al-Mubarokfuriy dalam kitabnya Muroo’atul Mafaatiih Syarah Misykatul Mashoobiih (1/201) berkata :
فالمقصود من الحديث الزجر والمنع من التكلم في القدر والخوض فيه لعدم الفائدة فيه سوى السؤال والمناقشة يوم القيامة
Maksud dari hadits adalah larangan dari membincangkan masalah qodar dan mendalam-ndalam padanya, karena tidak ada faedahnya, selain pertanyaan dan perdebatan pada hari kiamat-selesai-.
Oleh karena itu sebaiknya kita tinggalkan perdebatan dalam masalah agama yang tidak ada faedah didalamnya. Bahkan sekalipun kita di pihak yang benar, tetap meninggalkan perdebatan adalah jalan yang terbaik. Nabi sholallahu alaihi wa salam sampai memberikan garansi kepada umatnya yang mampu meninggalkan perdebatan, sekalipun ia benar dengan rumah di surga. Beliau sholallahu alaihi wa salam bersabda :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Saya menjamin rumah di surga bawah, bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar; dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan berdusta, sekalipun untuk bercanda; serta rumah di surga atas bagi orang yang bagus akhlaknya (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh Imam Al Albani).
Ini adalah hadits yang termasuk Jawaami’ul Kalam yang yang diberikan kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam, hadits ini mengandung kemukjizatan dan keringkasannya- yang menjadi pokok adab, kebagusan akhlaq, dan bagaimana bergaul dengan manusia. Nabi sholallahu alaihi wa salam menyebutkan disini balasan dan pahala bagi yang mengamalkan hal tersebut, yang mana Nabi sholallahu alaihi wa salam menyebutkan dalam hadits ini 3 rumah dalam Jannah :
Rumah pertama, di Robadhil Jannah, yaitu bagian surga di bawah, bagi orang yang meninggalkan perdebatan, sekalipun ia benar.
Rumah di tengah surga, bagi orang yang meninggalkan kedustaan di semua tempat yang tidak boleh berdusta, sekalipun dalam candaan. Ini perkara yang dilanggar oleh kebanyakan manusia yang mana mereka merasa lapang kedustaan pada diri mereka sendiri, mereka beralasan bahwa mereka sedang bercanda saja.
Rumah di surga atas, bagi orang yang bagus akhlaknya yakni menempuh kebagusan akhlaknya, menjauhkan dari semua semua yang mengotori dan merusaknya. Serta meninggalkan semua yang menyelisihi fitroh Allah yang telah difitrohkan kepada manusia.
Demikian Hadits tentang keutamaan meninggalkan perdebatan ( debat ) sekalipun di pihak yang benar
Jika dikelompokkan, setidaknya ada 3 (tiga) macam debat, yakni mira’, jadal dan khusumah.
Mira’ adalah setiap bantahan atas ucapan orang lain dengan cara menampakkan, baik pada kalimat, makna, atau maksudnya, untuk menunjukkan keunggulan dirinya.
Jadal adalah menyebutkan kelemahan pendapat orang lain dalam rangka mengukuhkan pendapatnya sendiri, membungkam lawan bicara dengan menunjukkan kesalahan ucapannya dan menisbatkan kebodohan kepadanya.
Khusumah adalah ucapan yang keras demi mendapatkan harta atau hak.
Di antara ketiganya, mira’ dan jadal biasanya berakibat pada sikap menyakiti orang lain. Dengan demikian, keduanya (mira’ dan jadal) dapat membangkitkan nafsu amarah dan membela pendapatnya masing-masing dengan cara benar atau salah. Apabila ada dua orang yang berdebat, ibarat orang yang sedang berkelahi. Masing-masing saling berusaha merobohkan lawannya setelak mungkin. Jika satu pihak berhasil merobohkan pihak lain, seolah-olah ada kepuasan tersendiri dalam dirinya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu mendebat. [HR. Bukhâri, no. 2457; Muslim, no. 2668; dll]
Mendebat dalam hadits diatas maksudnya adalah mendebat dengan cara batil atau tanpa ilmu. Sedangkan orang yang berada di pihak yang benar, sebaiknya dia juga menghindari perdebatan. Karena debat itu akan membangkitkan emosi, mengobarkan kemurkaan, menyebabkan dendam, dan mencela orang lain.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ
كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya. [HR. Abu Dawud, no. 4800; dishahîhkan an-Nawawi dalam Riyâdhus Shâlihîn, no. 630 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni di dalam ash-Shahîhah, no. 273]
Mengingkari kemungkaran dan menjelaskan kebenaran merupakan kewajiban seorang Muslim. Jika penjelasan itu diterima, itulah yang dikehendaki. Namun jika ditolak, maka hendaklah dia meninggalkan perdebatan. Ini dalam masalah agama, apalagi dalam urusan dunia, maka tidak ada alasan untuk berdebat.
B. Hal-hal yang Mendorong Perdebatan
Setiap orang pasti mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menyikapi suatu peristiwa yang sama. biasanya terdapat pendapat positif dan negatif dalam setiap ungkapan yang disampaikan seseorang.
Dalam menyikapi hal ini, tentu masing-masing orang akan menggunakan perspektif yang berbeda-beda. Kecenderungan ini biasanya berujung pada kritik dan celaan, sehingga akhirnya dapat memicu perdebatan.
1. Mencela
Di saat mencela seseorang, Anda pasti sedang dalam posisi mempertahankan diri. Reaksi orang yang sedang menerima celaan dari Anda pun bisa saja menjadi negatif. Celaan telah membuat seseorang merasa menjadi korban dan menjadi racun dalam dirinya, sehingga ia menjadi sangat sedih.
2. Mengkritik
Secara psikologis, tentu kebanyakan orang akan merasa tidak enak hati ketika mendapatkan kritikan. Boleh jadi, orang itu juga akan marah dan bahkan berusaha untuk membela diri. Oleh sebab itu, jika dengan terpaksa harus mengkritik, sampaikanlah dengan cara-cara yang baik. Mulailah dengan pernyataan-pernyataan positif tentang orang yang dikritik dan akhiri pula dengan sesuatu yang juga positif. Gagasan kritis Anda bisa diselipkan di tengah-tengah penyataan-pernyataan positif tersebut. Dengan demikian, orang yang Anda kritik tidak merasa kalau dirinya sedang dikritik.
C. Anjuran Meninggalkan Debat
Melihat dampak debat mengandung mudharat yang cukup besar, Rasulullah s.a.w. menganjurkan kita untuk meninggalkannya. Hal ini tampak dalam beberapa hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِكَ إِثْمًا أَنْ لَا تَزَالَ مُخَاصِمًا
Artinya: Dari ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Engkau akan mendapatkan dosa selama engkau suka berdebat.”
Baca Juga
- Keutamaan Sholat Sunnah Utaqo dan Tata Cara Sholat Sunnah Utaqo 8 Rakaat di Bulan Syawal
- Apa Dalil Orang Meninggal di Hari Jumat Bebas Dari Siksa Kubur
- Keutamaan Sholat Dhuha sesuai menurut Hadits Shahih
- Hikmah dan Manfaat Sholat Tahajud bagi yang Istiqomah Rutin Mengerjakannya
- Inilah Ciri-Ciri Wanita Ahli Surga dan Kenikmatan Surga
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ } الْآيَةَ
Artinya: Dari Abu Umamah, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “tidak akan tersesat suatu kaum setelah petunjuk selama mereka masih tetap di atasnya, kecuali orang-orang yang senang berdebat.” Kemudian Beliau membaca ayat ini: “tetapi mereka itu adalah kaum yang senang berdebat.”
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ الْعَبْدُ الْإِيمَانَ كُلَّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الْكَذِبَ فِي الْمُزَاحَةِ وَيَتْرُكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar.”
D. Hikmah Meninggalkan Debat
Setiap perdebatan akan menimbulkan dosa dan kesesatan. Kecenderungan orang yang suka berdebat adalah mengomentari setiap perkataan orang lain dari sisi lemah atau salahnya. Komentar tersebut biasanya berupa celaan dan kritik. Akibat dari komentarnya itu, orang yang berpendapat lalu berargumentasi untuk mempertahankan pendapatnya. Akhirnya, terjadilah perdebatan di antara keduanya. Pada umumnya, setiap perdebatan berakhir dengan keadaan yang tidak menyenangkan, terutama bagi mereka yang kalah.
Suatu ketika ada beberapa sahabat yang sedang berdebat tentang takdir, ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melewati mereka, Beliau pun sangat marah. Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 85) meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu anhu dengan sanad yang dikatakan hasan shahih oleh Imam Al Albani, bahwa beliau rodhiyallahu anhu berkata :
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَصْحَابِهِ، وَهُمْ يَخْتَصِمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأُ فِي وَجْهِهِ، حَبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ: «بِهَذَا أُمِرْتُمْ، أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ، تَضْرِبُونَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ»
Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melewati para sahabatnya, mereka sedang “ngotot-ngototan” tentang permasalahan takdir. Maka Nabi sholallahu alaihi wa salam pun seolah-olah di wajahnya pecah biji delima (memerah wajahnya –pen.) karena saking marahnya, lalu bersabda : “dengan inikah kalian diperintahkan, atau karena inilah kalian diciptakan, kalian membenturkan satu ayat Al Qur’an dengan lainnya. Dengan sebab inilah binasa umat-umat sebelum kalian”.
Hadits yang senada diriwayatkan juga oleh Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu dalam riwayat Imam Tirmidzi dengan sanad yang dihasankan oleh Imam Al Albani.
Asy-Syaikh Ubaidillah bin Muhammad al-Mubarokfuriy dalam kitabnya Muroo’atul Mafaatiih Syarah Misykatul Mashoobiih (1/201) berkata :
فالمقصود من الحديث الزجر والمنع من التكلم في القدر والخوض فيه لعدم الفائدة فيه سوى السؤال والمناقشة يوم القيامة
Maksud dari hadits adalah larangan dari membincangkan masalah qodar dan mendalam-ndalam padanya, karena tidak ada faedahnya, selain pertanyaan dan perdebatan pada hari kiamat-selesai-.
Oleh karena itu sebaiknya kita tinggalkan perdebatan dalam masalah agama yang tidak ada faedah didalamnya. Bahkan sekalipun kita di pihak yang benar, tetap meninggalkan perdebatan adalah jalan yang terbaik. Nabi sholallahu alaihi wa salam sampai memberikan garansi kepada umatnya yang mampu meninggalkan perdebatan, sekalipun ia benar dengan rumah di surga. Beliau sholallahu alaihi wa salam bersabda :
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Saya menjamin rumah di surga bawah, bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar; dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan berdusta, sekalipun untuk bercanda; serta rumah di surga atas bagi orang yang bagus akhlaknya (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh Imam Al Albani).
Ini adalah hadits yang termasuk Jawaami’ul Kalam yang yang diberikan kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam, hadits ini mengandung kemukjizatan dan keringkasannya- yang menjadi pokok adab, kebagusan akhlaq, dan bagaimana bergaul dengan manusia. Nabi sholallahu alaihi wa salam menyebutkan disini balasan dan pahala bagi yang mengamalkan hal tersebut, yang mana Nabi sholallahu alaihi wa salam menyebutkan dalam hadits ini 3 rumah dalam Jannah :
Rumah pertama, di Robadhil Jannah, yaitu bagian surga di bawah, bagi orang yang meninggalkan perdebatan, sekalipun ia benar.
Rumah di tengah surga, bagi orang yang meninggalkan kedustaan di semua tempat yang tidak boleh berdusta, sekalipun dalam candaan. Ini perkara yang dilanggar oleh kebanyakan manusia yang mana mereka merasa lapang kedustaan pada diri mereka sendiri, mereka beralasan bahwa mereka sedang bercanda saja.
Rumah di surga atas, bagi orang yang bagus akhlaknya yakni menempuh kebagusan akhlaknya, menjauhkan dari semua semua yang mengotori dan merusaknya. Serta meninggalkan semua yang menyelisihi fitroh Allah yang telah difitrohkan kepada manusia.
Demikian Hadits tentang keutamaan meninggalkan perdebatan ( debat ) sekalipun di pihak yang benar
Baca Juga Artikel
-
Keutamaan manfaat mengamalkan membaca asmaul husna dan menghafal 99 asmaul husna
-
Keutamaan manfaat Doa Al-Matsurat Dzikir Pagi dan Petang dan fadhilah membaca Al MaTsurat
-
cara agar bisa ikhlas dan mengenal macam-macam tanda ciri-ciri orang ikhlas
-
Hikmah rahasia keajaiban shalat subuh dan keutamaan manfaat shalat subuh berjamaah
-
hikmah keutamaan shalat Tahajud dan manfaat keajaiban sholat malam tahajud qiyamullail
-
Keutamaan Adzan dan Pahala Manfaat mengumandangkan adzan Bagi Para Muadzin
-
Hikmah shalat 5 ( lima ) waktu dan keutamaan manfaat sholat fardhu
-
Keutamaan sholat dhuha dan manfaat pahala mengerjakan shalat dhuha
-
ciri-ciri golongan wanita penghuni neraka dan sebab banyak wanita masuk neraka
-
Ancaman siksaan dan dosa bahaya meninggalkan sholat fardhu lima waktu
-
Hikmah manfaat berkurban dan keutamaan qurban hari raya idul adha
-
Hikmah Bulan sya'ban : keistimewaan puasa dan keutamaan malam Nisfu Sya'ban
-
Hikmah Keistimewaan bulan rajab dan keutamaan fadhilah manfaat puasa rajab